Mas Sumatri Beberapa Kali Sebut Giri Prasta
Saat Bersaksi di Sidang ‘Korupsi’ Bedah Rumah Desa Tianyar Barat
Selain IGA Mas Sumatri, 5 pejabat Pemkab Karangasem juga didengar kesaksiannya dalam sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar kemarin
DENPASAR, NusaBali
Sidang kasus dugaan korupsi anggaran bedah rumah di Desa Tianyar Barat, Kecamatan Kubu, Karangasem dengan terdakwa Perbekel Tianyar Barat, I Gede Agung Parisak Juliawan, 38, dan kawan-kawan di Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis (19/8) sore, berlangsung agak panas. Bupati Karangasem (2016-2021), I Gusti Ayu Mas Sumantri, yang bersaksi dalam sidang kemarin, beberapa kali menyebut nama Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta.
Dalam sidang kemarin, IGA Mas Sumatri diperiksa sebagai saksi untuk lima terdakwa, yakni Perbekel Tianyar Barat I Gede Agung Parisak Juliawan, Kaur Keuangan Desa Tianyar Barat I Gede Sukadana, 29, serta I Gede Tangun, 36, I Ketut Putrayasa 38, dan I Gede Sujuna 38.
Selain Mas Sumatri, sejumlah pejabat Pemkab Karangasem juga dihadirkan untuk bersaksi. Mereka masing-masing Kepala Badan Pengelola Keuangan & Aset Daerah (BPKAD) Karangasem Made Sujana Erawan, Kabag Hukum Setda Karangasem I Komang Suarnata, Kadis Perrumahan & Pemukiman (Perkim) Karangasem I Nyoman Merta Tenaya, Kabid Perumahan Dinas Perkim Karangasem I Gede Sutama, dan Kabid Perencanaan Dinas Perkim Karanhasem Ni Kadek Novianti. Saksi kalangan pejabat ini diperiksa selama hampir 2 jam.
Dalam keterangannya, Mas Sumatri beberapa kali menyebut nama Bupati Badung Nyoman Giri Prasta. Maklum, bantuan bedah rumah sebanyak 405 unit di Desa Tianyar Barat yang diduga dikorupsi itu merupakan bantuan hibah dari Pemkab Badung. Menariknya, Mas Sumatri mengatakan lewat jalur ‘bypass’ saat mengajukan bantuan ini ke Bupati Giri Prasta.
Bahkan, kata Mas Sumatri, Perbekel Tianyar Barat Gede Agung Parisak langsung menemui Bupati Giri Prasta. Selanjutnya, saat pencairan bantuan senilai Rp 20.250.000.000 atau Rp 20,25 miliar tersebut, digelar seremonial di Desa Tianyar Barat. "Seremonial penyerahan dilakukan di Desa Tianyar Barat. Yang hadir Bupati Badung, saya selaku Bupati Karangasem, Sekda Karangasem, dan pejabat lainnya. Termasuk hadir juga terdakwa Gede Agung Parisak selaku Perbekel Tianyar Barat," terang Mas Sumatri.
Mas Sumatri tak berkutik ketika ditanya hakim mengenai Laporan Pertanggungjawaban bedah rumah tersebut. Dia lantas mengatakan lupa soal laporan pertanggungjawaban bedah rumah ini. Mas Sumatri bahkan sempat berdebat dengan hakim soal posisinya sebagai Bupati Karangasem.
Menurut Mas Sumatri, dirinya tidak pernah sekolah jadi bupati. Sehingga saat menjadi Bupati Karangasem, Mas Sumatri tidak tahu banyak sehingga dibantu aparatur di bawahnya. Maka, hakim Heriyanti pun menyelanya. “Jadi, kalau sudah jadi bupati dianggap tahu dan bisa mempertanggungjawabkan? Sama seperti lainnya,” ujar hakim Heriyanti.
Ditemui seusai sidang kemarin, Mas Sumatri mengatakan proposal bedah rumah tidak hanya 405 unit di Desa Tianyar Barat. Namun, ada 14.000 proposal bedah rumah lainnya yang diajukan. “Jadi, usulan itu (14.000 proposal) kita usulkan baik ke pusat, Provinsi Bali, maupun Kabupaten Badung. Dan, juga diajukan kabupaten lainnya di Bali yang memiliki program bedah rumah,” tegas Mas Sumatri yang kini menjabat Ketua DPD NasDem Karangasem.
