Pandemi, Usaha Mikro di Badung Berkembang Pesat
Paling Banyak di Kecamatan Kuta Utara, Kuta, dan Kuta Selatan
Berkembangnya usaha mikro di wilayah pariwisata tidak terlepas dari dampak pariwisata yang tutup sementara, sehingga masyarakat mencoba mencari peruntungan di sektor perdagangan.
MANGUPURA, NusaBali
Berbeda jauh dengan sektor pariwisata yang terpuruk selama pandemi Covid-19, justru sektor usaha mikro di Badung berkembang cukup pesat. Tumbuh suburnya usaha mikro dipicu karena berubahnya kondisi masyarakat yang cenderung berbelanja online, ketimbang harus ke luar rumah untuk berbelanja langsung.
Kadis Koperasi, UKM dan, Perdagangan Kabupaten Badung Made Widiana, tidak memungkiri di masa pandemi pertumbuhan jumlah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Badung sangat meningkat. Dari data yang dikantongi, kondisi UMKM dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 2016 total jumlah UMKM di Badung sebanyak 16.249, tahun 2017 meningkat tipis menjadi 16.934, tahun 2018 meningkat menjadi 18.834, tahun 2019 meningkat menjadi 19.423. Kondisi itu meningkat drastis selama masa pandemi Covid-19, yaitu tahun 2020 menjadi 22.647 dan tahun 2021 meningkat menjadi 25.593.
“Peningkatan terjadi pada sektor usaha mikro, sedangkan sektor usaha kecil dan menengah relatif tidak ada kenaikan,” kata Widiana, Minggu (5/9).
Menurut Widiana, dari data tersebut UMKM yang paling banyak berkembang, yakni di Kecamatan Kuta Utara, Kuta, dan Kuta Selatan. Sedangkan wilayah yang stabil peningkatan kondisi UMKM-nya berada di wilayah Abiansemal. Peningkatan kondisi UMKM di wilayah pariwisata itu tentu tidak terlepas dari dampak pariwisata yang tutup sementara, sehingga masyarakat mencoba mencari peruntungan di sektor perdagangan. “Dalam catatan kami, tiga wilayah yang selama ini terkenal dengan pariwisatanya yang paling banyak (meningkat UMKM-nya, Red),” imbuh mantan Camat Kuta dan Kuta Selatan ini.
Peningkatan jumlah UMKM, diketahuinya juga berdampak pada digitalisasi yang terjadi di sektor tersebut. Sebab, kebanyakan pelaku UMKM dilakoni oleh anak muda, atau usaha orang tua yang dibackup anak muda.
Diakuinya, market digital menjanjikan seiring perkembangan IT dan trend saat ini. Jika pedagang tidak mau beralih ke online/digital dan hanya mengandalkan konvensional/tradisional, kata Widiana, akan ketinggalan pasar. Menurutnya, suka atau tidak suka, mau-tidak mau, semua usaha layaknya harus mengikuti arah perkembangan zaman dan market. Karena saat ini zamannya digital, maka hal itu harus diikuti alurnya, jika ingin kompetitif dan berkembang.
Widiana mengimbau kepada generasi muda agar lebih berperan aktif falam membackup orang tuanya dalam upaya digitalisasi usaha. Sebab, terkadang masih ada orang tua yang belum paham akan hal itu. Pihaknya di dinas juga akan terus berupaya mendorong digitalisasi UMKM, hal itu juga menjadi salah satu kriteria pemerintah pusat dalam penilaian TPID. Selain melaksanakan edukasi, sosialisasi dan FGD, pihaknya juga menyediakan tempat konsultasi di klinik UMKM, serta bekerjasama dengan sejumlah universitas terkait program inkubator wira usaha muda pemula.
“Sekarang kami masih merancang pendampingan UMKM dari salah satu universitas di Denpasar. Kami harap bisa terjun untuk mendampingi UMKM di seluruh Badung. Baik pendampingan digitalisasi, kemasan produk, market jual beli, dan sebagainya,” kata Widiana. *dar
Kadis Koperasi, UKM dan, Perdagangan Kabupaten Badung Made Widiana, tidak memungkiri di masa pandemi pertumbuhan jumlah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Badung sangat meningkat. Dari data yang dikantongi, kondisi UMKM dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 2016 total jumlah UMKM di Badung sebanyak 16.249, tahun 2017 meningkat tipis menjadi 16.934, tahun 2018 meningkat menjadi 18.834, tahun 2019 meningkat menjadi 19.423. Kondisi itu meningkat drastis selama masa pandemi Covid-19, yaitu tahun 2020 menjadi 22.647 dan tahun 2021 meningkat menjadi 25.593.
“Peningkatan terjadi pada sektor usaha mikro, sedangkan sektor usaha kecil dan menengah relatif tidak ada kenaikan,” kata Widiana, Minggu (5/9).
Menurut Widiana, dari data tersebut UMKM yang paling banyak berkembang, yakni di Kecamatan Kuta Utara, Kuta, dan Kuta Selatan. Sedangkan wilayah yang stabil peningkatan kondisi UMKM-nya berada di wilayah Abiansemal. Peningkatan kondisi UMKM di wilayah pariwisata itu tentu tidak terlepas dari dampak pariwisata yang tutup sementara, sehingga masyarakat mencoba mencari peruntungan di sektor perdagangan. “Dalam catatan kami, tiga wilayah yang selama ini terkenal dengan pariwisatanya yang paling banyak (meningkat UMKM-nya, Red),” imbuh mantan Camat Kuta dan Kuta Selatan ini.
Peningkatan jumlah UMKM, diketahuinya juga berdampak pada digitalisasi yang terjadi di sektor tersebut. Sebab, kebanyakan pelaku UMKM dilakoni oleh anak muda, atau usaha orang tua yang dibackup anak muda.
Diakuinya, market digital menjanjikan seiring perkembangan IT dan trend saat ini. Jika pedagang tidak mau beralih ke online/digital dan hanya mengandalkan konvensional/tradisional, kata Widiana, akan ketinggalan pasar. Menurutnya, suka atau tidak suka, mau-tidak mau, semua usaha layaknya harus mengikuti arah perkembangan zaman dan market. Karena saat ini zamannya digital, maka hal itu harus diikuti alurnya, jika ingin kompetitif dan berkembang.
Widiana mengimbau kepada generasi muda agar lebih berperan aktif falam membackup orang tuanya dalam upaya digitalisasi usaha. Sebab, terkadang masih ada orang tua yang belum paham akan hal itu. Pihaknya di dinas juga akan terus berupaya mendorong digitalisasi UMKM, hal itu juga menjadi salah satu kriteria pemerintah pusat dalam penilaian TPID. Selain melaksanakan edukasi, sosialisasi dan FGD, pihaknya juga menyediakan tempat konsultasi di klinik UMKM, serta bekerjasama dengan sejumlah universitas terkait program inkubator wira usaha muda pemula.
“Sekarang kami masih merancang pendampingan UMKM dari salah satu universitas di Denpasar. Kami harap bisa terjun untuk mendampingi UMKM di seluruh Badung. Baik pendampingan digitalisasi, kemasan produk, market jual beli, dan sebagainya,” kata Widiana. *dar
Komentar