Aplikasi Eco Tourism, Berwisata ke TCEC Serangan Jadi Lebih Seru
DENPASAR, NusaBali.com - Berkunjung ke Turtle Conservation and Education Center (TCEC), tempat wisata edukasi di Pulau Serangan, akan tambah seru dengan menggunakan aplikasi Eco Tourism.
Saat ini, tempat wisata yang juga lembaga konservasi tersebut, sedang melakukan ujicoba penggunaan aplikasi tersebut kepada sekitar 200 orang yang kebanyakan adalah generasi milenial.
“Sekarang masih dalam tahap ujicoba, masih dalam proses penyempurnaan. Kalau sudah jadi, maka masyarakat nanti bisa merencanakan budget berwisata menggunakan aplikasi tersebut, juga proses transaksinya,” ujar I Made Sukanta, Pengelola TCEC, ketika ditemui Senin (30/8/2021).
Ia menjelaskan aplikasi Eco Tourism merupakan aplikasi digital yang digunakan oleh tim peneliti Fakultas Pariwisata Universitas Ciputra di Surabaya yang bertujuan untuk mengembangkan ekowisata di Indonesia. TCEC untuk sementara merupakan mitra satu-satunya di Bali yang digandeng Universitas Ciputra dalam ujicoba ini.
Selama masa uji coba, aplikasi belum bisa diinstal secara bebas oleh masyarakat, melainkan hanya bisa didapatkan melaui link aplikasi yang bisa diminta di sekretariat TCEC. Aplikasi Eco Tourism, ujar Sukanta, memiliki dua versi. Pertama versi customer yang bisa dipakai wisatawan, dan versi partner yang bisa digunakan oleh para pelaku wisata maupun para pemangku kepentingan lainnya seperti, LSM, media massa, akademisi, komunitas lokal, dan pemerintah.
Sukanta yakin ekowisata akan terus berkembang di Indonesia, mengingat negeri ini memiliki banyak sekali destinasi ekowisata yang sangat menarik dan unik. Dengan adanya aplikasi Eco Tourism, nantinya para milenial (wisatawan) akan mudah melihat daftar destinasi ekowisata yang ada di seluruh Indonesia, lengkap dengan deskripsi, artikel mengenai tempat wisata tersebut, harga, dan tentunya sekaligus bisa menggunakannya sebagai alat transaksi selama berwisata di tempat wisata yang dipilih.
Terpisah, salah satu anggota tim peneliti Universitas Ciputra, Dewa Gde Satrya, mengatakan sasaran awal dari aplikasi Eco Tourism adalah kaum milenial. Kaum milenial dikatakannya adalah masa depan ekowisata di Indonesia. Kaum milenial juga dilihatnya sangat cepat beradaptasi dengan perkembangan teknologi digital yang sangat pesat dewasa ini.
“Pasar masa depan kita itu merupakan pasar yang terdidik yang memiliki pilihan yang tepat, yang baik. Kami melihat ekowisata itu sesuatu yang baik dan berkualitas,” ungkap Dewa Satrya.
Dikatakannya, ia bersama dua orang peneliti lainnya mengembangkan sebuah model ekowisata yang digunakannya sebagai dasar membangun aplikasi Eco Tourism. Model tersebut ia beri nama, The Hepta-Helix of Millennials Ecotourism. Di mana menurut model tersebut, milenial sebagai customer ekowisata bersinergi dengan enam elemen masyarakat lainnya, yakni LSM, media massa, akademisi, komunitas lokal, dan pemerintah untuk membangun suatu keberlanjutan ekonomi, keberlanjutan lingkungan, dan keberlanjutan warisan budaya. “Tujuh kelompok ini saling berinteraksi dengan sentralnya adalah milenial,” tandas Dewa Satrya. *adi
Komentar