Semua Pantai di Gianyar Bersih dari Ritual Malukat
Sebagian Krama Malukat Toya Kumkuman di Rumah Saat Banyu Pinaruh
Para Kapolsek se-Kabupaten Gianyar ikut terjun pantau kasaasan pantai dan sejumlah obnjek wisata yang biasa dijadikan tenpat malukat saat rahina Banyu Pinaruh, Minggu kemarin.
GIANYAR, NusaBali
Krama Gianyar mentaati imbauan untuk tidak malukat (mandi suci) di kawasan pantai saat rahina Banyu Pinaruh pada Radite Paing Sinta, Minggu (29/8). Sebagian dari mereka pilih malukat dengan toya kumkuman di rumah masing-masing.
Seharian kemarin, sepanjang pesisir Kabupaten Gianyar mulai dari Pantai Lebih, Desa Lebih/Kecamatan Gianyar (di sisi timur) hingga Pantai Lembeng, Desa/Kecamatan Sukawati (si sisi barat) tidak ada kerumunan krama yang datang untuk malukat. Demikian pula di Pura Tirta Empul, Desa Adat Manukaya Let, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar tampak sepi pamedek karena jauh sebelumnya sudah keluar larangan untuk malukat di sana.
Pantauan NusaBali di sejumlah pantai selatan Gianyar, Minggu kemarin, sejak dinihari pukul 04.00 Wita sudah siaga personel dari kepolisian, prajuru adat, dan pecalang. Kapolsel Gianyar, Kompol I Gusti Ngurah Yudistira, memimpin langsung pengamanan di Pantai Lebih.
"Personil Polsek Gianyar bersama pecalang dan prajuru Desa Adat Lebih sudajh menempati pos jaga di pntu masuk Pantai Lebih, sejak dinihari pukul 04.00 Wita," jelas Kompol Yudistira.
Menurut Kompol Yudistira, pengamanan dilakukan mengingat setiap rahina Banyu Pinaruh biasanya krama banyak datang ke pantai untuk malukat. "Kita lakukan penutupan sekaligus pengamanan pantai. Sejatinya, pantai sudah ditutup sejak diberlakukannya PPKM Level 4 di Bali. Kita melaksanakan instruksi dari pemerintah," jelas Kompol Yudistira. Dan, Kompol Yudistira memastikan tidak ada krama Bali (umat Hindu) yang melakukan ritual malukat di Pantai Lebih kemarin.
Pengamanan serupa juga dilakukan di sepanjang pantai wilayah Kecamatan Blahbatuh, Gianyar di sebelah barat Pantai Lebih. Pengamanan melibatkan TNI/Polri dan pecalang. Kapolsek Blahbatuh, AKP Yoga Widyatmoko, juga ikut siaga di pantai sejak subuh.
AKP Yoga menyebutkan, pelaksanaan pengamanan tidak seperti pengamanan Banyu Pinaruh sebelum pandemi Covid-19, ketika krama selalu memadati pantai sejak dinihari. "Kalau sekarang, semua pantai di wilayah hukum Polsek Blahbatuh ditutup, sehingga nampak lenggang dan sepi saat Banyu Pinaruh hari ini (kemarin)," papar AKP Yoga.
Pengamanan oleh Polsek Blahbatuh saat Banyu Pinaruh, Minggu kemarin, difokuskan di 4 titik yakni Pantai Masceti (sisi timur), Pantai Saba, Pantai Cucukan, Pantai Sukaluwih (sisi barat). Kawasan objek wisata lainnya yang menjadi ajang kunjungan masyarakat juga diantisipasi, supaya tidak muncul kerumunan yang bisa menyebabkan klaster baru penyebaran Covid-19.
Sementara, Kapolsek Sukawati AKP Ariawan memimpin langsung pengamanan pantai kawasan Kecamatan Sukawati, seperti Pantai Purnama, Pantai Kubur, Pantai Gumicik, dan Pantai Lembeng. Pengamanan pantai ini merujuk Surat Edaran Bersama Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali dan PHDI Provinsi Bali tentang pembatasan kegiatan masyarakat di masa PPKM Level 4 Lanjutan, serta hasil Rapat Koordinasi Muspika Kecamatan Sukawati dengan Pj Perbekel dan Bendesa Desa Sukawati, serta Perbekel Ketewel dan Bendesa Desa Adat Ketewel.
Selain dari personel Polsek Sukawati, dalam pengamanan pantai saat rahina Banyu Pinaruh kemarin juga melibatkan Bhabinkamtibmas dan Bhabinsa masing-masing dewa yang mewilayahi pantai, serta Sat Pol PP Kecamatan Sukawati, dan pecalang Desa Adat Sukawati.
