Buleleng Minta Tinjau Ulang Proyek Bali Crossing
Komisi II DPRD Buleleng telah koordinasi dengan Kementerian ESDM terkait keberadaan proyek listrik Bali Crossing
Dianggap Menabrak Kawasan Suci Pura Segara Rupek, Sumberkelampok
SINGARAJA, NusaBali
Rencana proyek listrik Jawa-Bali atau Bali Crossing dengan pembangunan tower (menara) setinggi 376 meter melalui Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) di Desa Sumberkelampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, kembali mencuat. DPRD Buleleng dikabarkan tolak Bali Crossing, bahkan telah berkoordinasi dengan Kementerian ESDM untuk meminta proyek tersebut ditinjau ulang.
Informasi yang dihimpun NusaBali di Singaraja, Minggu (15/1), DPRD Buleleng tidak setuju dengan rencana proyek Bali Crosing, yang diproyeksikan menghasilkan listrik 500 Kilo Volt (KV), karena berbagai pertimbangan. Selain lokasi proyek bertentangan dengan Perda RTRW tentang Kawasan Suci yakni Pura Segera Rupek, Desa Pakraman Sumber-kelampok, proyek Bali Crossing juga dikhawatirkan bisa menimbulkan dampak sosial.
Karena itu, lembaga legislatif melalui Komisi II DPRD Buleleng telah berkoordinasi dengan Kementerian ESDM, untuk meminta rencana proyek Bali Crossing ditinjau ulang. DPRD Buleleng ingin agar potensi pembangkit listrik yang sudah ada di Bali lebih dimaksimalkan. Betulkah?
Ketua Komisi II DPRD Buleleng, Putu Mangku Budiasa, membenarkan pihaknya sempat berkoordinasi dengan Kementerian ESDM terkait masalah ini, sepekan lalu. Hanya saja, kata Mangku Budiasa, saat koordinasi hari itu, pihak Kementerian ESDM belum bisa menerima Komisi II DPRD Buleleng.
“Pihak Kementerian ESDM bilang, karena masalahnya besar yakni listrik Bali Crossing, maka yang menerima Komisi II DPRD Buleleng minimal harus Wakil Menteri (Wamen). Tapi, karena Pak Menteri (Sudirman Said) dan Pak Wamen juga tidak ada, pihak Kementerian ESDM mau menjadwalkan ulang pertemuan nanti,” jelas politisi PDIP asal Desa Selat, Kecamatan Sukasada, Buleleng ini saat dikonfirmasi NusaBali di Singaraja, Minggu kemarin.
Menurut Mangku Budiasa, pihaknya sudah sempat turun ke lokasi proyek Bali Crossing di Taman Nasional Bali Barat (TNBB), sehingga mengetahui posisinya bertentangan dengan Perda RTRW menyangkut Kawasan Suci. Di samping itu, DPRD Buleleng khawatir dampak sosial jika suatu saat jaringan listrik Jawa-Bali terputus.
“Siapa yang berani menjamin tidak akan berdampak, kalau bentangan kabel itu putus suatu saat? Ini justru sangat berbahaya dan akan berdampak, karena bentangan kabel tegangan tinggi itu ada di atas laut,” tegas Mangku Budiasa.
Mangku Budiasa mengingatkan, Bali sudah punya pembangkit tenaga listrik yang bisa menjaga ketersediaan listrik di Pulau Dewata. Jadi, untuk menjaga ketersediaan listrik di Bali, bisa memaksimlakn potensi yang sudah ada. “Selain dari jaringan listrik bawah laut, pembangkit listrik yang sudah ada bisa dimaksimalkan, seperti PLTU Celukan Bawang (di Desa Celukan Bawang, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Red). Bahkan, Bendungan Titab-Ularan (di Kecamatan Serirtit dan Kecamatan Busungbiu, Buleleng) juga bisa difungsikan sebagai sumber pembangkit listrik,” tandas Mangku Budiasa.
Sementara itu, Analis Komunikasi PLN UIP Jawa bagian Timur dan Bali, I Wayan Redika, menyebutkan rencana proyek Bali Crossing masih tahap sosialisasi. Menurut Redika, sejauh ini belum ada penetapan lokasi untuk pembangunan tower SUTET setinggi 376 meter di kawasan TNBB.
“Soal penetapan lokasi, itu bukan kewenangan PLN. Penetapan lokasi tersebut di-putuskan oleh pemerintah, dalam hal ini Pemprov Bali. Kalau nanti penetapan lokasi sudah ada, baru kami bisa melakansakan proyek Bali Crossing,” jelas Redika saat dikonfirmasi NusaBali per telepon, Minggu kemarin.
