nusabali

Kasek SD Tewas Terseret Air Laut

  • www.nusabali.com-kasek-sd-tewas-terseret-air-laut

Ni Luh Komang Adnyani, Kasek SDN 3 Manggis, tewas terseret arus laut. Sebelum kejadian, dia sering curhat kepada putrinya soal mimpi-mimpinya.

AMLAPURA, NusaBali
Musibah beruntun menimpa dunia pendidikan Karangasem. Kepala SD Negeri 3 Manggis, Karangasem, Ni Luh Komang Adnyani, 54, dari Banjar Tanah Ampo, Desa Ulakan, Kecamatan Manggis, tewas terseret arus laut di Pantai Banjar Tanah Ampo, Sabtu (28/1) pukul 07.50 Wita. Ni Luh Komang Adnyani, yang juga guru agama Hindu menjadi guru keempat yang meninggal secara beruntun dalam kurun waktu sepekan terakhir di Karangasem.  

Berdasarkan keterangan keluarga korban di rumah duka, Banjar Tanah Ampo, Desa Ulakan, pada Sabtu kemarin sekitar pukul 05.30 Wita korban ke Pasar Desa Ulakan, Kecamatan Manggis. Korban kembali dari Pasar Desa Ulakan sekitar pukul 06.30 Wita membawa sayur, ikan, dan nasi bungkus buat sarapan anak-anaknya.

Selanjutnya korban pergi ke Pantai Tanah Ampo seorang diri mengendarai sepeda motor. Tetapi sesaat sebelum ke Pantai Tanah Ampo, korban sempat mencurahkan isi hati (curhat) melalui media sosial line ke HP putri ketiganya Ni Luh Trisna Dipa Cahyaningsih.

Kepada putrinya itu korban menyatakan belakangan ini sering mimpi buruk. Sering didatangi makhluk gaib yang hendak mengambilnya. Sebelum korban ke pantai, sang putri Ni Luh Trisna Dipa Cahyaningsih sempat menyampaikan kepada sang ayah, I Nengah Jati, perihal curhatan ibunya. Tetapi hal itu kurang direspons oleh ayahnya.

Sebelumnya juga korban sempat curhat kepada suaminya menyangkut pekerjaan di sekolah cukup banyak dan pangkat sempat terhambat.

Pada Sabtu pagi kemarin, korban berangkat ke pantai sendirian mengenakan kaos merah dan celana loreng panjang, mengendarai sepeda motor ke arah selatan sekitar 400 meter dari rumahnya. Setiba di Pantai Tanah Ampo, sepeda motor diparkir, selanjutnya korban berenang. Padahal arus air laut landai, tanpa ada hembusan angin, dan ombak datar-datar saja. Namun korban ditemukan mengapung 1 mil dari Pantai Tanah Ampo, atau di sebelah timur Dermaga Kapal Pesiar Tanah Ampo.

Kebetulan pagi itu ada nelayan dari Banjar Tanah Ampo, I Wayan Suandra, 43, dan I Wayan Narsa, 60, sedang menangkap ikan. Keduanya yang turun melaut sekitar pukul 02.30 Wita, menemukan korban terapung sekitar pukul 07.50 Wita.

Kedua nelayan itu melaporkan temuannya ke petugas Babinkamtibmas (Bintara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat) Desa Padangbai, Kecamatan Manggis, I Ketut Sukawijana. Sukawijana kemudian mengecek korban bersama kedua nelayan itu menggunakan jukung nelayan. Ternyata korban dikenali, merupakan warga Banjar Tanah Ampo.

Selanjutnya kedua nelayan bersama petugas Babinkamtibmas melaporkan kasus itu ke Polsek Manggis. Petugas Polsek Manggis melaporkan ke Pos SAR Karangasem dan BPBD Karangasem, yang kemudian bersama-sama melakukan evakuasi dikoordinasikan Pos SAR Karangasem I Wayan Suwena. Jasad korban langsung diantar ke rumah duka sekitar pukul 08.30 Wita.

