Pemkot Denpasar Gelar Upacara Wisuda Bumi
Sebagai Upaya Niskala Penanganan Pandemi Covid-19
Dalam upacara ini juga dipentaskan Wayang Emas Samirana, Sesolahan Sang Hyang Tri Semaya dengan Topeng Emas, Gambelan serta Kekidungan.
DENPASAR, NusaBali
Pemkot Denpasar menggelar Upacara Wisuda Bumi di Pura Agung Jagatnatha Denpasar saat Rahina Kajeng Kliwon bertepatan dengan Purnama Ketiga pada Redite Kliwon Watugunung, Minggu (22/8). Upacara ini digelar sebagai upaya penanganan Covid-19 secara niskala.
Pelaksanaan upacara dihadiri Walikota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara, Ketua DPRD Denpasar I Gusti Ngurah Gede, Ketua TP PKK Kota Denpasar Ny Sagung Antari Jaya Negara, Ketua Gatriwara Kota Denpasar Ny Purnawati Ngurah Gede, serta Pj Sekda Kota Denpasar I Made Toya dengan protokol kesehatan yang ketat.
Dalam upacara ini juga dipentaskan Wayang Emas Samirana, Sesolahan Sang Hyang Tri Semaya dengan Topeng Emas, Gambelan serta Kekidungan. Seluruh rangkaian upakara dipuput Sulinggih Siwa Budha, yakni Ida Pedanda Gede Putra Simpangan Manuaba dari Griya Simpangan Pejeng dan Ida Pedanda Gede Jelantik Giri dari Griya Gunung Sari Peliatan Ubud dengan seluruh peserta yang terlibat telah didahului dengan test swab.
Koordinator Upacara, Cokorda Putra Wisnu Wardhana mengatakan upacara Wisuda Bumi mengacu pada Lontar Siwagama yang menceritakan Kutukan Dewa Siwa terhadap Dewi Uma menjadi Dewi Dhurga. Atas Kutukan Dewa Siwa, Dewi Durgha berstana di Setra Gandhamayu menjadi Panca Dhurga. Namun demikian, Dewa Siwa turut menjelma menjadi Kala Ludra untuk memburu Panca Dhurga.
“Pertemuan antara Kala Ludra dan Panca Dhurga inilah yang melahirkan berbagai bencana, di antaranya sasab, merana, gering tetumpur dan gering agung,” jelasnya. Lebih lanjut dikatakan, Sang Hyang Tri Semaya yang merupakan Brahma, Wisnu dan Siwa sebagai pencipta, pemelihara dan pelebur alam semesta ini menjadi khawatir. Sehingga dipersembahkanlah upacara Wisuda Bumi yang didasari Caru Manca Sia dan Caru Panca Sanak Madurga kepada ciptaan berbagai bencana, di antaranya sasab, merana, gering tetumpur dan gering agung ini.
“Proses penyadaran Kala Ludra dan Dewi Durgha inilah yang identik dengan sesolahan atau pementasan sakral, yakni Wayang Emas Samirana, Tabuh Pemanjang, Gula Ganti dan Redep Kecapi yang tertuang dalam Lontar Siwagama, serta pementasan Sang Hyang Tri Semaya yang berbuah wujud menjadi Telek, Topeng Bang dan Barong Swari,” jelasnya.
Cok Wisnu memaparkan, makna dari pelaksanaan upacara ini, yakni Somia Rupa atau pengeruwatan. Di mana, sifat-sifat negatif yang muncul dari ruang dan waktu alam semesta disucikan.
“Inilah yang diprayascita, diwisuda agar nantinya dunia kembali seperti sedia kala, dengan demikian tujuan Pemerintah Kota Denpasar melaksanakan upacara ini adalah sebagai upaya niskala untuk mengimbangi usaha sekala (Prokes, Vaksinasi dan sebagainya) dalam penanganan pandemi Covid-19,” ujarnya.