"Dalam melaksanakan pembatasan, kami memberikan pengertian kepada warga yang hendak masih ke pantai agar putar balik, mengingat masih dalam masa pandemi Covid-19. Mereka dilarang melaksanakan Banyu Pinaruh di pantai, karena menimbulkan kerumunan," tandas AKP Ariawan.
Selain pantai, objek wisata Pura Tirta Empul di Desa Adat Manukaya Let, Kecamatan Tampaksiring juga diawasi ketat personel kepolisian. Kapolsek Tampaksiring, AKP Ni Luh Suardini, bahkan patroli jalan kaki bersama gabungan personel TNI dan pecalang di seputaran objek wisata yang berlokasi di sebelah timur Istana Kepresidenan Tampaksiring tersebut.
Hal ini untuk memastikan tidak ada krama yang melakukan ritual panglukatan di Pura Tirta Empu. AKP Luh Suardini mengaku terus melakukan upaya pencegahan penyebaran Covid-19. Salah satunya, dengan cara menutup objek wisata Pura Tirta Empul. Namun, bagi krama yang melaksanakan persembahyangan di Pura Tirta Empul, tetap dibolehkan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
"Hari ini bertepatan dengan Banyu Pinaruh, yang tentunya krama Bali banyak ingin datang ke Pura Tirta Empul untuk malukat. Oleh karena itu, kita lakukan penutupan sekaligus melaksanakan giat patroli dan pengamanan di objek wisata Pura Tirta Empul," jelas AKP Suardani.
Sementara itu, aalah satu krama Lingkungan Candi Baru, Kelurahan Gianyar, Jro Nyoman Apriani, mengaku mengurungkan niatnya untuk malukat ke pantai. Jro Nyoman Ariani dan keluarganya juga urung ke Pura Tiurta Empul, karena tak boleh malukat di sana.
“Kami pilih malukat di rumah saja. Kami sekeluarga malukat di merajan (pura keluarga) menggunakan toya kumkuman isi bunga miik, bungkak gading, sementara tirta nunas ring Griya (kediaman sulinggih, Red)," ungkap Jro Apriani kepada NusaBali.
Bagi Jro Apriani, malukat di rumah tidak mengurangi makna upacara Banyu Pinaruh, yang jatuh sehari setelah Hari Raya Saraswati. Dia berharap malukat saat Banyu Pinaruh sebagai titik awal periode wuku di Bali, dapat berpengaruh baik terhadap kehidupan.
"Saat Banyu Pinaruh, kami membersihkan diri sebelum mengawali periode yang baru. Dan, sebelum kita mengisi diri dengan pengetahuan, alangkah baiknya kita membersihkan diri dengan air suci atau penglukatan," papar Jri Apriani yang kesehariannya berprofesi sebagai penyuluh pertanian. *nvi
Seharian kemarin, sepanjang pesisir Kabupaten Gianyar mulai dari Pantai Lebih, Desa Lebih/Kecamatan Gianyar (di sisi timur) hingga Pantai Lembeng, Desa/Kecamatan Sukawati (si sisi barat) tidak ada kerumunan krama yang datang untuk malukat. Demikian pula di Pura Tirta Empul, Desa Adat Manukaya Let, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar tampak sepi pamedek karena jauh sebelumnya sudah keluar larangan untuk malukat di sana.
Pantauan NusaBali di sejumlah pantai selatan Gianyar, Minggu kemarin, sejak dinihari pukul 04.00 Wita sudah siaga personel dari kepolisian, prajuru adat, dan pecalang. Kapolsel Gianyar, Kompol I Gusti Ngurah Yudistira, memimpin langsung pengamanan di Pantai Lebih.
"Personil Polsek Gianyar bersama pecalang dan prajuru Desa Adat Lebih sudajh menempati pos jaga di pntu masuk Pantai Lebih, sejak dinihari pukul 04.00 Wita," jelas Kompol Yudistira.
Menurut Kompol Yudistira, pengamanan dilakukan mengingat setiap rahina Banyu Pinaruh biasanya krama banyak datang ke pantai untuk malukat. "Kita lakukan penutupan sekaligus pengamanan pantai. Sejatinya, pantai sudah ditutup sejak diberlakukannya PPKM Level 4 di Bali. Kita melaksanakan instruksi dari pemerintah," jelas Kompol Yudistira. Dan, Kompol Yudistira memastikan tidak ada krama Bali (umat Hindu) yang melakukan ritual malukat di Pantai Lebih kemarin.
Pengamanan serupa juga dilakukan di sepanjang pantai wilayah Kecamatan Blahbatuh, Gianyar di sebelah barat Pantai Lebih. Pengamanan melibatkan TNI/Polri dan pecalang. Kapolsek Blahbatuh, AKP Yoga Widyatmoko, juga ikut siaga di pantai sejak subuh.