Saat evakuasi berlangsung, suami korban I Nengah Jati masih kerja di Hotel Amankila. Di rumah duka, saat itu hanya ada putri ketiganya Ni Luh Trisna Dipa Cahyaningsih dan putri keempat Ni Ketut Tika.

Setiba korban di rumah duka, datanglah sang suami I Nengah Jati mengenakan pakaian kerja, seketika itu tangis keluarga korban langsung pecah. Ipar, saudara sepupu, dan saudara kandung korban berlinang air mata. Putri ketiga dan putri keempat korban berpelukan dengan sang ayah I Nengah Jati. Menyusul kedatangan putri keduanya, Ni Made Dwijani Cahyaningsih begitu menginjakkan kaki di halaman rumahnya, langsung menjerit menuju jasad ibunya yang dibaringkan di bale sakanem.

“Belakangan ini saya sering memimpikan ibu saya diambil orang. Saya tidak tahu caranya mengambil,” jelas Ni Made Dwijani Cahyaningsih, sembari mengusap air mata.

Sedangkan sang suami, I Nengah Jati, menolak memberikan keterangan dan menolak difoto karena masih shock. Dia terus memeluk putrinya. Salah satu kemenakan korban, I Nyoman Pasek Suardana, mengatakan, kepergian korban ke pantai tidak ada yang curiga.

Korban selain sebagai guru juga dikenal sebagai pencinta anggrek. Sengaja membuat bangunan dua lantai, di bawahnya untuk tempat aktivitas dan di lantai II untuk tanaman anggrek.

Korban adalah guru agama Hindu di SD Negeri 5 Ulakan, Kecamatan Manggis, kemudian diangkat sebagai Kasek SD Negeri 3 Manggis, di Banjar Yehpoh, Desa/Kecamatan Manggis, sejak tahun 2014.

Korban meninggalkan seorang suami, I Nengah Jati, dan empat anak; I Gede Dedi Teja Pertama, Ni Made Dwijani Cahyaningsih, Ni Luh Trisna Dipa Cahyaningsih, dan Ni Ketut Tika.

Menurut adik kandung korban yang juga Bendesa Pakraman Tanah Ampo I Gede Suyadnya, rencana menggelar upacara ngaben pada Wraspati Pon Landep, Kamis (2/2). “Tetapi kami masih mohon hari baik ke Ida Pedanda. Kalau diizinkan ngaben, kami menggelar ngaben nanti Kamis (2/2), kalau tidak ya, melalui upacara makingsan di gni,” jelas Suyadnya.

Suyadnya mengaku tidak mengetahui penyebab kakak kandungnya meninggal mendadak. “Pagi-pagi saya dapat kabar, telah meninggal, dibilang sempat mandi ke pantai,” tambah Suyadnya.

Ni Luh Komang Adnyani menjadi guru agama Hindu ketiga dan guru keempat di Karangasem yang meninggal dunia dalam kurun waktu seminggu. Tiga guru yang meninggal sebelumnya, I Made Gatra, 54, guru agama Hindu SD Negeri 3 Talibeng, Kecamatan Sidemen dari Banjar Kebon, Desa Telaga Tawang, Kecamatan Sidemen, diduga mengantuk saat menyetir Daihatsu Xenia putih DK 1297 SG dengan kecepatan tinggi. Dia tewas menabrak pohon di Banjar Abiansoan, Desa Bungaya Kangin, Kecamatan Bebandem, Minggu (22/1).

Selanjutnya guru agama Hindu SMP Negeri 6 Amlapura I Ketut Merta, 50, dari Lingkungan Galiran Kaler, Kelurahan Subagan, Kecamatan Karangasem meninggal terseret arus di Sungai Tibu Dalem, Banjar Ijo Gading, Desa Seraya Tengah, Kecamatan Karangasem, Senin (23/1).

Menyusul guru SD Negeri 5 Tenganan, Kecamatan Manggis, I Gede Sedana meninggal karena sakit sesak napas, Selasa (24/1). * k16

Komentar