Generasi Muda Dominasi Sastra Bali Modern
Kepesertaan Lomba Sastra Saraswati Sewana
Sastra Bali Modern
Sastra Bali Modern (SBM)
Sastra Bali Klasik
Sastra Bali
Sastra Saraswati Sewana
Pamarisuddha Gering Agung
Karena menulis karya sastra Bali modern puisi tak terikat pada uger-uger atau pakem ketat, sebagaimana pada sastra Bali klasik.
GIANYAR, NusaBali
Ajang ekspresi penulisan kreasi sastra bertajuk ‘Sastra Saraswati Sewana, Pamarisuddha Gering Agung, digelar Yayasan Puri Kauhan, Desa Adat Ubud, Kelurahan/Kecamatan Ubud, Gianyar, sedang memasuki tahap penjurian. Data dari batas akhir penyerahan karya lomaba pada Minggu (1/8), tercatat ada 344 karya yang diterima oleh panitia.
Karya-karya tersebut terdiri dari 172 karya puisi atau 50 persen, separuhnya lagi berupa 52 karya cerpen, 37 karya satua Bali, 51 karya geguritan, 17 karya kidung, dan 15 karya kekawin. Data ini menyuguhkan beberapa pesan ‘citra kesusastraan’ Bali terkini. Antara lain, karya sastra modern jenis puisi maish didominasi para peserta, terutama kalangan generasi muda. Ada asumsi bahwa kalangan anak muda yang lebih banyak menjadi peserta lomba penulisan puisi, karena menulis karya sastra Bali modern puisi tak terikat pada uger-uger atau pakem ketat, sebagaimana pada sastra Bali klasik.
Pakem ketat dimaksud terdapat dalam penulisan karya sastra geguritan, kidung, lebih-lebih kakawin. Uger-uger dimaksud, misal untuk penulisan pupuh tertentu, wajib mentaati pada lingsa (jumlah baris dalam satu bait pupuh). Selain itu, wajib ada guru wilang (jumlah suku kata tiap baris pupuh), guru ding dong (huruf vocal suku kata terakhir pada tiap baris pupuh). Sedangkan dalam penulisan puisi tak mesti berpakem tersebut. Karena puisi lebih menekankan aspek diksi puitik, estetik, rima, dan hal lain yang dianggap penting.
Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud AA GN Ari Dwipayana menyebutkan, ada harapan besar atas keberlanjutan sastra Bali ke depan. Karena sebagian besar yang mengumpulkan karya sastra ini adalah segmen anak-anak muda.
Anak-anak muda lebih memilih berkarya sastra Bali modern baik puisi (172) dan cerpen (52). Hanya saja data kepesertaan lomba dimaksud tak diperkuat dengan hasil pembacaan tingkat umur melalui KTP peserta.
Meski belum mengelompokkan umur peserta lomba, Ari Dwipayana menyatakan optimis setelah ‘melihat’ antusiasme anak muda yang berkarya sastra klasik. ‘’Meskipun tdk semua anak muda tapi karya anak muda di satua Bali (37), geguritan (51), kidung(17) dan kekawin (15), cukup terlihat,’’ jelas Koordinator Staf Khusus Presiden RI ini.
Dia juga merasakan apresiasi ini melahirkan kejutan atas munculnya karya baru pada jenis kakawin dan kidung. Karya baru ini menjadi tanda bahwa penciptaan karya sastra klasik tidak pernah berhenti pada generasi kekinian. ‘’Peserta lomba ini bukan hanya dari Bali. Banyak peserta merupakan diaspora Bali yang tinggal di Banten, Yogyakarta, Jakarta, Manado, dan daerah-daerah di luar Bali,’’ ujar dosen Universitas Gadjah Mada Jogjakarta asal Kelurahan/Kecamatan Ubud ini.
Ari Dwipayana menyebut kategori lomba ini telah mewakili perkembangan sastra Bali, baik klasik sampai modern. Dia mengakui, anak-anak muda lebih familiar dengan sastra Bali modern. Jenis sastra ini juga lebih popular di kalangan anak muda. Penyebab lain, ajang sastra Bali modern lebih berkembang, ditandai banyak blog dan situs yang mengangkat sastra Bali modern.
‘’Yang biasanya sulit adalah uger-uger sastra Bali klasik, terutama Kidung dan Kekawin. Tapi itu sudah dibantu dengan workshop dan pelatihan, dalam ajang ini. Sehingga kemampuan berkarya semakin baik,’’ jelasnya.
Ari Dwipayana mengatakan awalnya khawatir dengan minat masyarakat pada penciptaan karya sastra klasik. Namun, dari data kepesertaan ini, kekhawatiran tersebut telah terjawab.
Pengumuman pemenang akan dilakukan bertepatan dengan HUT Kemerdekaan RI, 17 Agustus 2021 mendatang. Penyerahan hadiah akan diselenggarakan pada Hari Suci Saraswati, 28 Agustus 2021.7lsa
1
Komentar