Untuk diketahui, upacara ini dilaksanakan bertepatan dan Kajeng Kliwon Pemelastali yang merupakan Kajeng Kliwon terakhir dalam hitungan pawukon. Di mana, Kajeng Kliwon ini merupakan salah satu yang pingit. Selanjutnya, tirta pangeruwatan ditakur untuk diserahkan kepada desa adat se-Kota Denpasar yang selanjutnya dibagikan kepada masyarakat Kota Denpasar. *mis
Pelaksanaan upacara dihadiri Walikota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara, Ketua DPRD Denpasar I Gusti Ngurah Gede, Ketua TP PKK Kota Denpasar Ny Sagung Antari Jaya Negara, Ketua Gatriwara Kota Denpasar Ny Purnawati Ngurah Gede, serta Pj Sekda Kota Denpasar I Made Toya dengan protokol kesehatan yang ketat.
Dalam upacara ini juga dipentaskan Wayang Emas Samirana, Sesolahan Sang Hyang Tri Semaya dengan Topeng Emas, Gambelan serta Kekidungan. Seluruh rangkaian upakara dipuput Sulinggih Siwa Budha, yakni Ida Pedanda Gede Putra Simpangan Manuaba dari Griya Simpangan Pejeng dan Ida Pedanda Gede Jelantik Giri dari Griya Gunung Sari Peliatan Ubud dengan seluruh peserta yang terlibat telah didahului dengan test swab.
Koordinator Upacara, Cokorda Putra Wisnu Wardhana mengatakan upacara Wisuda Bumi mengacu pada Lontar Siwagama yang menceritakan Kutukan Dewa Siwa terhadap Dewi Uma menjadi Dewi Dhurga. Atas Kutukan Dewa Siwa, Dewi Durgha berstana di Setra Gandhamayu menjadi Panca Dhurga. Namun demikian, Dewa Siwa turut menjelma menjadi Kala Ludra untuk memburu Panca Dhurga.
“Pertemuan antara Kala Ludra dan Panca Dhurga inilah yang melahirkan berbagai bencana, di antaranya sasab, merana, gering tetumpur dan gering agung,” jelasnya. Lebih lanjut dikatakan, Sang Hyang Tri Semaya yang merupakan Brahma, Wisnu dan Siwa sebagai pencipta, pemelihara dan pelebur alam semesta ini menjadi khawatir. Sehingga dipersembahkanlah upacara Wisuda Bumi yang didasari Caru Manca Sia dan Caru Panca Sanak Madurga kepada ciptaan berbagai bencana, di antaranya sasab, merana, gering tetumpur dan gering agung ini.
“Proses penyadaran Kala Ludra dan Dewi Durgha inilah yang identik dengan sesolahan atau pementasan sakral, yakni Wayang Emas Samirana, Tabuh Pemanjang, Gula Ganti dan Redep Kecapi yang tertuang dalam Lontar Siwagama, serta pementasan Sang Hyang Tri Semaya yang berbuah wujud menjadi Telek, Topeng Bang dan Barong Swari,” jelasnya.
Cok Wisnu memaparkan, makna dari pelaksanaan upacara ini, yakni Somia Rupa atau pengeruwatan. Di mana, sifat-sifat negatif yang muncul dari ruang dan waktu alam semesta disucikan.
“Inilah yang diprayascita, diwisuda agar nantinya dunia kembali seperti sedia kala, dengan demikian tujuan Pemerintah Kota Denpasar melaksanakan upacara ini adalah sebagai upaya niskala untuk mengimbangi usaha sekala (Prokes, Vaksinasi dan sebagainya) dalam penanganan pandemi Covid-19,” ujarnya.
Untuk diketahui, upacara ini dilaksanakan bertepatan dan Kajeng Kliwon Pemelastali yang merupakan Kajeng Kliwon terakhir dalam hitungan pawukon. Di mana, Kajeng Kliwon ini merupakan salah satu yang pingit. Selanjutnya, tirta pangeruwatan ditakur untuk diserahkan kepada desa adat se-Kota Denpasar yang selanjutnya dibagikan kepada masyarakat Kota Denpasar. *mis
1
Komentar