Bendesa Lelateng Digugat Krama
Krama protes karena Bendesa Putu Darmayasa Wisesa menggunakan dana Rp 55 juta untuk proyek parkir dan mengangkat Kepala Pasar Lelateng tanpa paruman adat.
NEGARA, NusaBali
Belasan krama Desa Pakraman Lelateng, Kelurahan Lelateng, Kecamatan Negara, Jembrana, ngelurug Kantor Desa Pakraman setempat, Senin (9/1). Mereka menggugat bendesa Putu Darmayasa Wisesa karena dinilai menyalahgunakan wewenang terkait kebijakan pengelolaan Pasar Lelateng.
Belasan krama berpakaian adat madya ini lebih dulu diterima Camat Negara Komang Agus Adinata dan Lurah Lelateng Kade Suardana sebelum dipertemukan dengan bendesa adapt Putu Darmayasa Wisesa. Pertemuan mediasi digelar di ruang pertemuan kantor Desa Pakraman Lelateng. Perwakilan krama langsung menuding Darmayasa Wisesa telah menyalahi wewenang sebagai bendesa adat.
Di antaranya mengenai kebijakan penggunaan angggaran desa pakraman senilai Rp 55 juta untuk proyek parkir di timur Pasar Lelateng serta menetapkan Kepala Pasar Lelateng tanpa melalui paruman desa. Sehingga menyimpang dari awig-awig desa pakraman. “Bendesa sudah melakukan byuta (onar) dengan tidak menjalankan awig-awig. Kami harap permasalahan ini segera disikapi dengan menggelar paruman desa,” ujar perwakilan krama, Wayan Ardana.
Mediasi berjalan alot. Pasalnya, Bendesa Darmayasa Wisesa selalu berusaha membela diri dengan menyatakan telah menjalankan kebijakan itu melalui rapat bersama pamucuk serta Kerta Desa. Namun alasan mengambil kebijakan bersama jajaran pengurus desa pakraman tidak dapat diterima para krama. Sebab mereka merasa tidak dianggap karena tidak diikutkan secara langsung. “Dalam awig-awig sudah jelas, keputusan tertinggi diambil melalui paruman desa melibatkan para krama. Kalau rapat dengan pamucuk dan Kerta Desa hanya untuk perencanaan, sebelum dibahas dalam paruman desa,” ujar Ardana, yang merupakan mantan anggota DPRD Jembrana ini.
Akhirnya, Bendesa Darmayasa Wisesa menyanggupi keinginan krama yakni menggelar paruman desa. Perwakilan krama memberi tenggat waktu satu bulan pasca pertemuan mediasi di kantor desa pakraman. Kesanggupan menggelar paruman desa juga sesuai saran Camat Negara agar permasalahan miss komunikasi itu tidak semakin meluas dan segera diselesaikan. Setelah ada kesepakatan, mediasi diakhiri, dan perwakilan krama membubarkan diri.
Ditemui usai mediasi, Bendesa Adat Lelateng Darmayasa Wisesa mengakui kesalahannya. Namun ia menegaskan, mengambil kebijakan menggunakan kas desa pakraman untuk membuat tempat parkir di timur Pasar Lelateng untuk kepentingan bersama. Sejatinya, pembuatan tempat parkir dengan anggaran senilai Rp 55 juta itu dipastikan didanai lewat Lembaga Desa Pakraman (LPD) Lelateng, digarap tahun 2017. Ia mengawali membuat parkir dengan menggunakan kas desa pakraman beberapa bulan lalu karena menilai sudah sangat mendesak. “Karena emergency, di sana sering terjadi kecelakaan dan kendaraan krodit, makanya saya dahulukan. Uang yang digunakan dari kas desa juga sudah diterima dari LPD,” terangnya.
