Menkeu Ingatkan soal Ancaman Selain Pandemi
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut, sebanyak 1,5 miliar pekerja akan terpengaruh risiko perubahan iklim.
JAKARTA, NusaBali
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebutkan sebanyak 1,5 miliar pekerja akan terpengaruh risiko perubahan iklim, jika berdasarkan kajian United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).
“Maka dari itu, dunia perlu melakukan transisi menuju ekonomi berkelanjutan,” kata Sri Mulyani dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis (26/8/2021).
Kendati demikian, dia menilai setiap negara tidak bisa sendirian menghadapi perubahan iklim tersebut, sehingga diperlukan kolaborasi.
Salah satu kolaborasi global tersebut yakni dengan adanya Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, yang membuat seluruh negara semakin berkomitmen untuk bisa kontribusi menurunkan emisi karbon.
Selain itu, Sri Mulyani mengatakan dunia juga berkolaborasi melalui penandatanganan Paris Agreement untuk mencapai net zero emission.
“Negara-negara secara bersama menyampaikan komitmen sisi masing-masing negara untuk turunkan emisi karbon, dan ini disebut Nationally Determined Contributions (NDC),” ungkap Sri Mulyani seperti dilansir Antara.
Menurut dia, dalam NDC setiap negara miliki permulaan dan kontribusi CO2 yang berbeda-beda, maka tanggung jawab penurunan emisi karbonnya akan berbeda.
Indonesia sendiri dalam Paris Agreement berkomitmen untuk menurunkan CO2 sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional, terutama dari negara-negara yang memiliki akses teknologi dan keuangan yang lebih baik.
Menurut Sri Mulyani, perubahan iklim ini juga mempengaruhi ekonomi negara yang secara anggaran tidak mumpuni. “Negara yang tidak mampu akan mengalami konsekuensi yang lebih parah sama seperti Covid-19. Kalau kita lihat negara-negara yang tidak mampu, apakah untuk mendapatkan vaksin tidak memiliki sistem kesehatan yang bagus. Maka dampaknya kepada masyarakat dan ekonominya akan jauh lebih parah, demikian juga climate change,” kata Sri mUlyani seperti dilansir detikfinance.
Sri Mulyani mengatakan pembiayaan perubahan iklim diprediksi bisa mencapai 247,3 miliar dolar AS atau Rp 3.561 triliun (kurs Rp 14.400) agar bisa mengurangi emisi.
“Bahkan APBN sudah mulai menandai di dalam belanja APBN dalam rangka untuk memenuhi climate action. Komitmen ini sejak tahun 2016 budget target kita untuk climate change 2016-2020, 5 tahun terakhir kita mengalokasikan 4,1 persen dari APBN kita, dan ini angkanya pasti tidak mencukupi untuk mencapai target US$ 247,3 billion,” imbuhnya.
Perubahan iklim menjadi bencana alam yang magnitude-nya diperkirakan sama dengan Covid-19. Beberapa waktu lalu, Sri Mulyani mengungkap perubahan iklim adalah ancaman yang nyata untuk dunia, bahkan telah dipelajari oleh berbagai ilmuwan yang menggambarkan bahwa dunia ini mengalami pemanasan global.
Hal ini karena semakin seluruh negara di dunia melakukan pembangunan maka akan semakin sejahtera. Mobilitas masyarakat semakin tinggi, penggunaan energi semakin besar, dan tekanan terhadap sumber daya alam menjadi sangat nyata.
Perubahan iklim menghantui Indonesia saat umurnya mencapai 100 tahun merdeka. Tepatnya pada 2045, atau rentang 2030-2050. Meskipun saat ini dampaknya sudah mulai terasa.
“Ini akan jadi risiko yang nyata karena kebetulan waktu kita bicara tentang Indonesia 2045, kita akan bicara tentang timeline dari climate change,” kata Sri Mulyani.
“Kalau tahun 2040-2050 dunia tidak mampu menciptakan pembangunan dengan net zero emission, maka dunia akan mengalami suhu temperatur yang naik dan itu dampaknya sudah mulai dirasakan dari sekarang,” tambahnya.
Perubahan iklim juga berdampak akan ada banjir besar akibat kenaikan permukaan air laut di Indonesia sebagai negara kepulauan. Belum lagi ancaman kebakaran hutan karena kenaikan suhu bumi yang membuat kondisi lebih panas.
“Indonesia sebagai negara kepulauan ancaman ini sangat nyata. Dalam laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) mengenai dampak climate change di South East Asia, Indonesia jadi salah satu negara yang dilihat akan mengalami dampak luar biasa dari mulai pemanasan yang bisa menjadi kebakaran hutan, hingga banjir yang bisa melanda kota-kota di Indonesia termasuk dalam hal ini kenaikan permukaan laut,” tutur Sri Mulyani. *
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebutkan sebanyak 1,5 miliar pekerja akan terpengaruh risiko perubahan iklim, jika berdasarkan kajian United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).
