HUT Kota Negara, Bupati Tamba Ngamedalang Jaran Duwe
NEGARA, NusaBali
Ada momen spesial saat peringatan HUT ke-126 Kota Negara, 15 Agustus 2021 kemarin.
Usai persembahyangan di Pura Ulun Pecangakan yang berada di sebelah utara Stadion Pecangakan Jembrana, Bupati I Nengah Tamba ngamedalang (mengeluarkan) dan menunggangi jaran petak (kuda putih) duwe pura. Kemudian, jaran petak itu ditunggangi Bupati Nengah Tamba menuju lokasi puncak perayaan HUT Kota Negara di areal Pura Jagat Natha Jembrana.
Jaran petak yang diberi nama ‘Banu Rana’ ini baru pertama kali ditunggangi seorang Bupati Jembrana. Selama ini, belum pernah ada Bupati Jembrana yang menunggangi jaran petak duwe Pura Ulun Pecangakan tersebut. Jaran petak Banu Rana itu sendiri dipercaya sebagai simbol linggih (tunggangan, Red) Ida Bhatara Ulun Pecangakan.
Dalam perjalanan menunggangi jarah putih, Minggu (15/8), Bupati Nengah Tamba didampingi sejumlah pengiring dengan busana khusus. Wakil Bupati Jembrana, I Gede Ngurah Patriana Krisna (Ipat), Ketua DPRD Jembrana Ni Made Sri Sutharmi, Penjabat Sekda Kabupaten Jembrana I Made Budiasa, dan sejumlah Pimpinan OPD Pemkab Jembrana juga ikut mengiringi.
Bupati Nengah Tamba mengatakan, kehadiran duwe Pura Ulun Pecangakan yang berupa jaran petak dalam perayaan HUT Kota Negara ini membawa makna tertentu. Sesuai dengan kisah panglingsir di Jembrana, keberadaan jaran petak ini juga bertalian dengan sejarah Kerajaan Pecangakan.
Dikisahkan, Kerajaan Pecangakan di Jembrana sebelumnya merupakan sebuah kerajaan yang aman dan sentosa di bawah kepemimpinan Raja I Gusti Ngurah Gde Pecangakan, yang memiliki tunggangan jaran petak bernama Banu Rana. Namun, situasi itu tidak berlangsung lama, karena kemudian terjadi kesalahpahaman.
Terungkap, jaran petak Banu Rana tunggangan Raja Pecangakan sudah lama ingin dikuasai oleh adiknya, I Gusti Ngurah Bakungan. Suatu hari, I Gusti Ngurah Bakungan sempat mengundang sang kakak untuk bersilaturahmi ke Kerajaan Bakungan. Saat diundang itu, Raja Pecangakan sempat memiliki prasangka buruk akan dijebak oleh adiknya yang hanya ingin menguasai jaran petak Banu Rana.
“Karena ada prasangka buruk, Raja Pecangakan sempat menitipkan pesan kepada keluarganya: kalau hanya kudanya yang kembali, artinya raja telah dibunuh dan meminta para keluarga bunuh diri serta menyerang Kerajaan Bakungan,” papar Bupati Tamba.
Tetapi, lanjut Bupati Tamba, prasangka buruk tidak jadi kenyataan. Saat berada di Kerajaan Bakungan, Raja Pecangakan ini disambut meriah tanpa ada niat jahat dari Raja Bakungan, yang juga menyadari kekeliruannya karena sempat ingin memiliki jaran petak Banu Rana milik kakaknya.
Di tengah-tengah kemeriahan sambutan di Kerajaan Bakungan itu, jaran petak Banu Rana yang sempat ketakutan melihat para jagal mengadakan penyembelihan berbagai binatang, lepas kendali dan kabur dari kandang. Jaran petak juga sempat menggulingkan badannya di atas ceceran darah binatang yang disembelih. Dengan kondisi berlumuran darah, jaran petak Banu Rana langsung kabur dan kembali ke Kerajaan Pecangakan.
“Saat kuda kembali dengan berisi darah itulah, terjadi kesalahpahaman. Akhirnya, seluruh keluarga Kerajaan Pecangakan bunuh diri. Dari Kerajaan Pecangakan juga menyerang ke Kerajaan Bakungan. Setelah itu, akhirnya terjadi perang saudara dan kedua kerajaan sama-sama runtuh,” kisah Bupati Tamba.
Nah dari sekilas cerita tersebut, Bupati Tamba mengaku sengaja ngemedalang jaran petak Banu Rana dalam peringatan HUT ke-126 Kota Negara ini, dengan harapan masyarakat Jembrana dapat guyub (rukun). “Sengaja saya hadirkan dan saya tunggangi langsung kudanya, dengan harapan di Jembrana muncul energi positif. Mulai saat ini, saya berharap tidak ada lagi pisuna (fitnah) ataupun kesalahpahaman. Mari kita guyub, bahu membahu untuk memajukan Jembrana dengan harapan Jembrana Kembali Jaya,” tegas Bupati asal Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Jembrana ini.
Selain ritual Bupati Tamba tunggangi jaran petak Banu Rana, dalam puncak perayaan HUT Kota Negara kemarin juga dilaksanakan pemotongan tumpeng yang dihadiri jajaran Forkopimda Jembrana. Di sela-sela puncak peringatan itu, juga sempat dilaunching aplikasi untuk memudahkan bagi para siswa dalam proses belajar mengajar dengan tagline ‘Jah Melajah’.
“Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan ini menjadikan anak-anak kita sangat rindu untuk bertemu dengan teman-temannya, termasuk ingin bisa belajar bertatap muka di sekolah. Melalui aplikasi teknologi ‘Jah Melajah’ ini, kita harapan anak-anak bisa belajar di rumah masing-masing dengan interaktif dan materi bisa diulang melalui aplikasi tersebut,” kata Bupati yang juga mantan Ketua Komisi III DPRD Bali 2014-2019 dari Fraksi Demokrat ini.
Sementara itu, pamangku Pura Ulun Pecangakan, Jro Mangku I Ketut Warken, mengatakan selama beberapa kali pergantian Bupati di Jembrana, baru pertama kali simbol duwe Ida Bhatara Pura Ulun Pecangakan ini ditunggangi seorang bupati, yakni Bupati Tamba. “Duwe Ida niki mabiseka (bernama) Banu Rana, berasal dari kata banu (banyu) artinya air dan rana berarti sarana. Kocap, siapapun Bupatinya di Jembrana, semestinya pernah menunggangi jaran petak ini,” papar Jro Mangku Warken.
Menurut Jro Mangku Warken, simbol pelinggihan Ida Hyang di Pura Ulun Pecangakan ini juga dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam merana (wabah). Dari upaya nedunang duwe Pura Ulung Pecangakan ini, diharapkan bisa membawa kemakmuran dan pandemi Covid-19 dapat segera berlalu. “Ada kepercayaan kalau air kencing dari jaran petak ini bisa menyembuhkan berbagai penyakit,” katanya. *ode
1
Komentar