Diwariskan Keluarga Sejak 1940-an, Tetap Pertahankan Motif Khas Melayu
Perajin Tenun Endek Motif Melayu di Loloan Barat, Kecamatan Negara, Jembrana
Taufiq Husin mengatakan kerajinan tenun endek khas Melayu ini sebenarnya sudah ada di Loloan sejak sekitar tahun 1940-an (zaman penjajahan Jepang) yang dilakoni oleh kakeknya.
NEGARA, NusaBali
Kabupaten Jembrana memiliki keragaman perajin endek. Selain perajin endek khas Bali, juga ada perajin endek khas Melayu di Kelurahan Loloan Timur, Kecamatan Negara, Jembrana. Usaha tenun endek secara tradisional khas Melayu ala Loloan ini, dilakoni dua bersaudara Taufiq Husin, 49, dan Rahmat Hidayat, 45, yang telah diwariskan secara turun turun temurun dari kakek mereka.
Taufiq Husin, 49, saat ditemui di rumahnya, di Jalan Kedondong Nomor 13, Gang Masjid Mujahidin, Kelurahan Loloan Barat, Sabtu (4/9) mengatakan kerajinan tenun endek khas Melayu ini sebenarnya sudah ada di Loloan sekitar tahun 1940-an. Saat zaman penjajahan Jepang itu, usaha tenun endek dilakoni oleh kakeknya almarhum Suni Majid. Kemudian dari kakeknya, dilanjutkan ayahnya almarhun Husin, dan kini diteruskan oleh Taufiq bersama adiknya, Rahmat.
Menurut Taufiq, saat ada kerajinan tenun di Loloan pada tahun 1940-an, awal-awalnya juga menggunakan alat tenun cag-cag. Kemudian sekitar tahun 1950-an, barulah masuk alat tenun bukan mesin (ATBM) dengan ukuran lebih besar. "Kalau dari cerita orangtunya, ATBM pertamakali diperkenalkan di Loloan oleh orang keturunan Arab dari Waru, Sidoarjo, Jawa Timur. Waktu beralih ke ATBM juga masih zaman kakek saya. Dan sampai sekarang kita masih gunakan ATBM," ucap Taufiq.
Taufiq sendiri mengaku sudah diajari cara membuat endek oleh bapaknya semasih seumuran remaja SMP. Tidak hanya diwarisi cara menenun. Tetapi juga diajari cara membuat ataupun memperbaiki ATBM, hingga segala proses menyiapkan benang dan pembuatan motif sebelum siap ditenun. "Kalau untuk membuat kain endek memang banyak prosesnya. Ada dua proses yang namanya menyiapkan benang lungsi (bahan benang dasar) dan benang pakan (benang untuk motif)," ucap Taufiq yang juga pernah tinggal di Sulawesi Tengah sebagai salah satu trainer dalam program pelatihan perajin tenun yang digelar Pemprov Sulawesi Tengah pada tahun 1995-1998 lalu ini.
Taufiq menjelaskan dalam membuat endek diperlukan keterampilan khusus. Terlebih untuk membuat endek dengan motif tertentu sehingga terbentuk sesuai motif yang diinginkan. Saat ini Taufiq tetap mempertahankan berbagai motif endek khas Melayu ala Loloan yang telah diwariskan dari kakek maupun ayahnya. Beberapa motif endek khas Melayu ini, ada motif pot-potan, motif pucuk rebung, motif wajik, motif bintang kurung, motif delima manis, dan lainnya.
Namun di samping berbagai motif warisan itu, Taufiq yang juga mewarisi ilmu membuat motif endek ini juga mengkreasikan berbagai motif warisan itu dan menbuat sejumlah motif baru. Adapun beberapa motif hasil kreasinya itu, di antaranya ada motif bintang kurung s sangket, motif liris dodol, motif wajik liris, motif s wajik, motif bunga kangkung, dan lainnya.