Begitu pula mengenai kebijakan menentukan Kepala Pasar Lelateng dengan menunjuk pejabat lama. Menurutnya sudah dibahas dalam rapat dengan pamucuk serta Kerta Desa. “Perwakilan masing-masing pengurus banjar pakraman juga ikut,” tandasnya. Meski sudah dibahas bersama para pamucuk prajuru, namun ia tetap menjalankan tuntutan krama untuk segera menggelar paruman desa. “Saya carikan dewasa (hari baik) dulu,” imbuhnya. * ode
Belasan krama berpakaian adat madya ini lebih dulu diterima Camat Negara Komang Agus Adinata dan Lurah Lelateng Kade Suardana sebelum dipertemukan dengan bendesa adapt Putu Darmayasa Wisesa. Pertemuan mediasi digelar di ruang pertemuan kantor Desa Pakraman Lelateng. Perwakilan krama langsung menuding Darmayasa Wisesa telah menyalahi wewenang sebagai bendesa adat.
Di antaranya mengenai kebijakan penggunaan angggaran desa pakraman senilai Rp 55 juta untuk proyek parkir di timur Pasar Lelateng serta menetapkan Kepala Pasar Lelateng tanpa melalui paruman desa. Sehingga menyimpang dari awig-awig desa pakraman. “Bendesa sudah melakukan byuta (onar) dengan tidak menjalankan awig-awig. Kami harap permasalahan ini segera disikapi dengan menggelar paruman desa,” ujar perwakilan krama, Wayan Ardana.
Mediasi berjalan alot. Pasalnya, Bendesa Darmayasa Wisesa selalu berusaha membela diri dengan menyatakan telah menjalankan kebijakan itu melalui rapat bersama pamucuk serta Kerta Desa. Namun alasan mengambil kebijakan bersama jajaran pengurus desa pakraman tidak dapat diterima para krama. Sebab mereka merasa tidak dianggap karena tidak diikutkan secara langsung. “Dalam awig-awig sudah jelas, keputusan tertinggi diambil melalui paruman desa melibatkan para krama. Kalau rapat dengan pamucuk dan Kerta Desa hanya untuk perencanaan, sebelum dibahas dalam paruman desa,” ujar Ardana, yang merupakan mantan anggota DPRD Jembrana ini.
Akhirnya, Bendesa Darmayasa Wisesa menyanggupi keinginan krama yakni menggelar paruman desa. Perwakilan krama memberi tenggat waktu satu bulan pasca pertemuan mediasi di kantor desa pakraman. Kesanggupan menggelar paruman desa juga sesuai saran Camat Negara agar permasalahan miss komunikasi itu tidak semakin meluas dan segera diselesaikan. Setelah ada kesepakatan, mediasi diakhiri, dan perwakilan krama membubarkan diri.
Ditemui usai mediasi, Bendesa Adat Lelateng Darmayasa Wisesa mengakui kesalahannya. Namun ia menegaskan, mengambil kebijakan menggunakan kas desa pakraman untuk membuat tempat parkir di timur Pasar Lelateng untuk kepentingan bersama. Sejatinya, pembuatan tempat parkir dengan anggaran senilai Rp 55 juta itu dipastikan didanai lewat Lembaga Desa Pakraman (LPD) Lelateng, digarap tahun 2017. Ia mengawali membuat parkir dengan menggunakan kas desa pakraman beberapa bulan lalu karena menilai sudah sangat mendesak. “Karena emergency, di sana sering terjadi kecelakaan dan kendaraan krodit, makanya saya dahulukan. Uang yang digunakan dari kas desa juga sudah diterima dari LPD,” terangnya.
Begitu pula mengenai kebijakan menentukan Kepala Pasar Lelateng dengan menunjuk pejabat lama. Menurutnya sudah dibahas dalam rapat dengan pamucuk serta Kerta Desa. “Perwakilan masing-masing pengurus banjar pakraman juga ikut,” tandasnya. Meski sudah dibahas bersama para pamucuk prajuru, namun ia tetap menjalankan tuntutan krama untuk segera menggelar paruman desa. “Saya carikan dewasa (hari baik) dulu,” imbuhnya. * ode
Komentar