Hanya saja, kata Mas Sumatri, yang cair cuma 405 unit bedah rumah di Desa Tianyar Barat. Sedangkan proposal bedah rumah lainnya, masih menunggu. “Karena niat Bupati Badung untuk menuntaskan di Desa Tianyar Barat, maka di sanalah satu desa dituntaskan dari 500-an yang membutuhkan. Namun, Bupati Badung hanya mampu yang 405 unit saja,” terang politisi asal Banjar Gede, Kelurahan Subagan, Kecamatan Karangasem ini.
Terkait tidak adanya SK dalam pengelolaan bantuan bedah rumah ini, Mas Sumatri membantahnya. Menurut Mas Sumatri, sudah diatur dalam uraian tugas di Perbup Karangasem Nomor 37 Tahun 2016 tentang Uraian Tugas Kepala Dinas Perkim, yang salah satunya adalah mengkoordinasikan bantuan rumah tidak layak huni. “Jadi, tidak perlu SK,” tegas mantan Bupati yang sempat dua periode menjadi anggota Fraksi PDIP DPRD Karangasem ini.
Sementara itu, dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Amlapura sebelumnya, disebutkan penyimpangan dana bantuan bedah rumah di Desa Tianyar Barat ini dimulai ketika Pemkab Karangasem mengalokasikan anggaran bantuan bedah rumah senilai Rp 20,25 miliar, yang merupakan dana hibah dari Pemkab Badung tahun 2019. Nilai per unit bedah rumah sebesar Rp 50 juta. Ada pun 405 penerima bedah rumah itu tersebar di 14 banjar dinas sesuai dengan proposal yang di-ajukan terdakwa Perbekel Tianyar Barat, Gede Agung Parisak.
Namun, setelah mensosialisasikan mekanisme pencairan bantuan dana bedah rumah tersebut kepada warga, Perbekel Gede Agung Parisak meminta saksi I Ketut Guna Aksara selaku Kasi DJA BPD Cabang Karangasem agar seluruh dana yang telah masuk ke masing-masing rekening penerima, ditarik kembali dan disetorkan ke rekening milik saksi I Gede Tangun dan saksi I Ketut Putrayasa. Alasannya, untuk memudahkan pencairan dan pengelolaan bantuan.
Selanjutnya, BPD Cabang Karangasem menyetorkan secara non tunai kepada rekening saksi I Ketut Putrayasa sebesar Rp 8.350.000.000 dari 167 rekening penerima bantuan bedah rumah. Sedangkan kepada rekening saksi I Gede Tangun sebesar Rp 11.800.000.000 dari 236 rekening penerima bantuan bedah rumah.
"Bahwa buku tabungan atas nama saksi Ketut Putrayasa dan saksi I Gede Tangun tidak pernah disimpan atau dipegang oleh kedua saksi, tetapi justru disimpan oleh saksi I Gede Sukadana, termasuk 405 buku tabungan milik penerima bantuan bedah rumah," ujar JPU M Matulessy, yang notabene Kasi Pidsus Kejari Amlapura.
Dugaan korupsi Perbekel Tianyar Barat dimulai ketika terdakwa mengganti sejumlah nama penerima dengan melabrak Keputusan Bupati yang sudah diterbitkan. Ada pun nama penerima yang tidak sesuai SK Bupati adalah saksi I Ketut Putrayasa sebesar Rp 150 juta, saksi I Gede Sujana sebesar Rp 148 juta, saksi I Wayan Ujung sebesar Rp 50 juta, saksi Nyoman Sukarata sebesar Rp 50 juta, Made Sumerata sebesar Rp 50 juta, I Made Seriteka sebesar Rp 50 juta, I Ketut Mulyani sebesar Rp 50 juta, I Putu Widiawan sebesar Rp 50 juta, dan I Made Bingin sebesar Rp 50 juta.
