Lontar Tercecer, Unud Siap Merawat
Hari Raya Saraswati merupakan suatu penghormatan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang bermanifestasi sebagai Dewi Saraswati atas turunnya ilmu pengetahuan sebagai bekal manusia dalam menjalani kehidupan.
DENPASAR, NusaBali
Mengingat begitu pentingnya ilmu pengetahuan, maka seringkali leluhur orang Bali menuliskannya ke dalam lontar. Terkait lontar, warisan adiluhung itu kini masih tersimpan rapi di sejumlah lembaga di Bali maupun luar Bali. Salah satunya, yakni Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perpustakaan Lontar Universitas Udayana. Namun lontar juga diperkirakan masih banyak yang tercecer alias belum didokumentasikan dengan baik.
Ketua UPT Perpustakaan Lontar Universitas Udayana, I Gde Nala Antara saat ditemui di ruang kerjanya, Sabtu (29/11) mengatakan, leluhur Bali telah menuliskan puluhan ribu lontar yang diwariskan kepada generasi Bali saat ini.
Nala mengungkapkan, saat ini terdapat lebih dari 10.000 lontar di Bali yang tersebar di beberapa tempat, antara lain UPT Perpustakaan Lontar Universitas Udayana, Pusat Dokumentasi, Gedong Krtya, Unhi, Universitas Dwijendra, dan beberapa lembaga lainnya. Namun diakuinya, masih banyak lontar-lontar 'tercecer' di masyarakat yang belum terdata.
"Belum lagi yang transmigrasi. Ketika dulu orang Bali transmigrasi, dia punya warisan dari panglingsir (leluhurnya) dan otomatis dibawa ke tempat transmigran. Selain itu, lontar Bali juga disimpan di Netherlands, Belanda, Universitas Indonesia (UI), Museum Sasono Budoyo Jogjakarta, Keraton Solo, Museum Radian Pustaka Solo, dan Museum NTB di Lombok," ujar Nala. Nala mengungkapkan, saat melakukan sosialisasi terkait latihan penelitian mendata lontar yang ada di masyarakat sekaligus membantu perawatan lontar tersebut, terkadang masyarakat enggan memberikan untuk membaca atau mengetahui isi lontar itu.
"Keluarga tertentu di suatu desa, yang biasanya di sanggah-sanggah mereka disimpan dalam bentuk purana dan prasasti. Kadang mereka tidak memperbolehkan membaca lontar tersebut. Mereka beralasan hal itu disakralkan. Meski demikian, kita juga harus menghormati hal tersebut, karena merupakan warisan keluarga," imbuh Nala. Lontar yang tercecer ini terlebih isinya yang begitu penting, kata Nala, dikhawatirkan akan seperti kasus tari Pendet yang sempat diklaim milik negara lain. Karena itu Nala menginformasikan, siapapun masyarakat pemilik lontar Bali yang memang jika tidak mampu merawat lontar yang dimiliki, bisa dititipkan di UPT Perpustakaan Lontar dan akan ditempatkan khusus sebagai lontar milik masyarakat.
"Kami akan rawat lontar tersebut, namun hak milik tetap masyarakat yang memilikinya. Daripada lontar tersebut terbengkalai dan dimakan nget-nget (rayap), lebih baik dipelihara di sini (UPT)," ujarnya.
Komentar