nusabali

6 Warga Kampung Bugis Ditetapkan Jadi Tersangka

  • www.nusabali.com-6-warga-kampung-bugis-ditetapkan-jadi-tersangka

Empat orang di antaranya jadi tersangka karena membawa senjata tajam saat saat bentrok dengan polisi, sementara satu lainnya lantaran melawan petugas, dan satunya lagi akibat mencuri di lokasi TKP

Pasca Kericuhan Saat Eksekusi Lahan Sengketa 94 Are di Serangan, Denpasar Selatan


DENPASAR, NusaBali
Penyidik Satuan Reskrim Polresta Denpasar menetapkan 6 orang sebagai tersangka dalam kericuhan saat eksekusi lahan sengketa seluas 94 are di Kampung Bugis, Desa Serangan, Kecamatan Denpasar Selatan, Selasa (3/1) lalu. Lima (5) di antaranya jadi tersangka akibat terlibat bentrok dengan polisi, sementara satu lagi karena mencuri di lokasi TKP.

Lima (5) dari 6 warga Kampung Bugis, Desa Serangan, ini merupakan tersangka bentrok, masing-masing Aditya Sulaiman, 26, Said Sadam, 25, Aris Fadila, 30, Muhamad Amir, 33, dan Zakaria, 30. Dari mereka ini, 4 orang di antaranya dijerat Pasal 2 ayah 1 UU Darurat dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara, lantaran membawa senjata tajam jenis panah, badik, dan ketapel. Mereka adalah Aditya Sulaiman, Said Sadam, Aris Fadilah, dan Muhamad Amir.

Sementara satunya lagi, Zakaria, dijerat Pasal 212 KUHP dengan ancaman hukuman 1 tahun 4 bulkan penjara, lantaran melawan petugas. Sebaliknya, satu tersangka lainnya, Jonatan, 24, dijerat Pasal 365 KUHP dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara, karena melakukan pencurian di lokasi TKP eksekusi saat kejadian.

Kasat Reskrim Polresta Denpasar, Kompol Reinhard Habonaran Nainggolan, me-nerangkan 4 tersangka yang dijerat UU Darurat ditetapkan karena sudah cukup bukti atas keterlibatan mereka. Keempat orang itu diamankan dan ditetapkan sebagai tersangka, lantaran membawa senjata jenis panah, ketapel, dan badik.

Menurut Reinghard, yang membawa senjata panah dan ketapel adalah Aditya Sulaiman, Sain Sadam, dan Aris Fadilah. Sedangkan yang membawa senjata badik saat warga be-ntrok dengan petugas adalah Muhamad Amir. "Senjata tajam itu berhasil diamankan anggota kita saat aksi. Bahkan, satu anggota Polri terkena anak panah di bagian paha," jelas Reinghard di Mapolresta Denpasar, Jumat (6/1) sore.

Polisi yang terlika akibat terkena anak panah saat bentrokan dalam eksekusi lahan sengketa seluas 94 are di Kampung Bugis, Selasa siang, adalah Iptu I Wayan Suartika. Polisi yang menjabat sebagai Kanit Intel Sat Brimob Polda Bali ini mengalami luka di bagian paha kiri, akibat terkena anak panah yang dilepaskan warga. Saat dievakuasi ke RS Prima Medika Denpasar Selatan, anak panah masih menancap di paha kiri sang polisi.

Iptu Wayan Suartika langsung dilarikan ke IGD RS Prima Medika, Selasa siang, untuk perawatan intensif. Berdasarkan keterangan dokter yang menanganginya, korban mengalami luka robek 1 cm dan luka tusuk anak panah sedalam 15-20 cm, hingga mengenai lapisan tulang. Polisi asal Banjar Sasih, Desa Batubulan, Kecamatan Sukawati, Gianyar ini pun menjalani operasi selama 1 jam 20 menit untuk mengeluarkan anak panah yang menancap di pahanya.

Reinhard mengatakan, awalnya petugas kepolisian mengamankan 12 orang dari lokasi kericuhan saat eksekusi lahan yang ditempati 36 KK warga Kampung Bugis. Hanya saja, setelah dilakukan pendalaman selama tiga hari dan meminta keterangan saksi-saksi, 6 orang di antaranya dinyatakan tidak terbukti menggunakan atau membawa senjata tajam saat aksi. Mereka pun dilepas polisi.

"Saat kejadian, mereka ini hanya sebatas menghalangi petugas di lokasi pengusuran. Karena tidak terlibat langsung membawa senjata tajam, makanya kita lepas mereka. Tapi, mereka tetap dikenakan wajib lapor," terang mantan Kapolsek Kuta Utara, Badung ini.

Ada pun 6 warga Kampung Bugis yang dikenakan wajib lapor ini masing-masing Aziz Hisaleh, Mustakim, M Kahar, Nurdin, M Arzam, dan Riansyah. Menurut Reinhard, penyelidikan terkait ricuh eksekusi rumah milik 36 KK di Kampung Bugis masih berlangsung.

Ratusan warga Kampung Bugis yang sebelumnya lakukan perlawanan hingga bentrok dengan polisi ini berasal dari 36 KK yang rumahnya dieksekusi panitera PN Denpasar. Proses eksekusi dimulai pagi sekitar pukul 07.40 Wita, diawali dengan apel kesiapan pengamanan di Lapangan Wayan Bulit Desa Serangan, Denpasar Selatan. Sekitar pukul 09.00 Wita, panitera PN Denpasar yang dikawal 1.200 personel kepolisian diback up petugas TNI langsung menuju lahan sengketa di Kampung Bugis untuk membacakan penetapan eksekusi.

Ketika itu, di lokasi sudah berkumpul sekitar 200 warga yang terdiri dari ibu-ibu, anak-anak, pemuda, dan para tokoh Kampung Bugis. Mereka sudah memblokade akses jalan masuk ke Kampung Bugis. Namun, dengan dikawal petugas kepolisian, panitera PN Denpasar tetap membacakan penetapan hingga selesai.

Usai pembacaan penetapan, kuasa hukum warga Kampung Bugis (selaku termohon), Rizal Akbar Maya Poetra, bersama tokoh Bugis, Zaenal Tayeb, serta Ida Tjokorda Pemecutan XI---Raja Puri Pemecutan, Denpasar yang punya ikatan sejarah dengan warga pendatang Kampung Bugis di Desa Serangan---langsung menolak eksekusi tersebut. Alasannya, dasar eksekusi yang digunakan panitera salah.

Siang sekitar pukul 11.00 Wita, ratusan personil Brimob Polda Bali dan Satuan Sabhara bersenjata tongkat mulai merangsek maju ke arah gerombolan massa yang duduk-duduk di sekitar jalan masuk Kampung Bugis. Kemudian, puluhan Polwan dikerahkan untuk mengamankan ibu-ibu dan anak-anak yang ikut duduk memblokade jalan.

Saat itulah, tiba-tiba bentrokan pecah. Ratusan pemuda dan orang tua terlibat adu pukul dengan aparat kepolisian yang mengawal eksekusi. Setelah bentrok berlangsung sekitar 1 jam, ratusan aparat kepolisian berhasil menguasai keadaan. Terungkap, satu polisi terluka akibat kena anak panah, sementara beberapa warga juga terluka. Bahkan, kuasa hukum warga Kampung Bugis, Rizal Akbar, juga harus berdarah-darah karena terluka di bawah mata kiri. * dar

Komentar