Cegah Aksi Pangawen, Desa Adat Rancang Perlindungan Hutan
NEGARA, NusaBali
Ngawen seperti sudah menjadi tradisi bagi masyarakat pinggir hutan di Kabupaten Jembrana. Aksi pembabatan hutan untuk dialihfungsikan sebagai lahan perkebunan ini membuat pusing pejabat pengawas hutan.
Karena ngawen tak sebatas alih fungsi, namun juga merusak kawasan hutan di bagian pinggir. Guna menyelamatkan kawasan hutan dari tindakan pengawen, pihak Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Jembrana berencana menjalin nemorandum of understanding (MoU) atau nota kesepahaman dengan Dinas Kehutanan dan Lingkuhan Hidup (KLH) Provinsi Bali. Dalam rancangan MoU tersebut, direncanakan kerjasama membuat zona pemanfaatan tanpa harus menganggu tanaman hutan yang sudah ada.
Bendesa Madya (MDA) Jembrana I Nengah Subagia, Jumat (13/8), mengatakan, selama ini belum ada desa adat penyanding hutan di Jembrana yang mempunyai aturan adat untuk mencegah pengawen. Namun dari MDA Jembrana sendiri melalui komunikasi dengan Dinas KLH Provinsi Bali, sudah membahas rencana membuat MoU yang dirancang menjadi solusi mencegah kerusakan hutan itu.
Sebulan lalu Subagia sudah bertemu dengan Kepala KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Bali Barat Dinas KLH Provinsi. Dia membahas rencana MoU tentang pengelolaan hutan supaya krama di sekitar hutan aktif berpartisipasi dalam memelihara hutan. "Artinya, dari rencnaa MoU itu, krama penyanding hutan juga bisa makan dengan memanfaatkan lahan hutan tanpa menganggu fungsi hutan," ucap Subagia.
Subagia menjelaskan untuk rencana MoU tersebut, masih disiapkan draft dari pihak Dinas LHK Bali. Di mana masih dipetakan batas zona hutan yang bisa dimanfaatkan krama penyanding hutan atupun teknis pemanfaatannya. Intinya, nanti krama penyanding hutan juga tetap dapat manfaat dan tetap menjaga fungsi hutan. Sistem pemanfaatannya bisa tumpang sari. ''Tanaman hutan jangan diganggu, di bawahnya mungkin bisa ditanam cabai. Jangan saja menanam tanaman yang menganggu tanaman hutan," ujarnya.
Menurut Subagia, jika sudah ada MoU, tentunya dari pihak desa adat penyanding hutan diharapkan membuat aturan adat untuk mempertegas kerjasama tersebut. Untuk aturan adat itu, tidak harus sama. Namun disediakan karakter di wilayah masing-masing. "Disesuaikan karakter banjar atau desa penyanding hutan itu sendiri. Karena tidak semua masyarakat penyanding hutan jadi pengawen. Di beberapa wilayah juga kita lihat masyarakatnya sudah mulai sadar agar memanfaatkan hutan tidak harus merusak hutan itu sendiri," ucap Subagai yang juga Bendesa Adat Baler Bale Agung di Kelurahan Baler Bale Agung, Kecamatan Negara ini.
Selaku Bendesa Madya, Subagia menyambut baik adanya rencana kerjasama untuk penyelamatan hutan itu. Rencananya, dia akan kembali berkoodinasi ke pihak Dinas KLH Bali untuk mengejar rencana MoU bersama desa adat tersebut. "Nanti saya akan tindaklanjuti. Sebelum ditantangani, nanti kita kan lihat draft-nya dan koordinasikan ke para bendesa adat penyanding hutan," pungkasnya.*ode
1
Komentar