Dari keterampilannya membuat motif endek itu, Taufiq juga pernah mendapat penghargaan dari Cita Tenun Indonesia (CTI) karena dapat membuat sebuah kain dengan motif yang sulit.
Di mana, pembuatan kain yang sebelumnya dilelang pada tahun 2018 lalu itu merupakan sebuah kain perpaduan endek dan songket dengan motif seperti primbon yang diyakini merupakan kain bersejarah peninggalan zaman kerajaan di Jembrana. "Pembuatan kain itu memang sebelumnya dilelang, dan hanya ada contoh gambarnya. Waktu itu, banyak yang menyerah. Tetapi saya berpikir, orang zaman dulu saja bisa membuat kenapa saya tidak. Jadi saya sanggupi dan bisa," ujarnya.
Dalam membuat kain motif primbon itu, Taufiq mengaku tidak mudah. Dirinya sendiri berperan sebagai pembuat motif dan penenunnya melibatkan seorang perajin songket dari Jembrana. Di mana untuk proses pewarnaan kain motif primbon yang pernah diciptakannya itu, menggunakan bahan-bahan alami. Seperti dari kulit kayu, daun, dan akar tanaman. "Untuk proses waktu buat kain motif primbon itu, memakan waktu sampai sebulanan. Karena langsung menggunakan pewarna dari bahan-bahan alami, untuk pengeringan harus dikipas-kipas. Tidak bisa dikeringkan di sinar matahari langsung. Nah setelah jadi bahan benangnya, saat proses tenunnya juga menghabiskan waktu sampai 2 minggu. Sedangkan kalau endek biasa, paling sehari tenun sudah jadi," ucapnya.
Terkait kain motif primbon yang pernah dibuatnya itu, sambung Taufiq, juga sudah laku terjual. Di mana per meter kain motif primbon yang dibuatnya itu laku seharga Rp 5 juta per meter. "Sekarang sementara belum buat lagi karena sulit dan harganya memang mahal. Kebetulan buat itu karena merasa tertantang," ucap Taufiq didampingi istrinya, Sufiani, 48, serta putra sulungnya, Ahmad Irvan, 24.
Saat ini, Taufiq yang membranding usaha tenunnya dengan nama Tenun Teratai ini berencana mewariskan usaha tenun warisan keluarganya ini kepada putra sulungnya, Ahmad Irvan, 24. Mengingat usaha tenun ini, dirasakannya cukup menjanjikan. Termasuk di masa pandemi Covid-19 ini, tidak dirasakan pengaruh yang signifikan.
"Sekarang kita punya 10 alat tenun. Tetapi yang aktif baru 8, karena masih cari penenun. Rencana usaha tenun ini juga akan kita kembangkan ke depannya. Apalagi jujur saja, dengan produksi sekitar 150 kain endek per bulan, kita masih cukup kewalahan memenuhi permintaan. Dan memang sementara ini kita masih kebanyakan melayani pasar lokal dan baru menjual secara konvensional. Belum sampai memasarkan secara online," ucap Taufiq yang kini mempekerjakan 14 orang karyawan untuk usaha tenunnya ini.
Terkait endek yang diproduksinya, sambung Taufiq, memang kebanyakan diproduksi sudah jadi dalam bentuk sarung.
Namun belakangan ini tidak sedikit yang memesan dalam bentuk lembaran untuk bahan baju. Sementara untuk harga per lembar kain endek yang produksinya adalah seharga Rp 450.000. Sementara untuk reseller diberikan harga Rp 350.000. "Kalau pesan motif khusus, kita terima kalau ada order minimal 20 lembar kain dan harganya menyesuaikan motif," ucap Taufiq yang sebelumnya juga pernah dipercaya mendapat bagian untuk membuat kain endek motif makepung dari Pemkab Jembrana ini.
Bupati Jembrana I Nengah Tamba bersama sejumlah Kepala OPD Pemkab Jembrana sempat mengunjungi perajin tenun endek di Kelurahan Loloan Barat, Kecamatan Negara ini pada, Jumat (3/9). Bupati Tamba saat berkunjung ke tempat usaha kerajinan tenun endek ini mengaku baru pertama kalinya mendengar adanya perajin tenun endek dengan motif khas Melayu di Loloan Barat.