Menurut Redika, rencana proyek Bali Crossing merupakan kebijakan nasional untuk menjaga ketersediaan listrik yang dituangkan melalui Intruksi Presiden (Inpres). “Ya, kita hormatilah kalau ada pihak yang ingin meninjau ulang proyek tersebut. Tapi, listrik Jawa-Bali ini adalah solusi energi bersih, artinya pemerintah membuat rencana listrik Bali Crossing sesuai dengan kebijakan energi Bali yakni Clean and Green,” ujar Redika.
“Kalau kita membangun pembangkit listrik bebahan batu bara, jelas bertentangan dengan kebijkan Clean and Green. Di samping itu, kapasitas listrik yang didapatkan juga tidak sampai 2.500 MW,” lanjut Redika.
Rencana proyek listrik Bali Crossing berkapasitas 500 Kilo Volt (KV) itu sendiri sudah disosialisasikan sejak tahun 2014. Sejak awal, titik koordinat lokasi tower setinggi 376 meter menjadi persoalan krusial, karena karena hanya berjarak sekitar 500 meter dari areal Pura Segera Rupek, Desa Pakraman Sumberkelampok.
Karenanya, krama pangempon Pura Segara Rupek, Majelis Madya Desa Pakraman (M-MDP) Kabupaten Buleleng, hingga Pemkab Buleleng sempat menolak tegas rencana proyek Bali Crossing yang dianggap bertentangan dengan Surat Keputusan (SK) PHDI Nomor 11/Kep/I/PHDI/1994 tentang Bhisama Kesucian Pura.
Tower setinggi 376 meter diserbut-sebut akan dibangun di areal TNBB yang masih berada di radius kawasan suci. Sumber listrik akan diambilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Watudodol di Desa Watudodol, Kecamatan Kalipurwo, Banyuwangi, Jawa Timur.
Untuk membentangkan kabel listrik SUTET ke Bali (Bali Crossing) sejauh 131 kilometer, dibuat dua tower. Pertama, di Grand Watudodol (Banyuwangi). Kedua, di kawasan TNBB wilayah Desa Sumberkelampok (Buleleng Barat). Proyek Bali Crossing ini ditargetkan rampung tahun 2018 mendatang. * k19
SINGARAJA, NusaBali
Rencana proyek listrik Jawa-Bali atau Bali Crossing dengan pembangunan tower (menara) setinggi 376 meter melalui Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) di Desa Sumberkelampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, kembali mencuat. DPRD Buleleng dikabarkan tolak Bali Crossing, bahkan telah berkoordinasi dengan Kementerian ESDM untuk meminta proyek tersebut ditinjau ulang.
Informasi yang dihimpun NusaBali di Singaraja, Minggu (15/1), DPRD Buleleng tidak setuju dengan rencana proyek Bali Crosing, yang diproyeksikan menghasilkan listrik 500 Kilo Volt (KV), karena berbagai pertimbangan. Selain lokasi proyek bertentangan dengan Perda RTRW tentang Kawasan Suci yakni Pura Segera Rupek, Desa Pakraman Sumber-kelampok, proyek Bali Crossing juga dikhawatirkan bisa menimbulkan dampak sosial.
Karena itu, lembaga legislatif melalui Komisi II DPRD Buleleng telah berkoordinasi dengan Kementerian ESDM, untuk meminta rencana proyek Bali Crossing ditinjau ulang. DPRD Buleleng ingin agar potensi pembangkit listrik yang sudah ada di Bali lebih dimaksimalkan. Betulkah?
Ketua Komisi II DPRD Buleleng, Putu Mangku Budiasa, membenarkan pihaknya sempat berkoordinasi dengan Kementerian ESDM terkait masalah ini, sepekan lalu. Hanya saja, kata Mangku Budiasa, saat koordinasi hari itu, pihak Kementerian ESDM belum bisa menerima Komisi II DPRD Buleleng.
“Pihak Kementerian ESDM bilang, karena masalahnya besar yakni listrik Bali Crossing, maka yang menerima Komisi II DPRD Buleleng minimal harus Wakil Menteri (Wamen). Tapi, karena Pak Menteri (Sudirman Said) dan Pak Wamen juga tidak ada, pihak Kementerian ESDM mau menjadwalkan ulang pertemuan nanti,” jelas politisi PDIP asal Desa Selat, Kecamatan Sukasada, Buleleng ini saat dikonfirmasi NusaBali di Singaraja, Minggu kemarin.
