nusabali

Warga Dua Desa Kembalikan Hutan

  • www.nusabali.com-warga-dua-desa-kembalikan-hutan

Tindakan itu sama dengan illegal logging, karena kayu hutannya juga dicuri.

Terkait Perambahan Hutan Negara

SINGARAJA, NusaBali
Warga dari dua desa bertetangga yakni Desa Sepang dan Desa Sepang Kelod, Kecamatan Busungbiu, Buleleng, sepakat mengakhiri perambahan hutan negara. Mereka juga mengembalikan fungsi hutan dan merehabilitasi kerusakan hutan.

Kesepakatan itu diambil dalam rapat menyikapi temuan maraknya perambahan hutan negara di kawasan Desa Sepang dan Desa Sepang Kelod. Pertemuan difasilitasi Camat Busungbiu Made Sudama Diana, menghadirkan Ketua Komisi II DPRD Buleleng Putu Mangku Budiasa bersama anggotanya, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Bali Barat Nyoman Serakat, Kepala Seksi (Kasi) Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Bali I Made Natia, Perbekel Sepang Agung Mahardika, Perbekel Sepang Kelod Gede Witra, dan sejumlah tokoh masyarakat dari kedua desa.

Dalam pertemuan itu kembali terungkap, jika perambahan hutan di perbatasan kedua desa yakni Desa Sepang dan Sepang Kelod, masih berlangsung. Tindakan itu sama dengan illegal logging karena kayu hutan hasil perambahan dicuri. Sedangkan lahan yang telah kosong, dijadikan kebun kopi, coklat dan tanaman sejenis lainnya. Sehingga alih fungsi hutan tersebut diyakini dapat memicu banjir bandang dan longsor suatu saat.

Namun aksi perambahan dan penguasaan lahan hutan tersebut diduga dipicu, produksi dari kebun kopi, coklat dan tanaman sejenis lainnya telah memberikan nilai ekonomi yang tinggi bagi warga. Disamping itu, tindakan aparat kepolisian hutan terhadap oknum perambah hutan dinilai juga kurang tegas.

Menurut salah seorang tokoh masyarakat Putu Setiawan, perambahan hingga penguasaan hutan terjadi akibat lemahnya pengawasan dari aparat penengak hukum. Sehingga, sangsi tegas terhadap oknum pelaku perambah dan penguasaan hutan tidak pernah memberikan efek jera. “Karena pengawasan lemah, ini akan terus terjadi dan penguasaan hutan akan terus terjadi. Petugas harus tegas mengawasi dan memberikan sangsi, sehingga ada efek jera dan warga tidak akan berani kembali menanam kopi atau kakao di atas tanah hutan negara,” tegasnya.

Kepala KPH Bali Barat Nyoman Serakat mengakui pengawasan tidak maksimal karena jumlah personel dengan luas areal hutan yang diawasi tidak sebanding. Petugas yang patroli ke lapangan kalah cepat dengan oknum pelaku perambah hutan. Masalahnya setiap kali patroli, petugas tidak pernah menemukan pelakunya di dalam hutan. Bahkan mencari barang bukti seperti alat perambah hutan juga sulit ditemukan. “Kalau illegal loging dan penanaman tanaman non kayu di kawasan hutan ini masih banyak kita temukan. Khusus untuk tanaman seperti kopi dan kakao itu memang dari dulu dan hasilnya cukup menggiurkan. Tapi saat kita cek ke lokasi, kita hanya temukan tanaman kopi atau kakau, siapa pemiliknya kami juga tidak tahu,” terangnya.

Nah, dalam pertemuan tersebut disepakati kembalikan fungsi hutan dengan merehabilitasi kerusakan yang terjadi. Warga bersedia tanam pohon kayu yang akan disiapkan oleh KPH. Disamping itu warga juga akan membersihkan tanaman kopi dan coklat di areal hutan negara. Rehabilitasi itu dilakukan saat musim penghujan tiba nanti, secara bertahap. “Tidak bisa kita langsung bersihkan semuanya, karena kalau dibersihkan sekaligus bisa saja terjadi longsor. Kita tangani bertahap dan begitu tanaman non kayu sudah dibersihkan itu langsung diganti dengan bibit kayu,” kata Kepala KPH Bali Barat Nyoman Serakat.

Ketua Komisi II DPRD Buleleng Putu Mangku Budiasa meresa lega dengan kesepakatan tersebut. Lebih penting lagi, agar Pemprov Bali membagi kewenangan dengan Pemkab, soal pengelolaan hutan, kendati kewenangan itu ada sepenuhnya di Pemprov Bali. “Kita minta kewenangan provinsi dalam mengawasi dan mengelola hutan dibagi dengan Pemkab. Saya yakin jika masyarakat diberdayakan dengan memberi izin hak pengelolaan hutan desa, seperti tujuh desa yang sudah dapat, maka aksi pengrusakan hutan akan bisa dihentikan,” tegasnya. 7 k19

Komentar