Pelaku Pariwisata Enggan Urus CHSE
PPKM level 4 masih membuat orang akan berpikir sekian kali untuk liburan ke Bali. Terlebih lagi belum dibukanya destinasi wisata saat ini.
TABANAN, NusaBali
Sejumlah pelaku pariwisata, khususnya pemilik dan pengelola akomodasi wisata di Kabupaten Tabanan, makin enggan untuk mengurus sertifikat Clean, Health, Safety, and Environment (CHSE) dari Kemenparekraf RI. Salah satu penyebabnya, belum ada tanda-tanda kunjungan wisatawan ke Bali akan meningkat karena pandemi.
Terlebih lagi, terus adanya perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Kondisi itu diakui Ketua Pengusaha Hotel dan Restoran (PHRI) Kabupaten Tabanan I Gusti Bagus Made Damara.
Dia mengungkapkan, saat ini sejumlah pengelola akomodasi pariwisata di Tabanan belum mengantongi sertifikat CHSE dari Kemenparekraf RI. Karena mereka memang enggan mengurus menyusul kondisi kunjungan atau tamu yang datang tidak banyak. Terlebih lagi dengan PPKM yang terus diperpanjang hingga waktu tak pasti.
“PPKM level 4 masih membuat orang akan berpikir sekian kali untuk liburan ke Bali. Terlebih lagi belum dibukanya destinasi wisata saat ini. Meski saat ini biaya tes PCR (polymerase chain reaction) sebagai syarat perjalan masuk Bali, sudah lebih murah dari sebelumnya,” ungkapnya, Kamis (19/8).
Jelas Damara, untuk bisa mengantongi sertifikasi CHSE, tentunya dibutuhkan syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku akomodasi pariwisata. Di antaranya, kesiapan fasilitas pendukung, hingga sumber daya manusia. Di lain sisi, saat ini yang terjadi adalah kunjungan atau tamu yang datang sangat minim. Maka kesiapan persyaratan itu pun makin jauh dari kata ‘siap’.
Menurut dia, kondisi tersebut bisa dilihat dari sejumlah fasilitas sudah sekian lama tidak terpakai. Karena tidak ada tamu yang datang. Begitu juga banyak sumber daya manusia pengelola akomodasi pariwisata, sudah lama dirumahkan bahkan di-PHK karena dampak pandemi Covid-19. “Bisa-bisa nanti, ketika kembali pariwisata buka lagi, sertifikat CHSE ini hanya sebagai formalitas saja. Selain itu ketika mulai buka kembali, kemungkinan tidak akan serta merta bisa langsung mengantongi lonjakan tamu,” katanya.
Selain itu, hingga saat ini belum ada dampak informasi tentang pengaruh atau dampak yang jelas jika akomodasi pariwisata ini bersertifikasi CHSE terhadap penerimaan tamu. Karena itu, CHSE terkesan hanya wacana. Namun Damara mengakui, untuk pengembangan pariwisata berkualitas, sertifikat CHSE ini penting dimiliki oleh para pelaku akomodasi pariwisata. "Memiliki sertifikat ini memang penting untuk menandakan tempat wisata dimaksud siap dikunjungi dan wisatawan mau berkunjung," tandasnya.*des
Terlebih lagi, terus adanya perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Kondisi itu diakui Ketua Pengusaha Hotel dan Restoran (PHRI) Kabupaten Tabanan I Gusti Bagus Made Damara.
Dia mengungkapkan, saat ini sejumlah pengelola akomodasi pariwisata di Tabanan belum mengantongi sertifikat CHSE dari Kemenparekraf RI. Karena mereka memang enggan mengurus menyusul kondisi kunjungan atau tamu yang datang tidak banyak. Terlebih lagi dengan PPKM yang terus diperpanjang hingga waktu tak pasti.
“PPKM level 4 masih membuat orang akan berpikir sekian kali untuk liburan ke Bali. Terlebih lagi belum dibukanya destinasi wisata saat ini. Meski saat ini biaya tes PCR (polymerase chain reaction) sebagai syarat perjalan masuk Bali, sudah lebih murah dari sebelumnya,” ungkapnya, Kamis (19/8).
Jelas Damara, untuk bisa mengantongi sertifikasi CHSE, tentunya dibutuhkan syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku akomodasi pariwisata. Di antaranya, kesiapan fasilitas pendukung, hingga sumber daya manusia. Di lain sisi, saat ini yang terjadi adalah kunjungan atau tamu yang datang sangat minim. Maka kesiapan persyaratan itu pun makin jauh dari kata ‘siap’.
Menurut dia, kondisi tersebut bisa dilihat dari sejumlah fasilitas sudah sekian lama tidak terpakai. Karena tidak ada tamu yang datang. Begitu juga banyak sumber daya manusia pengelola akomodasi pariwisata, sudah lama dirumahkan bahkan di-PHK karena dampak pandemi Covid-19. “Bisa-bisa nanti, ketika kembali pariwisata buka lagi, sertifikat CHSE ini hanya sebagai formalitas saja. Selain itu ketika mulai buka kembali, kemungkinan tidak akan serta merta bisa langsung mengantongi lonjakan tamu,” katanya.
Selain itu, hingga saat ini belum ada dampak informasi tentang pengaruh atau dampak yang jelas jika akomodasi pariwisata ini bersertifikasi CHSE terhadap penerimaan tamu. Karena itu, CHSE terkesan hanya wacana. Namun Damara mengakui, untuk pengembangan pariwisata berkualitas, sertifikat CHSE ini penting dimiliki oleh para pelaku akomodasi pariwisata. "Memiliki sertifikat ini memang penting untuk menandakan tempat wisata dimaksud siap dikunjungi dan wisatawan mau berkunjung," tandasnya.*des
1
Komentar