Museum Lontar di Dukuh Penaban Terimbas Covid-19
Konservasi Lontar Kembali ke Rumah Krama
Karena merawat lontar di museum perlu biaya tak kecil. Sementara itu, pandemi mengakibatkan tak ada kunjungan wisatawan ke objek wisata museum. Maka pendapatan objek jadi nihil.
AMLAPURA, NusaBali
Pandemi Covid-19 sejak Maret 2020 telah melantakkan segala segi kehidupan. Tak terkecuali museum. Karena terdampak pandemi, Museum Pustaka Lontar di Banjar Adat Dukuh Bukit Ngandang, Desa Adat Dukuh Penaban, Kecamatan Karangasem, terpaksa tutup. Akibatnya, 203 cakep lontar bertuliskan aksara Bali itu terpaksa dikembalikan kepada krama alias dirumahkan.
Merumahkan lontar itu tentu merupakan langkah terbaik. Karena merawat lontar di museum perlu biaya tak kecil. Sementara itu, pandemi mengakibatkan kunjungan wisatawan ke objek wisata museum ini tiada, Maka pendapatan objek jadi nihil.
‘’Kami kembalikan lontar-lontar itu sementara, agar lontar milik masyarakat tersebut dirawat di rumah masing-masing,’’ ujar Bendesa Adat Dukuh Penaban Jro Nengah Suarya, saat ditemui di Objek Wisata Museum Pustaka Lontar, Banjar Adat Dukuh Bukit Ngandang, Desa Adat Dukuh Penaban, Kecamatan Karangasem, Jumat (3/9).
Selama ini, menurut Jro Nengah Suarya, museum ini menyimpan 353 cakep lontar, titipan dari masyarakat 203 cakep lontar. Setelah milik masyarakat dikembalikan, agar dirawat pemiliknya di rumahnya masing-masing, maka yang tersisa hanya 250 cakep lontar. "Selama ini memang petugas museum yang merawat lontar ini. Perawatan rutin dilakukan dengan konservasi, dibersihkan menggunakan alkohol, minyak sereh dan minyak kemiri," jelas Jro Nengah Suarya.
Setelah tidak ada lagi kunjungan ke Museum Pustaka Lontar, maka tidak ada pemasukan untuk biaya pemeliharaan. Tidak juga ada biaya untuk memberikan imbalan buat petugas jaga. Maka sementara lontar milik krama masyarakat dikembalikan. "Selama ini dalam kondisi normal, ada saja krama yang datang. Termasuk mahasiswa melakukan penelitian, ada yang mau baca lontar, ada yang menitipkan lontar, ada juga yang datang untuk belajar nyurat aksara Bali di daun lontar," tambah tokoh dari Banjar Adat Penaban ini.
Jelas dia, banyak ada orang luar menawarkan diri untuk membantu merawat lontar yang ada. Tentu mereka sambil baca-baca lontar dan sambil berwisata. Tetapi mengingat situasi pandemi Covid-19, dan masih PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) level IV, tawaran itu belum diterima oleh pihak pengelola museum.
Lontar yang ada di Museum Pustaka Lontar ini, papar Jro Nengah, tetap dirawat dengan memanfaatkan tiga tenaga. Mereka yakni Ni Kadek Candra Dewi dari Banjar Dukuh Bukit Ngandang, Ni Kadek Desni Putri Cahyani dari Banjar Penaban dan Kadek Angga Ariwedana dari Banjar Dukuh Bukit Ngandang.
Petugas Ni Kadek Candra Dewi mengatakan, selama ini secara kontinyu melakukan konservasi lontar. Sehingga setiap cakep lontar dapat giliran sekali dalam setahun dikonservasi. "Semua lontar sudah terdata, untuk dikonservasi, juga diperbaiki teknis penyimpanannya agar tetap terjaga kualitasnya," jelas Ni Kadek Candra Dewi.