Kemudian, terdakwa Gede Agung Parisak juga tidak menggunakan RAB yang diterbitkan Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman (Perkim) Karangasem sebagai acuan pembangunan. "Terdakwa menggunakan RAB yang disusunnya sendiri, dengan cara mengurangi dan menambahkan volume bahan bangunan tanpa melakukan koordinasi atau pemberitahuan kepada pihak Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten Karangasem," tandas Matulesy. Atas perbuatannya, Perbekel Tianyar Barat ini dan 4 terdakwa lainnya dijerat Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi. *rez
Dalam sidang kemarin, IGA Mas Sumatri diperiksa sebagai saksi untuk lima terdakwa, yakni Perbekel Tianyar Barat I Gede Agung Parisak Juliawan, Kaur Keuangan Desa Tianyar Barat I Gede Sukadana, 29, serta I Gede Tangun, 36, I Ketut Putrayasa 38, dan I Gede Sujuna 38.
Selain Mas Sumatri, sejumlah pejabat Pemkab Karangasem juga dihadirkan untuk bersaksi. Mereka masing-masing Kepala Badan Pengelola Keuangan & Aset Daerah (BPKAD) Karangasem Made Sujana Erawan, Kabag Hukum Setda Karangasem I Komang Suarnata, Kadis Perrumahan & Pemukiman (Perkim) Karangasem I Nyoman Merta Tenaya, Kabid Perumahan Dinas Perkim Karangasem I Gede Sutama, dan Kabid Perencanaan Dinas Perkim Karanhasem Ni Kadek Novianti. Saksi kalangan pejabat ini diperiksa selama hampir 2 jam.
Dalam keterangannya, Mas Sumatri beberapa kali menyebut nama Bupati Badung Nyoman Giri Prasta. Maklum, bantuan bedah rumah sebanyak 405 unit di Desa Tianyar Barat yang diduga dikorupsi itu merupakan bantuan hibah dari Pemkab Badung. Menariknya, Mas Sumatri mengatakan lewat jalur ‘bypass’ saat mengajukan bantuan ini ke Bupati Giri Prasta.
Bahkan, kata Mas Sumatri, Perbekel Tianyar Barat Gede Agung Parisak langsung menemui Bupati Giri Prasta. Selanjutnya, saat pencairan bantuan senilai Rp 20.250.000.000 atau Rp 20,25 miliar tersebut, digelar seremonial di Desa Tianyar Barat. "Seremonial penyerahan dilakukan di Desa Tianyar Barat. Yang hadir Bupati Badung, saya selaku Bupati Karangasem, Sekda Karangasem, dan pejabat lainnya. Termasuk hadir juga terdakwa Gede Agung Parisak selaku Perbekel Tianyar Barat," terang Mas Sumatri.
Mas Sumatri tak berkutik ketika ditanya hakim mengenai Laporan Pertanggungjawaban bedah rumah tersebut. Dia lantas mengatakan lupa soal laporan pertanggungjawaban bedah rumah ini. Mas Sumatri bahkan sempat berdebat dengan hakim soal posisinya sebagai Bupati Karangasem.
Menurut Mas Sumatri, dirinya tidak pernah sekolah jadi bupati. Sehingga saat menjadi Bupati Karangasem, Mas Sumatri tidak tahu banyak sehingga dibantu aparatur di bawahnya. Maka, hakim Heriyanti pun menyelanya. “Jadi, kalau sudah jadi bupati dianggap tahu dan bisa mempertanggungjawabkan? Sama seperti lainnya,” ujar hakim Heriyanti.
Ditemui seusai sidang kemarin, Mas Sumatri mengatakan proposal bedah rumah tidak hanya 405 unit di Desa Tianyar Barat. Namun, ada 14.000 proposal bedah rumah lainnya yang diajukan. “Jadi, usulan itu (14.000 proposal) kita usulkan baik ke pusat, Provinsi Bali, maupun Kabupaten Badung. Dan, juga diajukan kabupaten lainnya di Bali yang memiliki program bedah rumah,” tegas Mas Sumatri yang kini menjabat Ketua DPD NasDem Karangasem.