AKP Yoga menyebutkan, pelaksanaan pengamanan tidak seperti pengamanan Banyu Pinaruh sebelum pandemi Covid-19, ketika krama selalu memadati pantai sejak dinihari. "Kalau sekarang, semua pantai di wilayah hukum Polsek Blahbatuh ditutup, sehingga nampak lenggang dan sepi saat Banyu Pinaruh hari ini (kemarin)," papar AKP Yoga.
Pengamanan oleh Polsek Blahbatuh saat Banyu Pinaruh, Minggu kemarin, difokuskan di 4 titik yakni Pantai Masceti (sisi timur), Pantai Saba, Pantai Cucukan, Pantai Sukaluwih (sisi barat). Kawasan objek wisata lainnya yang menjadi ajang kunjungan masyarakat juga diantisipasi, supaya tidak muncul kerumunan yang bisa menyebabkan klaster baru penyebaran Covid-19.
Sementara, Kapolsek Sukawati AKP Ariawan memimpin langsung pengamanan pantai kawasan Kecamatan Sukawati, seperti Pantai Purnama, Pantai Kubur, Pantai Gumicik, dan Pantai Lembeng. Pengamanan pantai ini merujuk Surat Edaran Bersama Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali dan PHDI Provinsi Bali tentang pembatasan kegiatan masyarakat di masa PPKM Level 4 Lanjutan, serta hasil Rapat Koordinasi Muspika Kecamatan Sukawati dengan Pj Perbekel dan Bendesa Desa Sukawati, serta Perbekel Ketewel dan Bendesa Desa Adat Ketewel.
Selain dari personel Polsek Sukawati, dalam pengamanan pantai saat rahina Banyu Pinaruh kemarin juga melibatkan Bhabinkamtibmas dan Bhabinsa masing-masing dewa yang mewilayahi pantai, serta Sat Pol PP Kecamatan Sukawati, dan pecalang Desa Adat Sukawati.
"Dalam melaksanakan pembatasan, kami memberikan pengertian kepada warga yang hendak masih ke pantai agar putar balik, mengingat masih dalam masa pandemi Covid-19. Mereka dilarang melaksanakan Banyu Pinaruh di pantai, karena menimbulkan kerumunan," tandas AKP Ariawan.
Selain pantai, objek wisata Pura Tirta Empul di Desa Adat Manukaya Let, Kecamatan Tampaksiring juga diawasi ketat personel kepolisian. Kapolsek Tampaksiring, AKP Ni Luh Suardini, bahkan patroli jalan kaki bersama gabungan personel TNI dan pecalang di seputaran objek wisata yang berlokasi di sebelah timur Istana Kepresidenan Tampaksiring tersebut.
Hal ini untuk memastikan tidak ada krama yang melakukan ritual panglukatan di Pura Tirta Empu. AKP Luh Suardini mengaku terus melakukan upaya pencegahan penyebaran Covid-19. Salah satunya, dengan cara menutup objek wisata Pura Tirta Empul. Namun, bagi krama yang melaksanakan persembahyangan di Pura Tirta Empul, tetap dibolehkan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
"Hari ini bertepatan dengan Banyu Pinaruh, yang tentunya krama Bali banyak ingin datang ke Pura Tirta Empul untuk malukat. Oleh karena itu, kita lakukan penutupan sekaligus melaksanakan giat patroli dan pengamanan di objek wisata Pura Tirta Empul," jelas AKP Suardani.
Sementara itu, aalah satu krama Lingkungan Candi Baru, Kelurahan Gianyar, Jro Nyoman Apriani, mengaku mengurungkan niatnya untuk malukat ke pantai. Jro Nyoman Ariani dan keluarganya juga urung ke Pura Tiurta Empul, karena tak boleh malukat di sana.
“Kami pilih malukat di rumah saja. Kami sekeluarga malukat di merajan (pura keluarga) menggunakan toya kumkuman isi bunga miik, bungkak gading, sementara tirta nunas ring Griya (kediaman sulinggih, Red)," ungkap Jro Apriani kepada NusaBali.
Bagi Jro Apriani, malukat di rumah tidak mengurangi makna upacara Banyu Pinaruh, yang jatuh sehari setelah Hari Raya Saraswati. Dia berharap malukat saat Banyu Pinaruh sebagai titik awal periode wuku di Bali, dapat berpengaruh baik terhadap kehidupan.
"Saat Banyu Pinaruh, kami membersihkan diri sebelum mengawali periode yang baru. Dan, sebelum kita mengisi diri dengan pengetahuan, alangkah baiknya kita membersihkan diri dengan air suci atau penglukatan," papar Jri Apriani yang kesehariannya berprofesi sebagai penyuluh pertanian. *nvi
1
Komentar