Selma ini 250 cakep lontar tersimpan rapi di Bale Daja Museum Pustaka Lontar, semuanya dimasukkan ke dalam kotak penyimpanan. Sedangkan di Bale Sangkul Putih di halaman tengah, tempat pertemuan sekaligus merupakan klinik nyurat aksara Bali di daun lontar, lengkap dengan semua peralatan dibutuhkan, termasuk daun lontar yang siap digunakan. *k16
Merumahkan lontar itu tentu merupakan langkah terbaik. Karena merawat lontar di museum perlu biaya tak kecil. Sementara itu, pandemi mengakibatkan kunjungan wisatawan ke objek wisata museum ini tiada, Maka pendapatan objek jadi nihil.
‘’Kami kembalikan lontar-lontar itu sementara, agar lontar milik masyarakat tersebut dirawat di rumah masing-masing,’’ ujar Bendesa Adat Dukuh Penaban Jro Nengah Suarya, saat ditemui di Objek Wisata Museum Pustaka Lontar, Banjar Adat Dukuh Bukit Ngandang, Desa Adat Dukuh Penaban, Kecamatan Karangasem, Jumat (3/9).
Selama ini, menurut Jro Nengah Suarya, museum ini menyimpan 353 cakep lontar, titipan dari masyarakat 203 cakep lontar. Setelah milik masyarakat dikembalikan, agar dirawat pemiliknya di rumahnya masing-masing, maka yang tersisa hanya 250 cakep lontar. "Selama ini memang petugas museum yang merawat lontar ini. Perawatan rutin dilakukan dengan konservasi, dibersihkan menggunakan alkohol, minyak sereh dan minyak kemiri," jelas Jro Nengah Suarya.
Setelah tidak ada lagi kunjungan ke Museum Pustaka Lontar, maka tidak ada pemasukan untuk biaya pemeliharaan. Tidak juga ada biaya untuk memberikan imbalan buat petugas jaga. Maka sementara lontar milik krama masyarakat dikembalikan. "Selama ini dalam kondisi normal, ada saja krama yang datang. Termasuk mahasiswa melakukan penelitian, ada yang mau baca lontar, ada yang menitipkan lontar, ada juga yang datang untuk belajar nyurat aksara Bali di daun lontar," tambah tokoh dari Banjar Adat Penaban ini.
Jelas dia, banyak ada orang luar menawarkan diri untuk membantu merawat lontar yang ada. Tentu mereka sambil baca-baca lontar dan sambil berwisata. Tetapi mengingat situasi pandemi Covid-19, dan masih PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) level IV, tawaran itu belum diterima oleh pihak pengelola museum.
Lontar yang ada di Museum Pustaka Lontar ini, papar Jro Nengah, tetap dirawat dengan memanfaatkan tiga tenaga. Mereka yakni Ni Kadek Candra Dewi dari Banjar Dukuh Bukit Ngandang, Ni Kadek Desni Putri Cahyani dari Banjar Penaban dan Kadek Angga Ariwedana dari Banjar Dukuh Bukit Ngandang.
Petugas Ni Kadek Candra Dewi mengatakan, selama ini secara kontinyu melakukan konservasi lontar. Sehingga setiap cakep lontar dapat giliran sekali dalam setahun dikonservasi. "Semua lontar sudah terdata, untuk dikonservasi, juga diperbaiki teknis penyimpanannya agar tetap terjaga kualitasnya," jelas Ni Kadek Candra Dewi.
Selma ini 250 cakep lontar tersimpan rapi di Bale Daja Museum Pustaka Lontar, semuanya dimasukkan ke dalam kotak penyimpanan. Sedangkan di Bale Sangkul Putih di halaman tengah, tempat pertemuan sekaligus merupakan klinik nyurat aksara Bali di daun lontar, lengkap dengan semua peralatan dibutuhkan, termasuk daun lontar yang siap digunakan. *k16
Komentar