nusabali

Jro Wayan Wirtana, Guru Kontrak yang Kehilangan Anak dan Istrinya

  • www.nusabali.com-jro-wayan-wirtana-guru-kontrak-yang-kehilangan-anak-dan-istrinya

Jro Wayan Wirtana tidak tahu kini harus tinggal di mana. Istri dan dua anaknya tewas, rumahnya pun ‘hilang’ tertimbun material longsor.

Bencana Longsor di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli

BANGLI, NusaBali
Bencana longsor di Banjar Bantas Desa Songan A dan Songan B, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli sudah sepekan berlalu. Namun duka mendalam masih dirasakan oleh Jro Wayan Wirtana, 38. Guru kontrak yang mengajar di SD Belandingan, Desa Belandingan, Kintamani, ini kehilangan tiga orang yang dia sayang dan cintai. Pertama istrinya, Jro Balian Ketut Restiti, 34, (sebelumnya tertulis Ni Nengah Resmi Restiti). Yang kedua dan ketiga adalah dua anaknya yang masih balita, Jro Balian Kadek Sriasih, 3, dan Komang Agus Panti, 1 tahun. Ketiganya merupakan korban meninggal dunia akibat tanah longsor di Banjar Bantas, Desa Songan A dan Songan B, Kecamatan Kintamani, Jumat (10/2).

Ditemui di lokasi pengungsian di Banjar Yeh Panes, Desa Songan B, Jro Wirtana, menuturkan kedua anaknya tersebut sedang lucu-lucunya. “Sedang suka bercanda,” ujarnya, Kamis (16/2). Hal itu disampaikan Jro Wirtana, usai melaksanakan Upacara Ngetelunan kedua anak dan istrinya di Setra Bangsel, Desa Pakraman Songan. Dia tak melanjutkan cerita soal anak dan istrinya.

Namun sehari sebelumnya, Jro Wirtana mengaku tak merasa ada firasat atau mimpi akan terjadi musibah yang memilukan tersebut. Namun demikian, sesaat sebelum musibah Jro Wirtana mengaku sempat melihat burung daak. Burung daak, berdasar penuturan memang dipercaya sebagai pertanda akan ada musibah. “Disebut burung daak saja, suaranya daaak…daaak,” ucap Jro Wirtana menirukan suara burung tersebut. Ketika itu Jro Wirtana bersama istri dan anaknya berada di dalam rumah, karena hujan lebat. Sesaat setelah itu musibah longsor yang merenggut 13 korban jiwa terjadi.

Selain ditinggal selama-lamanya istri dan dua orang buah hatinya, Jro Wirtana kini tidak memiliki rumah tempat tinggal lagi. Rumahnya di lereng bukit terjal yang disebut Pilan, hancur tertimpa material longsor tebing  bukit Bungbung Pegat. Jro Wirtana juga mengaku belum bisa berpikir lebih jauh soal apakah dia tinggal di lokasi musibah atau tidak. Yang jelas, dia tak punya lagi tanah di tempat lain. “Hanya itu rumah saya,” ujar guru kontrak  SD Belandingan ini. Dikatakan, di tempat yang tidak jauh dari rumahnya itu, Jro Wirtana bercocok tanam selepas mengajar atau sepulang sekolah. “Saya memang petani,” kata alumnus sebuah perguruan tinggi swasta di Denpasar yang sudah sebelas tahun menjadi guru kontrak.

Sementara itu, sebagian warga korban bencana banjir-longsor wilayah Kecamatan Kintamani, Bangli, 9-10 Februari 2017, hingga kini masih bertahan di tenda-tenda pengungsian. Rinciannya, 30 kepala keluarga (KK) korban bencana di Banjar Yeh Mampeh, Desa Batur Selatan, Kecamatan Kintamani dan 22 KK korban longsor di Banjar Bantas, Desa Songan A.

Data yang diperoleh, Jumat (17/2), 30 KK warga korban bencana banjir-longsor di Banjar Yeh Mampeh, Desa Batur Selatan —yang berada di sebelah Barat Laut kaki Gunung Agung— membuat tenda pengungsian di Hutan Tanah Negara. Mereka masih bertahan di tenda-tenda pengungsian, karena kondisi cuaca yang tidak menentu. Selain itu, air dan lumpur masih mengepung rumah-rumah warga koban bencana di Yeh Mampeh.

“Kami sekeluarga terpaksa harus tetap mengungsi di tenda ini,” ungkap salah satu korban bencana di tenda pengungsian Banjar Yeh Mampeh, I Wayan Merta, 60, Jumat (17/2).

Wayan Merta mengaku belum bisa masuk ke rumahnya, karena masih digenangi banjir dan lumpur. Merta tidak tahu, sampai kapan harus bertahan di tenda pengungsian, karena cuaca tidak menentu. Lagipula, genangan air dan lumpur di rumahnya cukup parah. “Keadaan rumah saya termasuk yang paling parah tergenang lumpur,” cerita ayah 7 anak ini. * k17

Komentar