Ayu Saraswati Tawarkan Program Asitaone bagi Anggota Asita Bali
DENPASAR, NusaBali.com - Industri travel agent atau perjalanan wisata bukan hanya menghadapi pandemi, namun tantangan berat yang dihadapi juga berasal dari aplikasi perjalanan wisata berbasis digital.
Melawan keberadaan aplikasi tersebut sangat mustahil karena keberadaanya didukung oleh pendanaan kuat. Selain itu, di era sekarang semua serba digital sehingga metode digital juga sangat diminati oleh wisatawan karena lebih cepat dan transparan.
Melihat kondisi ini, Putu Ayu Astiti Saraswati, owner dan CEO Toya Yatra Travel ini menawarkan sebuah solusi untuk dapat beradaptasi dengan situasi yang terjadi sekarang. Solusi yang ditawarkan sejalan dengan program Kemenparekraf untuk memperkuat kerangka pembangunan kelembagaan kepariwisataan sebagai modal utama mendorong peran lembaga lebih efektif.
Kandidat Ketua DPD Asita Bali 2021-2026 ini menawarkan aplikasi yang berisikan database anggota Asita Bali secara terperinci yang disebut dengan Asitaone. Dalam database tersebut semua anggota Asita Bali dimasukkan, termasuk travel agent kecil-kecil.
“Mereka yang kecil-kecil ini kan kesusahan membangun infrastruktur digital, karena modalnya sangat besar. Beda dengan travel agent besar mereka bisa membuat sendiri. Nah di Asitaone ini coba kita masukkan,” tutur Ayu Saraswati, Jumat (13/8/2021).
Dengan keberadaan Asitaone ini, semua database dengan mudah dikumpulkan. Menurut alumnus Monash University Melbourne, Australia ini, era sekarang adalah era adaptif serta database. Keberadaan data sangat mutlak diperlukan untuk pengambilan keputusan yang membutuhkan kecepatan.
“Dalam Asitaone, data ini akan lebih mudah dikumpulkan sehingga ketika ada kebutuhan seperti penanganan krisis seperti sekarang bisa dilakukan dengan cepat,” kata Ayu Saraswati.
Digitalisasi lain yang ditawarkan adalah Asitaone Integrated Marketing Services (IMS). Jadi ini semacam wadah untuk anggota yang mereka tidak memiliki sumber dana besar untuk misalnya bagaimana memasarkan lewat media sosial, atau bahkan masalah fotografer dan videografer dalam membuat konten pemasaran.
“Kami fasilitasi. Jadi nanti kita berikan wadahnya. Sebenarnya pelaku travel agent sekarang kan sudah menjalankan, hanya saja kadang ada yang bagus sekali dan ada yang tidak bagus sekali. Nah kita mengajak yang hasilnya belum bagus itu terutama anggota kita untuk fasilitasnya,” jelas satu-satunya Srikandi yang maju dalam perebutan Asita Bali ini.
Masih terkait digitalisasi, tawaran terakhir yang dia lontarkan kepada Asita adalah Asitaone Training Center. Ini semacam fasilitas pelatihan dalam hal informasi teknologi hingga ecommerce. Tujuan utama dari semua gebrakan ini supaya semua pelaku usaha travel agent khususnya member Asita Bali semakin adaptif dan kompetitif. Persaingan ke depan semakin ketat jadi saatnya untuk bersinergi. “Bahasa kerennya sharing ekonomi,” jelasnya.
Digitalisasi tersebut diyakini akan memperkuat citra Bali sebagai destinasi wisata aman, nyaman dan berdaya saing. Dengan adanya kemudahan infrastruktur digital di Asita Bali, otomatis membantu pencitraan positif dan terinformasikan secara luas, untuk mendorong wisatawan memiliki minat dan motivasi berkunjung ke Bali.
Dia menekankan dalam Rencana Strategis Kemenparekraf 2020-2024 diungkapkan bahwa salah satu permasalahan dalam pengembangan industri pariwisata adalah sinergi antar mata rantai usaha pariwisata yang belum optimal. Keberadaan Asitaone diharapkan menjadi jembatan untuk menjadikan mata rantai usaha pariwisata di Bali tersinergi dengan baik. *
Komentar