nusabali

Sebelum Menghilang, Korban Sempat Minta Tali Sampi kepada Ibunya

  • www.nusabali.com-sebelum-menghilang-korban-sempat-minta-tali-sampi-kepada-ibunya

Kematian ulahpati Ketut Ramiadi diketahui tanpa sengaja oleh ibundanya, Nengah Suri, yang kena tetesan darah berbau saat melintas di bawah pohon Bayur setinggi 30 meter usai ngejot

Menghilang Dua Hari, Pemuda Stres Ditemukan Tewas Gantung Diri di Atas Pohon Bayur

SEMARAPURA, NusaBali
Seorang penderita gangguan jiwa yang tinggal di Banjar Gelogor, Desa Pikat, Kecamatan Dawan, Klungkung, I Ketut Ramiadi, 22, ditemukan tewas gantung diri di pohon Bayur di tegalan sekitar pekarangan rumahnya, Jumat (13/1) siang. Dua hari sebelum ditemukan tewas ulahpati, korban sempat minta tali plastik kepada ibunya, Ni Nengah Suri, 50, lalu menghilang, Rabu (11/1) pagi.

Kematian tragis korban Ketut Ramiadi pertama kali diketahui ibunya, Nengah Suri, Jumat sekitar pukul 12.30 Wita. Saat itu, Nengah Suri usai mabanten saiban (ngejot) di pekarangan rumahnya. Begitu melintas di bawah pohon Bayur setinggi 30 meter, tangan Nengah Suri terkena tetes-tetes darah yang sudah berbau.

“Karena kaget, saya spontan menoleh ke atas. Nah, saat menoleh ke atas itulah saya melihat seseorang menggantung di atas pohon pada ketinggian sekitar 20 meter,” cerita Nengah Suri kepada NusaBali di rumah duka, Jumat kemarin.

Dalam keadaan panik, Nengah Suri berupaya mengenali identitas tubuh menggantung di atas pohon yang kondisinya sudah melepuh itu. Ternyata, pakaian yang dikenakan korban sama dengan putra bungsu Nengah Suri, Ketut Ramiadi yang sudah menghilang sejak Rabu pagi. Nengah Suri pun langsung menyampaikan kabar duka ini kepada tetangganya. Kemudian, informasi diteruskan kepada prajuru adat, aparat desa, Polsek Dawan, dan BPBD Klungkung.

Dalam hitungan menit, puluhan warga sekampung berdatangan memadatati pohon Bayur di sekitar pekarangan rumah duka di mana korban gantung diri. Disusul kemudian kedatanganpetugas Polsek Dawan dan BPBD Klungkung. Setelah melihat jasad menmggantung di atas pohon, petugas sempat berpikir keras mencari solusi untuk menurunkannya ke bawah. Masalahnya, jika diturunkan dengan memegang mayat yang sudah dalam keadaan sudah membusuk, berisiko jasadnya hancur.

“Kami tidak pandang bulu, apa pun kondisinya, kami siap menurunkan mayat korban. Namun, ini kondisinya sudah demikian (membusuk),” ujar Kepala Pelaksana BPBD Klungkung, I Putu Widiada, di lokasi TKP. Maka, alternatif terbaik adalah merobohkan pohon Bayur tersebut.

Petugas BPBD, Polsek Dawan, dan aparat desa pun langsung melakukan mediasi dengan pihak keluarga korban agar tidak melakukan penuntutan jika setelah pohon Bayur dirobohkan, mayatnya terpotong. Akhirnya, pihak keluarga korban setuju alternatif merobohkan pohon Bayur. Dalam hitungan 10 menit, pohon Bayur berhasil dirobohkan dengan senso di bagian bongkol (pangkal batang)

Proses perobohan pohon Bayur dan evakuasi mayat korban terbilang dramatis. Di satu sisi, puluhan petugas berupaya menarik batang pohon ke arah barat menggunakan tali, agar tidak jatuh menimpa rumah korban. Begitu tumbang, pohon Bayur ternyata tidak langsung jatuh ke tanah, melainkan tersangkut di atas pohon kelapa setinggi 7 meter di pekarangan rumah korban.

Petugas pun langsung memotong pohon kelapa tersebut, sehingga akhirnya mayat korban bisa dievakuasi dalam kondisi utuh, Jumat siang pukul 14.40 Wita. Sebelum dibungkus menggunakan terpal, mayat korban Ketut Ramiadi lebih dulu dilumuri serbuk kopi. “Serbuk kopi ini berfungsi untuk mengurangi aroma menyengat mayat korban,” ujar Putu Widiada.