“Saya tahu dari teman-teman DPR RI, bahwa di Loloan juga ada tenun. Saya juga sempat kaget. Makanya hari ini (kemarin), kami datang dan mengecek langsung. Ternyata karyanya sangat bagus,” ujar Bupati Tamba. *ode
Taufiq Husin, 49, saat ditemui di rumahnya, di Jalan Kedondong Nomor 13, Gang Masjid Mujahidin, Kelurahan Loloan Barat, Sabtu (4/9) mengatakan kerajinan tenun endek khas Melayu ini sebenarnya sudah ada di Loloan sekitar tahun 1940-an. Saat zaman penjajahan Jepang itu, usaha tenun endek dilakoni oleh kakeknya almarhum Suni Majid. Kemudian dari kakeknya, dilanjutkan ayahnya almarhun Husin, dan kini diteruskan oleh Taufiq bersama adiknya, Rahmat.
Menurut Taufiq, saat ada kerajinan tenun di Loloan pada tahun 1940-an, awal-awalnya juga menggunakan alat tenun cag-cag. Kemudian sekitar tahun 1950-an, barulah masuk alat tenun bukan mesin (ATBM) dengan ukuran lebih besar. "Kalau dari cerita orangtunya, ATBM pertamakali diperkenalkan di Loloan oleh orang keturunan Arab dari Waru, Sidoarjo, Jawa Timur. Waktu beralih ke ATBM juga masih zaman kakek saya. Dan sampai sekarang kita masih gunakan ATBM," ucap Taufiq.
Taufiq sendiri mengaku sudah diajari cara membuat endek oleh bapaknya semasih seumuran remaja SMP. Tidak hanya diwarisi cara menenun. Tetapi juga diajari cara membuat ataupun memperbaiki ATBM, hingga segala proses menyiapkan benang dan pembuatan motif sebelum siap ditenun. "Kalau untuk membuat kain endek memang banyak prosesnya. Ada dua proses yang namanya menyiapkan benang lungsi (bahan benang dasar) dan benang pakan (benang untuk motif)," ucap Taufiq yang juga pernah tinggal di Sulawesi Tengah sebagai salah satu trainer dalam program pelatihan perajin tenun yang digelar Pemprov Sulawesi Tengah pada tahun 1995-1998 lalu ini.
Taufiq menjelaskan dalam membuat endek diperlukan keterampilan khusus. Terlebih untuk membuat endek dengan motif tertentu sehingga terbentuk sesuai motif yang diinginkan. Saat ini Taufiq tetap mempertahankan berbagai motif endek khas Melayu ala Loloan yang telah diwariskan dari kakek maupun ayahnya. Beberapa motif endek khas Melayu ini, ada motif pot-potan, motif pucuk rebung, motif wajik, motif bintang kurung, motif delima manis, dan lainnya.
Namun di samping berbagai motif warisan itu, Taufiq yang juga mewarisi ilmu membuat motif endek ini juga mengkreasikan berbagai motif warisan itu dan menbuat sejumlah motif baru. Adapun beberapa motif hasil kreasinya itu, di antaranya ada motif bintang kurung s sangket, motif liris dodol, motif wajik liris, motif s wajik, motif bunga kangkung, dan lainnya.
Dari keterampilannya membuat motif endek itu, Taufiq juga pernah mendapat penghargaan dari Cita Tenun Indonesia (CTI) karena dapat membuat sebuah kain dengan motif yang sulit.
Di mana, pembuatan kain yang sebelumnya dilelang pada tahun 2018 lalu itu merupakan sebuah kain perpaduan endek dan songket dengan motif seperti primbon yang diyakini merupakan kain bersejarah peninggalan zaman kerajaan di Jembrana. "Pembuatan kain itu memang sebelumnya dilelang, dan hanya ada contoh gambarnya. Waktu itu, banyak yang menyerah. Tetapi saya berpikir, orang zaman dulu saja bisa membuat kenapa saya tidak. Jadi saya sanggupi dan bisa," ujarnya.
