Rekanan Nyilem, Dinas Dikpora Jembrana Optimalkan Pengawasan
NEGARA, NusaBali
Adanya beberapa rekanan pemenang tender yang berani menurunkan penawaran cukup tinggi atau biasa diistilahkan nyilem (menyelam) dalam mengambil proyek rehabilitasi gedung di sejumlah SD dan SMP di Kabupaten Jembrana, menjadi atensi pihak Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga (Dikpora) Jembrana.
Guna mencegah rekanan mempermainkan kualitas proyek, Dinas Dikpora Jembrana mengoptimalkan pengawasan dengan melibatkan berbagai unsur pengawas. Kepala Dinas Dikpora Jembrana Ni Nengah Wartini didampingi Kepala Bidang Pendidikan Dasar (Dikdas) pada Dinas Dikpora Jembrana I Nyoman Wenten, Selasa (28/9), mengatakan dalam proses tender melalui Bagian Layanan Pengadaan (BLP) Setda Jembrana sudah berjalan sesuai ketentuan. Sebelum menetapkan pemenang tender hingga penandatangan kontrak kerja, juga sudah dilakukan berbagai proses evaluasi untuk memastikan kesiapan rekanan yang berani menawar paling rendah.
“Dari proses di Layanan Pengadaan sudah berjalan sesuai ketentuan. Secara persyaratan administrasi sudah terpenuhi. Termasuk juga dilakukan verifikasi dan klarifikasi ke lapangan juga tidak ada masalah. Karena sudah lengkap dan yang bersangkutan memastikan siap bekerja sesuai kontrak, kita juga tidak berani menggugurkan. Kalau digugurkan sedangkan persyaratan terpenuhi, malah kami yang salah,” ujar Wartini.
Sementara Wenten selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kegiatan rehabilitasi gedung di sejumlah SD dan SMP di Jembrana, menjelaskan total ada 27 paket kegiatan rehabilitasi gedung SD dan SMP yang diadakan melalui proses tender pada tahun ini. Total 27 paket kegiatan yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) itu, terdiri dari 19 paket rehabilitasi gedung SD dan 8 paket rehabilitasi gedung SMP. Saat ini, seluruh paket kegiatan tersebut masih dalam proses pengerjaan dengan waktu kontrak pekerjaan sampai pertengahan November 2021 mendatang.
Wenten mengatakan, untuk melaksanakan kegiatan rehabilitasi gedung tersebut, sebenarnya ingin kembali diadakan melalui mekanisme swakelola di masing-masing sekolah. Namun dari petunjuk teknis (juknis) pemanfaatan DAK yang diatur Pemerintah Pusat tahun 2021, diwajibkan menerapkan mekanisme kontraktual atau proses tender. “Sebenarnya kami juga berharap tetap swakelola. Karena kalau tender, sudah pasti dicari yang berani mengambil dengan harga paling rendah. Sedangkan kalau (DAK) tidak kita jalankan, kasihan banyak gedung sekolah yang masih rusak,” ucap Wenten.
Menyikapi keadaan tersebut, Wenten mengatakan, pihaknya berusaha mengoptimalkan pengawasan. Terutama kepada beberapa pemenang tender yang sebelumnya berani mengajukan penawaran hingga 20 persen dari harga perkiraan sendiri (HPS) atau pagu anggaran. Selain melibatkan konsultan pengawas, juga disiapkan tim pengawas dari Dinas Dikpora Jembrana. Juga minta bantuan pengawasan kepada Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dari Inspektorat Jembrana. “Pengawasan kami kencangkan. Perkuat jangan sampai pengerjaan tidak sesuai kontrak,” ujar Wenten.
Dalam pengawasan sementara ini, menurut Wenten, juga menegaskan kepada konsultan pengawas untuk bekerja lebih maksimal. Ketika ditemukan pengerjaan tidak sesuai spesifikasi, diperintahkan agar langsung diganti. Kalau pun setelah selesai pengerjaan ternyata hasilnya tidak sesuai dengan kontak yang telah disepakati, dirinya memastikan tidak akan menerima hasil pengerjaan rekanan yang bersangkutan.
“Kalau konsultan pengawas leha-leha, kami juga ancam tidak akan kami bayar. Saya juga sudah tegaskan ke seluruh rekanan yang memenangkan tender, kita bersepakat sesuai kontak. Intinya mereka harus bertanggungjawab apa yang sudah disepakati. Kalau memang tidak sesuai spek, wajib mengganti dan tidak akan kami terima,” tandas Wenten.
Sebelumnya diberitakan, dalam proses lelang proyek rehabilitasi gedung sekolah SD dan SMP, rata-rata pemenang tender diketahui membuat penawaran hingga 20 persen dari pagu anggaran yang ditetapkan pemerintah.
Kondisi itu mendapat sorotan beberapa pengurus sekolah. Pasalnya dengan penurunan harga yang cukup tinggi dari harga perkiraan sendiri (HPS) atau pagu anggaran itu, dikhawatirkan berpengaruh terhadap kualitas yang dihasilkan. Terlebih ada sejumlah rekanan pemenang lelang proyek yang sebelumnya telah membuat penawaran hingga 20 persen, juga men-sub-kan pekerjaannya dengan pemotongan sebesar 25 persen.
“Kasarnya, proyek yang sudah ditawar sampai 20 persen dari HPS itu, dijual kepada rekanan lain. Nah dalam menjual proyek ke rekanan lainnya itu, rekanan yang menang tender memotong 25 persen dari real cost (biaya sebenarnya) nilai kontrak setelah dipotong pajak. Itu ada beberapa pemenang lelang yang seperti itu,” ujar salah seorang pengurus sekolah di Jembrana, Senin (27/9). *ode
1
Komentar