nusabali

Gebug Api Inovasi Kesenian Tradisional Seraya Barat

  • www.nusabali.com-gebug-api-inovasi-kesenian-tradisional-seraya-barat

Kesenian gebug api yang berasal dari Desa Seraya Barat, Kabupaten Karangasem merupakan inovasi dari kesenian tradisional yang sudah lama berkembang dan dilestarikan masyarakat setempat.

AMLAPURA, NusaBali
"Gebug api, sesungguhnya inovasi dari Gebug Seraya. Sengaja saya memunculkan gebug api, agar Gebug Seraya bisa lebih terangkat namanya. Supaya gebug sebagai kesenian tradisional Seraya bisa lebih terkenal," ujar Pendiri Sanggar Seni Tridatu Komang Nisma di Seraya Barat, Kamis.

Pada hampir setiap pementasan gebug api, penonton terkesima melihat atraksi api yang menyala berkobar-kobar di tengah panggung pertunjukkan. Nyala api itu berasal dari sumbu yang diberi minyak tanah.

Namun tidak bisa sembarang sumbu yang digunakan, melainkan khusus didatangkan dari Selandia Baru. Kelebihan sumbu itu adalah ketika minyak tanah sudah habis, maka api otomatis mati. Jadi api tidak sampai membakar sumbu itu.

Sumbu itu sengaja dipesan secara khusus, dengan lebar lima sentimeter dan panjang satu meter. Harganya mencapai Rp500 ribu per meter.

Lebih lanjut Nisma menyatakan, ketika pertama kali mendirikan sanggar kesenian, bukan gebug yang diajarkan kepada warga sekitar. Justru dirinya melatih anak-anak muda berlatih genjek pada tahun 1996.

Genjek merupakan kesenian yang dilakukan oleh sekelompok laki-laki yang duduk melingkar dengan posisi bersila. Mereka menyanyi dengan musik mulut, diiringi tarian di tengah lingkaran, disertai gerakan tangan yang atraktif.

Barulah pada tahun 2005, sanggar pun mulai mengaktifkan Gebug Seraya yang disambut antusias penduduk. Berniat lebih mempopulerkan kebudayaan setempat, maka Nisma memodifikasi kesenian dengan menampilkan gebug api.

"Kami biasa tampil di berbagai hotel di Bali. Baru-baru ini kami juga pentas di Festival Senggigi-Lombok Barat. Honor yang kami terima berkisar Rp2,5 juta - Rp5 juta. Bila menerima lebih dari itu, maka jumlah pemain ditambah dan atraksi lebih marak," ujar Nisma.

Sementara itu, salah satu pemain gebug api, I Gede Mudarsa menyebutkan, kesenian ini biasanya dimainkan antara 20 hingga 30 orang. Dua orang penari wanita, sisanya adalah pemain laki-laki. "Awalnya kami takut berlatih gebug api, tapi setelah pelatih menjelaskan teorinya dan praktik langsung, perlahan-lahan rasa takut itu hilang. Namanya main dengan api, tentu ada saja resikonya," ucap Mudarsa.

Dikatakan Mudarsa, gebug sebenarnya terbagi atas gebuk asli, kreasi dan gebug led. Kalau berpentas untuk even khusus, sanggar biasanya akan memainkan lakon peperangan antar-prajurit dengan durasi satu jam lebih.

Kemunculan gebug api, baru berlangsung sekitar dua atau tiga tahun silam. Pembentukan gebug api sebagai pembaharuan dari kesenian di Seraya. Meski demikian, tetap tidak menyimpang dari pakem-pakem gebug yang selama ini berkembang di masyarakat. 7 ant

Komentar