Musim Penghujan Diperkirakan Oktober 2021
Datang Lebih Awal, Intensitas Lebih dari Biasanya
Masyarakat diimbau mewaspadai kejadian cuaca ekstrem seperti hujan es, hujan lebat disertai kilat dan petir, serta angin puting beliung, jelang masa peralihan dari musim kemarau ke musim hujan.
MANGUPURA, NusaBali
Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah III Denpasar, memprediksi musim hujan akan datang lebih awal dari biasanya disejumlah wilayah termasuk Pulau Dewata. Bahkan, intensitas hujan saat musim hujan dikategorikan lebih dari biasarnya.
Kepala Bidang Data dan Informasi BBMKG Wilayah III Denpasar, Dwi Hartanto, mengatakan berdasarkan prakiraan, sejumlah wilayah di Indonesia diprediksi akan mengalami musim hujan lebih besar dari biasanya. Di antaranya, sebagian wilayah Aceh, Sumatera Utara, Sumatra Barat, Riau bagian Selatan, Jawa, Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur bagian Barat hingga Selatan, Sulawesi, Maluku Utara bagian Barat, Pulau Seram bagian Selatan, dan Papua bagian Selatan.
“Berkenaan dengan hal itu, kami mengimbau dan memperingatkan pemerintah daerah setempat dan masyarakat untuk mewaspadai, mengantisipasi, dan melakukan aksi mitigasi lebih awal, guna menghindari dan mengurangi risiko bencana,” kata Dwi Hartanto, Kamis (26/8).
Dijelaskan, untuk puncak musim hujan periode 2021/2022 diprediksi akan terjadi pada Januari dan Februari 2022 mendatang. Dari total 342 Zona Musim (ZOM) di Indonesia, sebanyak 14,6 persen diprediksi akan mengawali musim hujan pada September 2021, meliputi Sumatra bagian tengah dan sebagian Kalimantan. Kemudian 39,1 persen wilayah pada Oktober 2021, meliputi Sumatra bagian Selatan, sebagian besar Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan Bali. Sementara itu, sebanyak 28,7 persen wilayah lainnya pada November 2021, meliputi sebagian Lampung, Jawa, Bali - Nusa Tenggara, dan Sulawesi. “Jika dibandingkan terhadap rerata klimatologis awal musim hujan pada periode 1981-2010, maka awal musim hujan 2021/2022 di Indonesia diprakirakan maju pada 157 ZOM (45,9 persen), sama pada 132 ZOM (38,6 persen), dan mundur pada 53 ZOM (15,5 persen),” jelas Dwi Hartanto.
Menurutnya, secara umum sifat hujan selama musim hujan 2021/2022 diprakirakan normal atau sama dengan rerata klimatologisnya pada 244 ZOM (71,4 persen), sejumlah 88 ZOM (25,7 persen) akan mengalami kondisi musim hujan atas normal (lebih basah dari biasanya) dan 10 ZOM (2,9 persen) akan mengalami musim hujan bawah normal. Untuk itu, perlu menjadi perhatian bersama, terutama di wilayah-wilayah rawan banjir, tanah longsor, dan tanah bergerak seiring intensitas curah hujan yang akan terus semakin meninggi.
Masih menurut Dwi Hartanto, saat ini El Nino-Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) sama-sama dalam keadaan netral. Keduanya adalah faktor iklim penting yang mempengaruhi terhadap variabilitas curah hujan di Indonesia, terutama pada skala waktu inter-annual. Namun, berdasarkan pemantauan parameter anomali iklim global oleh BMKG dan institusi-institusi internasional lainnya, terdapat indikasi atau peluang bahwa ENSO netral akan berkembang menjadi La Nina pada akhir tahun 2021. “Sementara itu IOD netral diprediksi bertahan setidaknya hingga Januari 2022,” katanya.
