Mendalang Wayang Calonarang Dug-Byor
Pentas drama tari calonarang masih marak di Bali.
Putu Gde ‘Sangar’ Sartika
Tapi, pentas Wayang Calonarang, sejak zamanya hingga kini tergolong masih menjadi tontotan langka. Itu karena Wayang Calonarang identik dengan kesenian Bali bernuansa magis tentang pangiwa (ilmu hitam) dan patengen (ilmu putih). Wejangan sang dalang kerap ngatag atau memanggil untuk menantang setiap orang yang punya ilmu hitam atau ngaleak. Risikonya pun bisa fatal bagi sang dalang.
I Putu Gde Sartika, alias seniman bondres yang terkenal dengan nama Sangar, kini terjun ke dunia seni pedalangan. Tak tanggung-tanggung, ia membuat pentas wayang calonarang inovatif ‘Wayang Calonarang Inovatif Dug – Byor’. Sartika telah merekam hasil karyanya itu dalam sebuah kaset DVD, dengan judul Geseng Waringin.
Ia memiliki sanggar seni, Yayasan Siwa Latri di Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar. Ia mengaku, sebelum terjun di seni bondres, dirinya lebih dalu tertarik dengan pewayangan. Setamat SMP, ia sudah mawinten dan ngayah mendalang wayang di beberapa upacara keagamaan. Ia melanjutkan ke sekolah seni di SMKN Batubulan, Sukawati, jurusan pedalangan. Lanjut, kuliah jurusan Pedalangan di ISI Denpasar, namun belum tamat.
‘’Walau pun saya suka mabondresan, tapi saya terus memantapkan diri untuk terjun ke dunia pawayangan,’’ katanya.
Kata dia, Wayang Calonarang adalah salah satu jenis kesenian Bali yang lebih mengena ke hatinya. Dengan itu, ia lebih lugas dan lapang memainkan wayang dengan lakon-lakonnya. Kekhususan Wayang Calonarang, lanjut dia, pada sisi misteri ilmu magisnya hingga membawa aura sendiri dalam pertunjukkan. ‘’Sering ada kejadian-kejadian aneh yang mengiringi saat pentas selama ini. Terutama pada sesi Ngatag (ngundang leak), untuk datang dan mengajak bertarung,’’ jelasnya. ‘’Biarlah kemagisan itu menjadi bagian dari cerita,’’ ungkapnya.
Sisi inovatif, lanjut Sartika, Wayang Calonarang selama ini dikenal sangat tradisional. Sehingga, pertunjukkannya terbatas dan hanya pada hari-hari khusus. Oleh karena itu, ia mengkemas menjadi lebih ivonatif dengan menggunakan tatabuhan Semarandana dengan tabuh kreatif Segara Masceti. Tabuh Semarandana pun diisi dengan gerong (sinden) yang dikawal oleh ibunya yang seorang seniman senior Arja di Keramas, Ni Wayan Latri. Tatabuhan ini disisipi efek suara musik modern jenis keyboard dan sound sistem, kendang Sunda serta tampilan multimedia. ‘’Kreativitas, efek suara dan warna sangat diperlukan. Penggambaran pertunjukan calonarang, akan terasa dan tentunya menghibur,’’ papar suami dari penari, Ni Luh Putu Eka Oktayanti ini.
Menurut Sartika, konsep pawayangan Calonarang adalah memberikan pengetahuan bahwa ilmu pengeleakan, ilmu-ilmu magis di Bali benar-benar ada. Dalam Wayang Calonarang, semua gambaran ilmu warisan leluhur itu diungkap, dituturkan dan diperlihatkan keberadaannya. Dalam drama tari hal ini tidak akan didapat, karena mewujudkannya akan sangat sulit. ‘’Jika seorang sisya Walanateng Dirah berubah wujud, akan bisa dilihat dalam pawayangannya. Karena ada perwujudannya, bagaimana dia berperan dan menyakiti manusia dan bagaimana mengatasinya. Semua tergambar dalam pagelaran,’’ ungkapnya.