Hanya saja, kata Mas Sumatri, yang cair cuma 405 unit bedah rumah di Desa Tianyar Barat. Sedangkan proposal bedah rumah lainnya, masih menunggu. “Karena niat Bupati Badung untuk menuntaskan di Desa Tianyar Barat, maka di sanalah satu desa dituntaskan dari 500-an yang membutuhkan. Namun, Bupati Badung hanya mampu yang 405 unit saja,” terang politisi asal Banjar Gede, Kelurahan Subagan, Kecamatan Karangasem ini.
Terkait tidak adanya SK dalam pengelolaan bantuan bedah rumah ini, Mas Sumatri membantahnya. Menurut Mas Sumatri, sudah diatur dalam uraian tugas di Perbup Karangasem Nomor 37 Tahun 2016 tentang Uraian Tugas Kepala Dinas Perkim, yang salah satunya adalah mengkoordinasikan bantuan rumah tidak layak huni. “Jadi, tidak perlu SK,” tegas mantan Bupati yang sempat dua periode menjadi anggota Fraksi PDIP DPRD Karangasem ini.
Sementara itu, dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Amlapura sebelumnya, disebutkan penyimpangan dana bantuan bedah rumah di Desa Tianyar Barat ini dimulai ketika Pemkab Karangasem mengalokasikan anggaran bantuan bedah rumah senilai Rp 20,25 miliar, yang merupakan dana hibah dari Pemkab Badung tahun 2019. Nilai per unit bedah rumah sebesar Rp 50 juta. Ada pun 405 penerima bedah rumah itu tersebar di 14 banjar dinas sesuai dengan proposal yang di-ajukan terdakwa Perbekel Tianyar Barat, Gede Agung Parisak.
Namun, setelah mensosialisasikan mekanisme pencairan bantuan dana bedah rumah tersebut kepada warga, Perbekel Gede Agung Parisak meminta saksi I Ketut Guna Aksara selaku Kasi DJA BPD Cabang Karangasem agar seluruh dana yang telah masuk ke masing-masing rekening penerima, ditarik kembali dan disetorkan ke rekening milik saksi I Gede Tangun dan saksi I Ketut Putrayasa. Alasannya, untuk memudahkan pencairan dan pengelolaan bantuan.
Selanjutnya, BPD Cabang Karangasem menyetorkan secara non tunai kepada rekening saksi I Ketut Putrayasa sebesar Rp 8.350.000.000 dari 167 rekening penerima bantuan bedah rumah. Sedangkan kepada rekening saksi I Gede Tangun sebesar Rp 11.800.000.000 dari 236 rekening penerima bantuan bedah rumah.
"Bahwa buku tabungan atas nama saksi Ketut Putrayasa dan saksi I Gede Tangun tidak pernah disimpan atau dipegang oleh kedua saksi, tetapi justru disimpan oleh saksi I Gede Sukadana, termasuk 405 buku tabungan milik penerima bantuan bedah rumah," ujar JPU M Matulessy, yang notabene Kasi Pidsus Kejari Amlapura.
Dugaan korupsi Perbekel Tianyar Barat dimulai ketika terdakwa mengganti sejumlah nama penerima dengan melabrak Keputusan Bupati yang sudah diterbitkan. Ada pun nama penerima yang tidak sesuai SK Bupati adalah saksi I Ketut Putrayasa sebesar Rp 150 juta, saksi I Gede Sujana sebesar Rp 148 juta, saksi I Wayan Ujung sebesar Rp 50 juta, saksi Nyoman Sukarata sebesar Rp 50 juta, Made Sumerata sebesar Rp 50 juta, I Made Seriteka sebesar Rp 50 juta, I Ketut Mulyani sebesar Rp 50 juta, I Putu Widiawan sebesar Rp 50 juta, dan I Made Bingin sebesar Rp 50 juta.
Kemudian, terdakwa Gede Agung Parisak juga tidak menggunakan RAB yang diterbitkan Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman (Perkim) Karangasem sebagai acuan pembangunan. "Terdakwa menggunakan RAB yang disusunnya sendiri, dengan cara mengurangi dan menambahkan volume bahan bangunan tanpa melakukan koordinasi atau pemberitahuan kepada pihak Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten Karangasem," tandas Matulesy. Atas perbuatannya, Perbekel Tianyar Barat ini dan 4 terdakwa lainnya dijerat Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi. *rez
1
Komentar