Dalam membuat kain motif primbon itu, Taufiq mengaku tidak mudah. Dirinya sendiri berperan sebagai pembuat motif dan penenunnya melibatkan seorang perajin songket dari Jembrana. Di mana untuk proses pewarnaan kain motif primbon yang pernah diciptakannya itu, menggunakan bahan-bahan alami. Seperti dari kulit kayu, daun, dan akar tanaman. "Untuk proses waktu buat kain motif primbon itu, memakan waktu sampai sebulanan. Karena langsung menggunakan pewarna dari bahan-bahan alami, untuk pengeringan harus dikipas-kipas. Tidak bisa dikeringkan di sinar matahari langsung. Nah setelah jadi bahan benangnya, saat proses tenunnya juga menghabiskan waktu sampai 2 minggu. Sedangkan kalau endek biasa, paling sehari tenun sudah jadi," ucapnya.
Terkait kain motif primbon yang pernah dibuatnya itu, sambung Taufiq, juga sudah laku terjual. Di mana per meter kain motif primbon yang dibuatnya itu laku seharga Rp 5 juta per meter. "Sekarang sementara belum buat lagi karena sulit dan harganya memang mahal. Kebetulan buat itu karena merasa tertantang," ucap Taufiq didampingi istrinya, Sufiani, 48, serta putra sulungnya, Ahmad Irvan, 24.
Saat ini, Taufiq yang membranding usaha tenunnya dengan nama Tenun Teratai ini berencana mewariskan usaha tenun warisan keluarganya ini kepada putra sulungnya, Ahmad Irvan, 24. Mengingat usaha tenun ini, dirasakannya cukup menjanjikan. Termasuk di masa pandemi Covid-19 ini, tidak dirasakan pengaruh yang signifikan.
"Sekarang kita punya 10 alat tenun. Tetapi yang aktif baru 8, karena masih cari penenun. Rencana usaha tenun ini juga akan kita kembangkan ke depannya. Apalagi jujur saja, dengan produksi sekitar 150 kain endek per bulan, kita masih cukup kewalahan memenuhi permintaan. Dan memang sementara ini kita masih kebanyakan melayani pasar lokal dan baru menjual secara konvensional. Belum sampai memasarkan secara online," ucap Taufiq yang kini mempekerjakan 14 orang karyawan untuk usaha tenunnya ini.
Terkait endek yang diproduksinya, sambung Taufiq, memang kebanyakan diproduksi sudah jadi dalam bentuk sarung.
Namun belakangan ini tidak sedikit yang memesan dalam bentuk lembaran untuk bahan baju. Sementara untuk harga per lembar kain endek yang produksinya adalah seharga Rp 450.000. Sementara untuk reseller diberikan harga Rp 350.000. "Kalau pesan motif khusus, kita terima kalau ada order minimal 20 lembar kain dan harganya menyesuaikan motif," ucap Taufiq yang sebelumnya juga pernah dipercaya mendapat bagian untuk membuat kain endek motif makepung dari Pemkab Jembrana ini.
Bupati Jembrana I Nengah Tamba bersama sejumlah Kepala OPD Pemkab Jembrana sempat mengunjungi perajin tenun endek di Kelurahan Loloan Barat, Kecamatan Negara ini pada, Jumat (3/9). Bupati Tamba saat berkunjung ke tempat usaha kerajinan tenun endek ini mengaku baru pertama kalinya mendengar adanya perajin tenun endek dengan motif khas Melayu di Loloan Barat.
“Saya tahu dari teman-teman DPR RI, bahwa di Loloan juga ada tenun. Saya juga sempat kaget. Makanya hari ini (kemarin), kami datang dan mengecek langsung. Ternyata karyanya sangat bagus,” ujar Bupati Tamba. *ode
Komentar