nusabali

LPD Diputuskan Akan Diaudit Tim Independen

  • www.nusabali.com-lpd-diputuskan-akan-diaudit-tim-independen

Pansus Revisi Perda LPD DPRD Bali matangkan penggodokan pasal per pasal atas perubahan ketiga Perda Nomor Tahun 2002 tentang LPD (Lembaga Perkreditan Desa) dengan jajaran eksekutif di Gedung Dewan, Niti Mandala Denpasar, Senin (20/2) siang.

Bendesa Adat Otomatis Jadi Ketua LPD

DENPASAR, NusaBali
Salah satu pasal krusial yang disepakati adalah ‘LPD wajib diaudit tim independen setiap tahun’. Rapat penggodokan pasal per pasal Ranperda Perda LPD di Gedung Dewan, Senin kemarin, dipimpin Ketua Pansus I Nyoman Parta (dari Fraksi PDIP). Anggota Pansus yang hadir, antara lain, Made Budi Utama (Fraksi PDIP), I Ketut Mandia (Fraksi PDIP), Utami Dwi Suryadi (Fraksi Demokrat), Nyoman Wirya (Fraksi Golkar), I Gusti Putu Budiarta (Fraksi PDIP), I Gede Suamba (Fraksi PDIP), dan Ni Made Arini (Fraksi Panca Bayu). Sedangkan dari jajaran eksekutif, hadir Karo Hukum Setda Provinsi Bali I Wayan Sugiada, Kepala BPMPD Provinsi Bali I Ketut Lihadnyana, dan Karo Ekbang Setda Provinsi Bali I Nengah Laba.

Berdasarkan rapat penggodokan kemarin, disepakati bahwa LPD yang selama ini tidak berada di bawah pengawasan OJK (Otoritas Jasa Keuangan), wajib untuk dilakukan audit. Sebab, hal tersebut menyangkut pertanggungjawaban dana masyarakat desa adat.

Bukan hanya itu, audit secara keseluruhan adalah napas dari ide memasukkan ‘wajib audit’ bagi LPD yang ada di desa adat. Nantinya, LPD wajib diaudit oleh lembaga independen yang ditunjuk dan hal ini tertuang dalam Pasal 20 Ranperda LPD.

Dalam rapat kemarin, sempat terjadi perdebatan soal hasil audit LPD nantinya, apakah bisa dipublikasikan atau tidak? “Kalau hasil audit LPD dipublikasikan, saya khawatir berdampak luas. Kalau hasilnya bagus, maka nama LPD menjadi bagus, tapi kalau hasilnya tidak baik, bisa berdampak kepercayaan masyarakat terhadap LPD,” ujar anggota Pansus Ranperda LPD, IGP Budiarta.

Anggota Pansus Ranperda LPD lainnya, Utami Dwi Suryadi, juga sepakat audit LPD nantinya tidak perlu dipublikasikan. “Saya rasa tidak usah dipublikasikan. Nanti kalau dipublikasikan, malah terjadi rush oleh masyarakat,” ujar Srikandi Demokrat asal Denpasar ini. Akhirnya, hasil audit LPD disepakati untuk tidak dipublikasikan ke publik.

Selain Pasal 20 soal audit, masalah pengelolaan dan pengurus LPD juga jadi perdebatan dalam rapat penggodokan kemarin. Sebenarnya, perdebatan bukan soal substansi siapa yang menjadi pengurus dan Ketua LPD. Namun, yang membuat repot Pansus LPD ketika menyusun kata-kata untuk dimasukkan ke dalam pasal.

Dalam Pasal 11 Ranperda LPD dimasukkan bahwa LPD ada pengurus dan pengawas. Dari rapat kemarin, disepakati Ketua LPD adalah exofficio Bendesa Adat (Kelian Desa Pakraman). Disebutkan dalam pasal terbaru, Ketua LPD adalah Bendesa Adat. Berbeda dengan sebelumnya di mana Ketua LPD dipilih berdasarkan paruman desa adat.

