Sekda Bali: Kebijakan Recovery Perekonomian Bali Harus Berbasis Data
DENPASAR, NusaBali.com - Bali sedang bersiap-siap melakukan recovery perekonomiannya yang terpuruk akibat pandemi melanda dunia selama 1,5 tahun belakangan.
Agar berjalan optimal, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali, Dewa Made Indra, mengatakan kebijakan yang diambil dalam rangka recovery perekonomian Bali haruslah berbasis pada data yang akurat. Hal tersebut disampaikan Dewa Indra ketika memberi sambutan dalam webinar serangkaian Hari Statistik Nasional 2021 yang diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, Rabu (29/9/2021).
Dalam webinar bertajuk ‘Penguatan Statistik Sektoral dalam Mendukung Transformasi Ekonomi Bali’ Dewa Indra mengajak semua pihak, baik BPS maupun intstansi pemerintahan lainnya, untuk kembali menjalin kebersamaan dalam usaha menyediakan data-data yang akurat, kredibel, dan sinkron.
“Keberadaan data statistik ini bukan hanya penting, tetapi turut memberikan kontribusi atau andil yang besar bagi lahirnya sebuah kebijakan publik yang tepat mengatasi persoalan-persoalan riil di tengah-tengah masyarakat kita,” ujar Sekda Dewa Indra.
Dewa Indra mencontohkan, bagaimana begitu pentingnya data dalam penanganan pandemi Covid-19 yang dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan yang diambil pemerintah, PPKM dan vaksinasi misalnya, selalu diambil dengan mempertimbangkan data-data yang telah terhimpun. Jadi semua kebijakan publik harus berbasis pada data atau evidence base public policy.
Di sisi lain birokrat asal Buleleng tersebut tidak menampik masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk bisa menyediakan data-data yang akurat sekaligus sinkron. “Di samping kita menyadari pentingnya data statistik dalam mengelola negara, ternyata ada satu kelemahan yang kita akui selama ini yakni tersebarnya data di berbagai instansi, kementerian, lembaga, yang seringkali tidak sinkron satu sama lain,” beber Dewa Indra.
Begitu pentingnya permasalahan tersebut, Dewa Indra menyebut pemerintah telah mengeluarkan Keppres Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia. Dikatakannya tentu hal ini merupakan satu tantangan tersendiri bagi penyelenggara statistik negara dalam hal ini yaitu BPS.
Tantangan yang dihadapi oleh BPS dimulai ketika mempertanyakan apa makna dari data itu sendiri. Masing-masing lembaga ternyata masih memiliki definisi sendiri mengartikan data itu sendiri. “Sebagai contoh misalnya kalau sekarang kita mencari data tentang korban bencana, coba cari di dinas sosial dengan di BPBD, itu angkanya biasanya berbeda. Perbedaan tersebut pasti dimulai dari definisi siapa yang dimaksud dengan korban bencana,” terang mantan Kepada BPBD Bali tersebut.
Disamping soal definisi data, Dewa Indra menyebut soal metodologi pengambilan data yang seringkali antarlembaga menggunakan metodologinya masing-masing. Selain itu, persoalan lain yang harus diperhatikan untuk menuju Satu Data Indoensia adalah soal pengelolaan data. Kapan data di-up date di masing-masing lembaga negara berbeda-beda waktunya, ini tentu akan menghasilkan data yang berbeda dan salah.
“Oleh karena itu untuk menuju Satu Data Indonesia memang harus kita mulai dari meng-clear-kan dulu perbedaan-perbedaan ini. Ini tugas yang sangat penting, tugas yang sangat strategis dari BPS sebelum kita membangun apa yang namanya Satu Data Indoensia. Tetapi apapun itu kesulitannya, karena ini sudah menjadi kebijakan negara maka menjadi kewajiban kita untuk bersama-sama mewujudkannya,” tandas Dewa Indra. *adi
1
Komentar