Pihaknya meminta masyarakat untuk lebih mewaspadai kejadian cuaca ekstrem seperti hujan es, hujan lebat disertai kilat dan petir, dan angin puting beliung, jelang masa peralihan dari musim kemarau ke musim hujan. Tidak hanya bencana, perubahan cuaca yang tidak menentu bisa membuat imunitas seseorang melemah, sehingga menjadi rentan terkena penyakit. Terlebih situasi Indonesia saat ini belum lepas sepenuhnya dari pandemi Covid-19. “Untuk itu masyarakat perlu waspada bencana hidrometeorologi dan jaga kesehatan selalu,” imbau Dwi Hartanto. *dar
Kepala Bidang Data dan Informasi BBMKG Wilayah III Denpasar, Dwi Hartanto, mengatakan berdasarkan prakiraan, sejumlah wilayah di Indonesia diprediksi akan mengalami musim hujan lebih besar dari biasanya. Di antaranya, sebagian wilayah Aceh, Sumatera Utara, Sumatra Barat, Riau bagian Selatan, Jawa, Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur bagian Barat hingga Selatan, Sulawesi, Maluku Utara bagian Barat, Pulau Seram bagian Selatan, dan Papua bagian Selatan.
“Berkenaan dengan hal itu, kami mengimbau dan memperingatkan pemerintah daerah setempat dan masyarakat untuk mewaspadai, mengantisipasi, dan melakukan aksi mitigasi lebih awal, guna menghindari dan mengurangi risiko bencana,” kata Dwi Hartanto, Kamis (26/8).
Dijelaskan, untuk puncak musim hujan periode 2021/2022 diprediksi akan terjadi pada Januari dan Februari 2022 mendatang. Dari total 342 Zona Musim (ZOM) di Indonesia, sebanyak 14,6 persen diprediksi akan mengawali musim hujan pada September 2021, meliputi Sumatra bagian tengah dan sebagian Kalimantan. Kemudian 39,1 persen wilayah pada Oktober 2021, meliputi Sumatra bagian Selatan, sebagian besar Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan Bali. Sementara itu, sebanyak 28,7 persen wilayah lainnya pada November 2021, meliputi sebagian Lampung, Jawa, Bali - Nusa Tenggara, dan Sulawesi. “Jika dibandingkan terhadap rerata klimatologis awal musim hujan pada periode 1981-2010, maka awal musim hujan 2021/2022 di Indonesia diprakirakan maju pada 157 ZOM (45,9 persen), sama pada 132 ZOM (38,6 persen), dan mundur pada 53 ZOM (15,5 persen),” jelas Dwi Hartanto.
Menurutnya, secara umum sifat hujan selama musim hujan 2021/2022 diprakirakan normal atau sama dengan rerata klimatologisnya pada 244 ZOM (71,4 persen), sejumlah 88 ZOM (25,7 persen) akan mengalami kondisi musim hujan atas normal (lebih basah dari biasanya) dan 10 ZOM (2,9 persen) akan mengalami musim hujan bawah normal. Untuk itu, perlu menjadi perhatian bersama, terutama di wilayah-wilayah rawan banjir, tanah longsor, dan tanah bergerak seiring intensitas curah hujan yang akan terus semakin meninggi.
Masih menurut Dwi Hartanto, saat ini El Nino-Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) sama-sama dalam keadaan netral. Keduanya adalah faktor iklim penting yang mempengaruhi terhadap variabilitas curah hujan di Indonesia, terutama pada skala waktu inter-annual. Namun, berdasarkan pemantauan parameter anomali iklim global oleh BMKG dan institusi-institusi internasional lainnya, terdapat indikasi atau peluang bahwa ENSO netral akan berkembang menjadi La Nina pada akhir tahun 2021. “Sementara itu IOD netral diprediksi bertahan setidaknya hingga Januari 2022,” katanya.
Pihaknya meminta masyarakat untuk lebih mewaspadai kejadian cuaca ekstrem seperti hujan es, hujan lebat disertai kilat dan petir, dan angin puting beliung, jelang masa peralihan dari musim kemarau ke musim hujan. Tidak hanya bencana, perubahan cuaca yang tidak menentu bisa membuat imunitas seseorang melemah, sehingga menjadi rentan terkena penyakit. Terlebih situasi Indonesia saat ini belum lepas sepenuhnya dari pandemi Covid-19. “Untuk itu masyarakat perlu waspada bencana hidrometeorologi dan jaga kesehatan selalu,” imbau Dwi Hartanto. *dar
1
Komentar