Sementara, Kapolsek Dawan AKP I Kadek Suadnyana mengatakan pihaknya sudah melakukan olah TKP dan memeriksa keterangan sejumlah saksi terkait kematian tragis pemuda penderita gangguan jiwa ini. Dari situ, disimpulkan korban tewas ulahpati dengan cara gantung diri. Pihak keluarga korban sudah menerimanya sebagai musibah. “Rencananya sore ini (kemarin) jenazah korban langsung dikuburkan di Setra Desa Pakraman Gelogor, Desa Pikat,” ujar Kapolsek Suadnyana.

Terkait motif gantung diri, diduga kuat karena korban depresi lantaran penyakit ganguan jiwanya kerap kambuh. Sebelum tewas bunuh diri, korban Ketut Ramiadi juga sempat menulis sepucuk surat di atas kertas berbunyi ‘maafkan aku warga Desa Gelogor, keluarga, dan sehabat’.

Menurut Kapolsek Suadnyana, sebulan lalu pihaknya sempat menerima informasi kalau korban Ketut Ramiadi pernah menganiaya ibundanya, Nengah Suri. Supaya tidak membayakan, pihak kepolisian pun mendatangi korban untuk diamankan dan diajak berobat ke RSJ Bangli. “Namun, pihak keluarga saat itu tidak mengizinkan,” kenang Suadnyana.

Jauh sebelumnya, korban Ketut Ramiadi sudah pernah menjalani perawatan di RSJ Bangli. Namun, karena kondisinya berangsur membaik, akhirnya koban dirawat jalan. Hal ini diakui ibunda korban, Nengah Suri.

Menurut Nengah Suri, putra bungsunya ini mulanya didera sakit kepala sejak duduk di Kelas III SMA. Seiring berjalannya waktu, kondisinya kian parah, bahkan korban sempat mengamuk. Akhirnya, Nengah Suri mengajak anaknya berobat ke RSJ Bangli. “Setelah beberapa bulan dirawat, kondisnya membaik dan bisa melanjutkan sekolah hingga tamat SMA. Tapi, sejak sebulan terakhir, kondisi kesehatannya kembali terganggu. Bahkan, anak saya ini sempat mengamuk dan mengancam akan membunuh saya,” keluh Nengah Suri.

Nengah Suri mengisahkan, anaknya yang ditemukan trewas gantung diri ini menghilang sejak Rabu pagi pukul 06.00 Wita. “Sebelum pergi, anak saya sempat meminta tali sampi (tali plastik). Saya tidak menyangka kalau tali sampi itu ternyata hendak digunakan untuk gantung diri,” kenang Nengah Suri.

Setelah anaknya menghilang, menutrut Nengah Suri, pihaknya sempat menyakan secara niskala kepada orang pintar. Berdasarkan petunjuk niskala orang pintar, korban Ketut Ramiadi disebutkan masih hidup, namun bersembunyi di atas pepohonan. Setelah dicari-cari tanpa kunjung membuahkan hasil, pemuda berusia 22 tahun ini malah ditemukan tewas gantung diri di atas pohon.

Korban Ketut Ramia memang dikenal jago memanjat pohon. Korban pun diduga terlebih dulu memanjat pohon Bayur, kemudian mengikatkan talinya pada dahan di ketinggian 20 meter. Setelah lehernya terikat tali tersebut, korban langsung melepaskan pijakannya hingga tewas menggantung.

Menurut Nengah Suri, dua hari sebelum menghilang, Senin (9/1), Ketut Ramiadi sempat ngebet ingin membangun dua Palinggih Tugu di pekarangan rumahnya. Kedua orangtuanya pun memfasilitasi keinginan tersebut dengan menyediakan semen. “Saya sempat menanyakan untuk apa Palinggih Tugu ini? Kata anak saya, supaya saat mabanten tidak di bawah,”ungkap perempuan berusia 50 tahun ini.

Ketut Ramiadi sendiri merupakan anak bungsu dari 4 bersaudara keluarga pasangan I Ketut Dasna, 57, dan Ni Nengah Suri, 50. Kesehariannya, korban kerap membantu ayahnya mencari buah kelapa untuk dijual. Nengah Suri mengakui, sbelum musibah ulahpati menimpa Ketut Ramiadi, dia sudah kehilangan putra sulungnya, I Wayan Merta, yang meninggal secara tragis saat usia 4 tahun, seetlah sempat dililit tali yang terikat di leher seekor kucit (anak babi). “Anak saya yang nomor dua Ni Kadek Putriani, 25, dan Ni Komang Suliadi, 23, sudah menikah,” cerita Nengah Suri. * wa

Komentar