Dug dan Byor, lanjut Sartika, adalah nama dua punakawan dalam pentas wayangnya ini. Dua punakawan ini menceritakan, menuntun penonton tentang lalintihan (pengkisahan) dalam cerita. ‘’Dug-byor itu simbolisasi hasrat manusia berkarma dan berpahala instan. Dug berbuat sekarang, dan Byor, berbuah sekarang,’’ pungkasnya. * lsa
Tapi, pentas Wayang Calonarang, sejak zamanya hingga kini tergolong masih menjadi tontotan langka. Itu karena Wayang Calonarang identik dengan kesenian Bali bernuansa magis tentang pangiwa (ilmu hitam) dan patengen (ilmu putih). Wejangan sang dalang kerap ngatag atau memanggil untuk menantang setiap orang yang punya ilmu hitam atau ngaleak. Risikonya pun bisa fatal bagi sang dalang.
I Putu Gde Sartika, alias seniman bondres yang terkenal dengan nama Sangar, kini terjun ke dunia seni pedalangan. Tak tanggung-tanggung, ia membuat pentas wayang calonarang inovatif ‘Wayang Calonarang Inovatif Dug – Byor’. Sartika telah merekam hasil karyanya itu dalam sebuah kaset DVD, dengan judul Geseng Waringin.
Ia memiliki sanggar seni, Yayasan Siwa Latri di Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar. Ia mengaku, sebelum terjun di seni bondres, dirinya lebih dalu tertarik dengan pewayangan. Setamat SMP, ia sudah mawinten dan ngayah mendalang wayang di beberapa upacara keagamaan. Ia melanjutkan ke sekolah seni di SMKN Batubulan, Sukawati, jurusan pedalangan. Lanjut, kuliah jurusan Pedalangan di ISI Denpasar, namun belum tamat.
‘’Walau pun saya suka mabondresan, tapi saya terus memantapkan diri untuk terjun ke dunia pawayangan,’’ katanya.
Kata dia, Wayang Calonarang adalah salah satu jenis kesenian Bali yang lebih mengena ke hatinya. Dengan itu, ia lebih lugas dan lapang memainkan wayang dengan lakon-lakonnya. Kekhususan Wayang Calonarang, lanjut dia, pada sisi misteri ilmu magisnya hingga membawa aura sendiri dalam pertunjukkan. ‘’Sering ada kejadian-kejadian aneh yang mengiringi saat pentas selama ini. Terutama pada sesi Ngatag (ngundang leak), untuk datang dan mengajak bertarung,’’ jelasnya. ‘’Biarlah kemagisan itu menjadi bagian dari cerita,’’ ungkapnya.
Sisi inovatif, lanjut Sartika, Wayang Calonarang selama ini dikenal sangat tradisional. Sehingga, pertunjukkannya terbatas dan hanya pada hari-hari khusus. Oleh karena itu, ia mengkemas menjadi lebih ivonatif dengan menggunakan tatabuhan Semarandana dengan tabuh kreatif Segara Masceti. Tabuh Semarandana pun diisi dengan gerong (sinden) yang dikawal oleh ibunya yang seorang seniman senior Arja di Keramas, Ni Wayan Latri. Tatabuhan ini disisipi efek suara musik modern jenis keyboard dan sound sistem, kendang Sunda serta tampilan multimedia. ‘’Kreativitas, efek suara dan warna sangat diperlukan. Penggambaran pertunjukan calonarang, akan terasa dan tentunya menghibur,’’ papar suami dari penari, Ni Luh Putu Eka Oktayanti ini.
Menurut Sartika, konsep pawayangan Calonarang adalah memberikan pengetahuan bahwa ilmu pengeleakan, ilmu-ilmu magis di Bali benar-benar ada. Dalam Wayang Calonarang, semua gambaran ilmu warisan leluhur itu diungkap, dituturkan dan diperlihatkan keberadaannya. Dalam drama tari hal ini tidak akan didapat, karena mewujudkannya akan sangat sulit. ‘’Jika seorang sisya Walanateng Dirah berubah wujud, akan bisa dilihat dalam pawayangannya. Karena ada perwujudannya, bagaimana dia berperan dan menyakiti manusia dan bagaimana mengatasinya. Semua tergambar dalam pagelaran,’’ ungkapnya.
Dug dan Byor, lanjut Sartika, adalah nama dua punakawan dalam pentas wayangnya ini. Dua punakawan ini menceritakan, menuntun penonton tentang lalintihan (pengkisahan) dalam cerita. ‘’Dug-byor itu simbolisasi hasrat manusia berkarma dan berpahala instan. Dug berbuat sekarang, dan Byor, berbuah sekarang,’’ pungkasnya. * lsa
Komentar