Menurut Mangku Budiasa, pihaknya sudah sempat turun ke lokasi proyek Bali Crossing di Taman Nasional Bali Barat (TNBB), sehingga mengetahui posisinya bertentangan dengan Perda RTRW menyangkut Kawasan Suci. Di samping itu, DPRD Buleleng khawatir dampak sosial jika suatu saat jaringan listrik Jawa-Bali terputus.
“Siapa yang berani menjamin tidak akan berdampak, kalau bentangan kabel itu putus suatu saat? Ini justru sangat berbahaya dan akan berdampak, karena bentangan kabel tegangan tinggi itu ada di atas laut,” tegas Mangku Budiasa.
Mangku Budiasa mengingatkan, Bali sudah punya pembangkit tenaga listrik yang bisa menjaga ketersediaan listrik di Pulau Dewata. Jadi, untuk menjaga ketersediaan listrik di Bali, bisa memaksimlakn potensi yang sudah ada. “Selain dari jaringan listrik bawah laut, pembangkit listrik yang sudah ada bisa dimaksimalkan, seperti PLTU Celukan Bawang (di Desa Celukan Bawang, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Red). Bahkan, Bendungan Titab-Ularan (di Kecamatan Serirtit dan Kecamatan Busungbiu, Buleleng) juga bisa difungsikan sebagai sumber pembangkit listrik,” tandas Mangku Budiasa.
Sementara itu, Analis Komunikasi PLN UIP Jawa bagian Timur dan Bali, I Wayan Redika, menyebutkan rencana proyek Bali Crossing masih tahap sosialisasi. Menurut Redika, sejauh ini belum ada penetapan lokasi untuk pembangunan tower SUTET setinggi 376 meter di kawasan TNBB.
“Soal penetapan lokasi, itu bukan kewenangan PLN. Penetapan lokasi tersebut di-putuskan oleh pemerintah, dalam hal ini Pemprov Bali. Kalau nanti penetapan lokasi sudah ada, baru kami bisa melakansakan proyek Bali Crossing,” jelas Redika saat dikonfirmasi NusaBali per telepon, Minggu kemarin.
Menurut Redika, rencana proyek Bali Crossing merupakan kebijakan nasional untuk menjaga ketersediaan listrik yang dituangkan melalui Intruksi Presiden (Inpres). “Ya, kita hormatilah kalau ada pihak yang ingin meninjau ulang proyek tersebut. Tapi, listrik Jawa-Bali ini adalah solusi energi bersih, artinya pemerintah membuat rencana listrik Bali Crossing sesuai dengan kebijakan energi Bali yakni Clean and Green,” ujar Redika.
“Kalau kita membangun pembangkit listrik bebahan batu bara, jelas bertentangan dengan kebijkan Clean and Green. Di samping itu, kapasitas listrik yang didapatkan juga tidak sampai 2.500 MW,” lanjut Redika.
Rencana proyek listrik Bali Crossing berkapasitas 500 Kilo Volt (KV) itu sendiri sudah disosialisasikan sejak tahun 2014. Sejak awal, titik koordinat lokasi tower setinggi 376 meter menjadi persoalan krusial, karena karena hanya berjarak sekitar 500 meter dari areal Pura Segera Rupek, Desa Pakraman Sumberkelampok.
Karenanya, krama pangempon Pura Segara Rupek, Majelis Madya Desa Pakraman (M-MDP) Kabupaten Buleleng, hingga Pemkab Buleleng sempat menolak tegas rencana proyek Bali Crossing yang dianggap bertentangan dengan Surat Keputusan (SK) PHDI Nomor 11/Kep/I/PHDI/1994 tentang Bhisama Kesucian Pura.
Tower setinggi 376 meter diserbut-sebut akan dibangun di areal TNBB yang masih berada di radius kawasan suci. Sumber listrik akan diambilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Watudodol di Desa Watudodol, Kecamatan Kalipurwo, Banyuwangi, Jawa Timur.
Untuk membentangkan kabel listrik SUTET ke Bali (Bali Crossing) sejauh 131 kilometer, dibuat dua tower. Pertama, di Grand Watudodol (Banyuwangi). Kedua, di kawasan TNBB wilayah Desa Sumberkelampok (Buleleng Barat). Proyek Bali Crossing ini ditargetkan rampung tahun 2018 mendatang. * k19
1
Komentar