Yang membuat suasana rapat kemarin tegang ketika diskusi soal pasal sudah jeda. Ketua Pansus Nyoman Parta dan anggota lainnya meminta Kepala BPMPD Provinsi Bali, Ketut Lihadnyana, untuk mencarikan celah aturan supaya dana hibah desa adat sebesar Rp 200 juta yang diterima dari Pemprov Bali bisa dimanfaatkan sebagai modal LPD. Menurut Parta, ada 158 LPD di Bali yang kondisinya sakit dan perlu dihidupkan.

“Mereka (158 desa adat) sudah siap mendirikan LPD. Tolong pemerintah apakah tidak bisa dikondisikan supaya dana hibah yang Rp 200 juta, setelah dimanfaatkan untuk membenahi pura, kalau ada sisa, dimanfaatkan untuk modal LPD?” tanya politisi PDIP asal Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Gianyar yang juga Ketua Komisi IV DPRD Bali ini.

Menjawab pertanyaan Parta, Ketut Lihadnyana menyebutkan penggunaan dana hibah Rp 200 juta harus mengacu dengan NSPK (Norma, Standar, Prosedur, Kriteria). “Ketentuan ini yang kami pakai acuan ketika pelaksanaan anggaran di daerah. Kalau tidak memenuhi NSPK, maka tidak bisa sembarangan. LPD tidak berada di bawah desa dinas. Berbeda dengan BUMDes yang berada di bawah desa dinas,” ujar Lihadyana.

Namun, Parta langsung menyambut statemen Lihadnyana ini dengan nada tinggi. “Inilah sekarang kita rasakan dampak salah memilih. Dulu kenapa tidak memilih gabung ke desa dinas saat ada UU Desa? Sekarang carikan itu celah hukumnya. Dana hibah kan ada Juklak dan Juknis Gubernur Bali. Masa tidak bisa membantu rakyat dengan mengubah ketentuan Juklak dan Juknis?” tanya Parta.

Sedangkan anggota Pansus Ranperda LPD, Made Budi Utama, juga meminta eksekutif mencarikan celah supaya dana hibah Rp 200 juta bisa dimanfaatkan untuk modal LPD. “Memang ada NSPK, tapi bagaimana caranya rakyat kita bisa merata kesejahteraannya? Kalau tidak bisa dari sisi aturan, bagaimana supaya ada stimulan buat rakyat kita,” ujar politisi PDIP asal Bangli ini.     

Perdebatan panjang kembali terjadi karena Ketut Lihadnyana menegaskan sampai saat ini belum ada dasar hukum yang memberikan celah dana hibah Rp 200 juta yang diterima desa adat per tahun dari Pemprov Bali, bisa dimanfaatkan sebagai permodalan LPD. ”Kalau NSPK ini dilanggar, bisa berdampak hukum. Tidak bisa. Tapi, soal usulan bapak-bapak, kita bahas lagi dan kaji,” tegas birokrat asal Desa Kekeran, Kecamatan Busungbiu, Buleleng ini.

Usai rapat kemarin, Nyoman Parta menegaskan soal pasal per pasal sudah hampir rampung semuanya. Perda LPD direncanakan bisa ketok palu, 6 Maret 2017 depan. Soal permodalan bagi LPD yang mau bangkit, kata Parta, akan dicarikan celah hukumnya dan eksekutif didesak supaya melakukan kajian.

“Sekarang ada 158 LPD yang hendak bangkit. Kalau bukan pemerintah yang andil membantu, lalu siapa lagi? Mereka sudah bagus mau dan siap untuk maju demi kese-jahteraan krama adat. Susah lho melestarikan adat dan budaya, kalau ekonomi rakyat kita tidak kuat. Di sini peran pemerintah dan kami wakil rakyat mendesak supaya ada kepedulian,” tegas Parta. * nat

Komentar