“Maka dari itu, dunia perlu melakukan transisi menuju ekonomi berkelanjutan,” kata Sri Mulyani dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis (26/8/2021).
Kendati demikian, dia menilai setiap negara tidak bisa sendirian menghadapi perubahan iklim tersebut, sehingga diperlukan kolaborasi.
Salah satu kolaborasi global tersebut yakni dengan adanya Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, yang membuat seluruh negara semakin berkomitmen untuk bisa kontribusi menurunkan emisi karbon.
Selain itu, Sri Mulyani mengatakan dunia juga berkolaborasi melalui penandatanganan Paris Agreement untuk mencapai net zero emission.
“Negara-negara secara bersama menyampaikan komitmen sisi masing-masing negara untuk turunkan emisi karbon, dan ini disebut Nationally Determined Contributions (NDC),” ungkap Sri Mulyani seperti dilansir Antara.
Menurut dia, dalam NDC setiap negara miliki permulaan dan kontribusi CO2 yang berbeda-beda, maka tanggung jawab penurunan emisi karbonnya akan berbeda.
Indonesia sendiri dalam Paris Agreement berkomitmen untuk menurunkan CO2 sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional, terutama dari negara-negara yang memiliki akses teknologi dan keuangan yang lebih baik.
Menurut Sri Mulyani, perubahan iklim ini juga mempengaruhi ekonomi negara yang secara anggaran tidak mumpuni. “Negara yang tidak mampu akan mengalami konsekuensi yang lebih parah sama seperti Covid-19. Kalau kita lihat negara-negara yang tidak mampu, apakah untuk mendapatkan vaksin tidak memiliki sistem kesehatan yang bagus. Maka dampaknya kepada masyarakat dan ekonominya akan jauh lebih parah, demikian juga climate change,” kata Sri mUlyani seperti dilansir detikfinance.
Sri Mulyani mengatakan pembiayaan perubahan iklim diprediksi bisa mencapai 247,3 miliar dolar AS atau Rp 3.561 triliun (kurs Rp 14.400) agar bisa mengurangi emisi.
“Bahkan APBN sudah mulai menandai di dalam belanja APBN dalam rangka untuk memenuhi climate action. Komitmen ini sejak tahun 2016 budget target kita untuk climate change 2016-2020, 5 tahun terakhir kita mengalokasikan 4,1 persen dari APBN kita, dan ini angkanya pasti tidak mencukupi untuk mencapai target US$ 247,3 billion,” imbuhnya.
Perubahan iklim menjadi bencana alam yang magnitude-nya diperkirakan sama dengan Covid-19. Beberapa waktu lalu, Sri Mulyani mengungkap perubahan iklim adalah ancaman yang nyata untuk dunia, bahkan telah dipelajari oleh berbagai ilmuwan yang menggambarkan bahwa dunia ini mengalami pemanasan global.
Hal ini karena semakin seluruh negara di dunia melakukan pembangunan maka akan semakin sejahtera. Mobilitas masyarakat semakin tinggi, penggunaan energi semakin besar, dan tekanan terhadap sumber daya alam menjadi sangat nyata.
Perubahan iklim menghantui Indonesia saat umurnya mencapai 100 tahun merdeka. Tepatnya pada 2045, atau rentang 2030-2050. Meskipun saat ini dampaknya sudah mulai terasa.
“Ini akan jadi risiko yang nyata karena kebetulan waktu kita bicara tentang Indonesia 2045, kita akan bicara tentang timeline dari climate change,” kata Sri Mulyani.
“Kalau tahun 2040-2050 dunia tidak mampu menciptakan pembangunan dengan net zero emission, maka dunia akan mengalami suhu temperatur yang naik dan itu dampaknya sudah mulai dirasakan dari sekarang,” tambahnya.
Perubahan iklim juga berdampak akan ada banjir besar akibat kenaikan permukaan air laut di Indonesia sebagai negara kepulauan. Belum lagi ancaman kebakaran hutan karena kenaikan suhu bumi yang membuat kondisi lebih panas.
“Indonesia sebagai negara kepulauan ancaman ini sangat nyata. Dalam laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) mengenai dampak climate change di South East Asia, Indonesia jadi salah satu negara yang dilihat akan mengalami dampak luar biasa dari mulai pemanasan yang bisa menjadi kebakaran hutan, hingga banjir yang bisa melanda kota-kota di Indonesia termasuk dalam hal ini kenaikan permukaan laut,” tutur Sri Mulyani. *
Komentar