nusabali

Rekonstruksi Mandolin Agar Tetap Eksis

  • www.nusabali.com-rekonstruksi-mandolin-agar-tetap-eksis

Mandolin sempat hilang pada tahun 1991. Kemudian pada 2010 alat musik ini direkonstruksi dan terbentuklah sekaa mandolin, Bungsil Gading, di Desa Pupuan, Tabanan.

DENPASAR, NusaBali
Nuansa budaya Bali dengan Tionghoa berpadu harmonis di Kalangan Ayodya Taman Budaya Bali di Denpasar, Senin (25/7) malam, mengisi ajang Bali Mandara Mahalango III. Harmonisasi itu dipadukan dalam bentuk musikalisasi musik antara musik klasik mandolin, yakni musik kesenian khas Desa Pupuan, Kecamatan Pupuan, Tabanan, dengan alat musik tradisional Bali serta sentuhan musik modern.

Tidak hanya itu, Sekaa Mandolin Bungsil Gading yang pentas Senin malam itu juga mendekorasi panggung sedemikian rupa. Beberapa lampion sengaja digantung untuk memberikan nuansa Tionghoa. Kesenian Mandolin sebenarnya adalah alat musik China yang ditinggalkan pada zaman penjajahan Jepang.

Di Desa Pupuan, kesenian mandolin muncul sekitar tahun 1930-an pertama kali dibawa oleh seorang warga China yang merupakan teman Pan Sekar dari Desa Temukus, Buleleng. Akan tetapi, bentuknya tidaklah seperti mandolin yang sekarang ini. Kala itu mandolin masih alat musik petik sejenis kecapi. Atas jasa mendiang I Ketut Lastra atau yang lebih akrab dipanggil Pan Sekar, mandolin diubah bentuk dan cara memainkannya menjadi mandolin seperti sekarang.

Menurut Koordinator Sekaa Mandolin Bungsil Gading Gede Made Wiartawan, sejak tahun 1930-an, keberadaan mandolin mengalami pasang surut, hingga akhirnya sempat hilang pada tahun 1991. Kemudian pada 2010 alat musik ini direkonstruksi dan terbentuklah sekaa mandolin yang bernama Bungsil Gading.

“Agar memiliki nuansa kekinian, kami menambahkan beberapa alat musik lainnya sebagai pelengkap, seperti beberapa alat musik tradisional Bali dan alat musik modern turut melengkapi instrumen ini. Beberapa alat musik yang melengkapinya seperti kendang, kecek, calung, suling, gong pulu, gitar, bass, dan jimbe,” ujar Wiartawan.

Bangkitnya kembali kesenian mandolin, menurutnya perlu didukung ruang pentas yang lebih luas, tidak sekadar untuk ngayah di pura. Sebab pihaknya berpikiran, agar seni bisa membawa kesejahteraan bagi seniman, di samping keberadaan utamanya sebagai pelengkap upacara. Karena itulah, pihaknya merekonstruksi kesenian mandolin menjadi lebih inovatif sehingga menjadi seni kolaborasi yang berbeda dengan yang lain.

“Jadi enak, bisa dipentaskan ke acara perkawinan, tiga bulanan, otonan, dan lainnya. Dari sana kesejahteraan seniman juga bisa terpenuhi, selain tugas utamanya ngayah di pura. Sebab tak bisa kita pungkiri juga masalah ekonomi,” katanya.

Alhasil, kesenian mandolin yang telah direkonstruksi berhasil tampil maksimal. Beberapa sajian pun tampaknya memikat hati penonton yang mendengarkan alunan melodi-melodi hasil kolaborasi beberapa alat musik itu. Malam itu, mereka membawakan beberapa tabuh di antaranya tabuh Pegecet, lagu Mejangeran, lagu Tian Liu, lagu Padu Rasa, Tabuh Rarejangan, tabuh Gubuh Semeng, tabuh Nu Nik (nu cenik), dan Tien Mi Mi. Selain itu, juga ditampilkan tarian maskot Kabupaten Tabanan, Tari Bungan Sandat Serasi. * i

Komentar