nusabali

Buntut Kasus ‘Pernikahan’ Gay di Hotel Kawasan Ubud, Bupati Bharata Panggil Pelaku Wisata

  • www.nusabali.com-buntut-kasus-pernikahan-gay-di-hotel-kawasan-ubud-bupati-bharata-panggil-pelaku-wisata

Pertemuan ratusan pelaku wisata ini digelar dengan tujuan untuk menyatukan persepsi menyikapi kasus ‘pernikahan’ gay. "Ini (penodaan simbol-simbol agama, Red), sama dengan aksi terorisme yang tidak kelihatan. Ini menteror secara psikis."

GIANYAR, NusaBali
Bupati AA Gde Agung Bharata dan Kapolres Gianyar AKBP Farman SH SIK MK kumpulkan sekitar 200 pelaku wisata di Kantor Bupati Gianyar, Selasa (22/9). Hal ini dilakukan menyusul heboh kasus ‘pernihakan’ sesama jenis laki-laki (gay) di Hotel Four Seasons kawasan Desa Sayan, Kecamatan Ubud, Gianyar, Sabtu (12/9) malam.
Ratusan pelaku wisata yang dihadirkan dalam pertemuan tertutup di Kantor Bupati Gianyar, Selasa kemarin, sebagian merupakan pemilik akomodasi wisata dan restoran. Ketua Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) Kabupaten Gianyar, AA Alit Asmara, juga dihadirkan bersama Ketua PHDI Gianyar I Gusti Agung Mangku Adiartha, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Gianyar Tjokorda Parta Sunya, hingga Ketua BPC PHRI Gianyar Tjokorda Ichiro Sukawati. 

Pertemuan ratusan pelaku wisata ini digelar dengan tujuan untuk menyatukan persepsi menyikapi kasus ‘pernikahan’ gay antara Joe Tully, 52 (asal Amerika Serikat) dan Tiko Mulya, 41 (asal Bogor, Jawa Barat) di Hotel Four Seasons, Desa Sayan. Dalam pertemuan kemarin, Bupati Agung Bharata sekaligus menyerahkan Surat Edaran (SE) Nomor: 300/2534/Bid.I/BKPL/2015. 
SE Bupati Nomor: 300/2534/Bid.I/BKPL/2015 ini menekankan dua poin penting. Pertama, para pelaku wisata yang melakukan kegiatan dan menggunakan simbol-simbol agama, dresta, dan budaya agar dikomunikasikan dan dikoordinasikan kepada Perbekel/Lurah dan desa pakraman setempat, paling lambat 7 hari sebelum pelaksanaan. Kedua, antisipasi dan pencegahan terhadap kemungkinan pelecehan agama, dresta, dan budaya yang berdampak negatif terhadap ketenteraman dan ke-tertiban masyarakat. “Kami tidak ingin kejadian Karma Cleansing (ritual malukat gay) itu terulang. Mari kita samakan persepsi,” tandas Bupati Agung Bharata. 

Bupati Agung Bharata menegaskan, kasus panglukatan ala Hindu yang oleh masyarakat luas disebut pernikahan gay di Hotel Four Seasons, Desa Sayan itu sudah sa-ngat mencoreng citra pariwisata Gianyar. Kejadian tersebut mesti disikapi serius oleh semua pihak. ”Paket wisata yang mengatasnamakan agama jangan sampai ada, apalagi mengkomersialkan agama. Ini dosa besar,” tegas Bupati yang juga tokoh Puri Agung Gianyar ini.
Menurut Bupati Agung Bharata, pihaknya sudah menempuh upaya niskala terkait kasus ‘pernikahan’ gay di hotel ini. Berdasarkan nunas baos (mohon petunjuk) kepada dua sulinggih di Gianyar, disimpulkan ritual yang dipuput seorang pamangku tersebyt telah menggangu stabilitas jiwa dan kesucian Bali, karena menggunakan simbol Hindu. 

Ada pun dua sulinggih yang sebelumnya didatangi Bupati Agung Bharata bersama kapolres Gianyar AKBP Farman, masing-masing Ida Pedanda Gde Made Gunung (sulinggih dari Griya Gede Purnawati, Desa/Kecamatan Blahbatuh, Gianyar) dan Ida Pedanda Wayahan Bun (sulinggih dari Griya Sanur, Desa Pakraman Pejeng, Ke-camatan Tampaksiring, Gianyar).
Berdasar petunjuk sulinggih tersebut, kata Bupati Agung Bharata, pihaknya mengajak masyarakat menempatkan agama Hindu dan budaya Bali di posisi yang pantas. ”Ini (penodaan simbol-simbol agama, Red), sama dengan aksi terorisme yang tidak kelihatan. Ini menteror secara psikis. Lama-lama akan menjadi kebiasaan yang dianggap wajar, hingga justru akan menistakan budaya itu sendiri,” katanya.
Bupati Agung Bharata pun menginstruksikan Dinas Pariwisata Gianyar untuk segera memonitor segala jenis paket wisata. Pihaknya tak segan akan menindak pelaku wisata yang paket wisatanya menggunakan simbol-simbol agama. Untuk menguatkan payung hukum tersebut, Bupati Agung Bharata tengah menyiapkan konsep Peraturan Bupati (Perbup) yang akan ditelorkan menjadi Peraturan Daerah (Perda). Konsep Perbup ini memadukan unsur hukum positif dan hukum adat.

Sementara itu, Kapolres Gianyar AKBP Farman mengingatkan para pelaku wisata dan masyarakat agar tidak terlena dengan situasi keamanan yang sedang kondusif di daerahnya. Seluruh komponen diminta untuk melek terhadap potensi ancaman yang terjadi. Sebab, di tengah situasi aman tersebut, pasti ada pihak-pihak yang mengintip celah untuk berbuat kekacauan. “Kekacauan kini bukan lagi dengan perang senjata, namun perang ideologi, politik, sosial, budaya, dan agama,” tandas Kapolres Farman.

Menurut Kapolres, kasus ‘pernbikahan’ gay yang dipuput seorang pamangku ini sudah sangat jelas akan menimbulkan image buruk terhadap agama Hindu dan budaya Bali. Orang luar akan mencemooh Bali sebagai tempat yang menghalalkan sesuatu yang dilarang agama. Hal ini akan jadi pintu masuk bagi kelompok garis keras untuk memanfaatkan celah dan menyebarkan ajaran-ajaran yang menyesatkan. “Maka itu, masyarakat dan segala komponennya harus satukan barisan mencegah semua,” katanya.

Sedangkan Ketua BPC PHRI Gianyar, Tjokorda Ichiro Sukawati, berharap pemerintah, MMDP, PHDI, dan unsur lainnya agar bekerjasama menguatkan sinergi dalam melestarikan adat dan budaya di daerahnya. Menurut dia, kasus ‘pernikahan’ gay mesti disikapi dengan bijak, supaya tidak menimbulkan persepsi yang negatif. Pihaknya akan berkoordinasi dengan seluruh stakeholder dalam membentuk suatu kebijakan khusus terkait layanan-layanan yang diberikan dalam komoditas pariwisata di Gianyar. ”Kami di PHRI tentu akan membahas masalah ini supaya tidak terulang lagi di tempat lainnya,” ujarnya. 

Komentar