Pandemi, Omzet Pedagang Betutu Turun
BANGLI, NusaBali
Momen Hari Raya Saraswati yang jatuh setiap enam bulan sesuai penanggalan Bali tepatnya pada Saniscara Umanis Watugunung, menjadi berkah bagi penjual betutu.
Namun di tengah kondisi pandemi Covid-19, permintaan betutu turun drastis. Salah seorang penjual betutu, Anak Agung Anom Budiarta mengatakan dalam situasi pandemi saat ini omzet jualan turun drastis hingga 70 persen. Biasanya pada situasi normal, tiga hari jelang Hari Raya Saraswati pesanan sudah masuk, bahkan sampai menolak pesanan.
“Kalau situasi normal permintaan akan betutu baik berbahan ayam atau itik untuk Saraswati bisa mencapai 75 ekor dan 50 ekor untuk Banyu Pinaruh. Namun saat ini, sementara total pesanan masuk baru 40 biji,” ungkap Anak Agung Anom, Sabtu (28/8).
Pria asal Puri Kanginan, Kelurahan Kawan, Kecamatan/Kabupaten Bangli ini memaklumi dalam kondisi pandemi semuanya serba sulit. Masyarakat kini lebih condong mengolah daging ayam sendiri untuk kelengkapan sajen. “Dengan beli daging ayam di pasar bisa memilih bagian yang akan diolah dan tidak harus satu ekor, tentu bisa menghemat biaya,” sebut pria yang sudah menggeluti usahanya sejak dua puluh tahun. Sementara untuk harga betutu ayam Rp 110 ribu per ekor dan betutu itik Rp 140 ribu per ekor.
Disinggung proses pengolahan, menurutnya tergolong rumit, ayam atau itik satu ekor utuh dibersihkan, lalu diberi bumbu ‘base gede’ berbahan bawang merah, bawang putih, cabe, garam, lengkuas, kunyit, jahe, kencur, ketumbar, merica, daun salam yang telah diulek halus.
Selanjutnya ayam atau itik yang telah diberi bumbu ini dibungkus dengan rapi menggunakan upih (pelepah daun pinang). Dipilihnya upih, karena upih tahan api dan teksturnya sangat lentur sehingga tidak mudah sobek. Proses berikutnya ayam atau itik yang telah dibungkus dimasak dengan cara membakarnya di atas tungku sekam. “Proses memakan waktu sampai tujuh jam lebih,” ucap Anak Agung Anom. *esa
1
Komentar