Target Jadi Air Siap Minum
Baku Mutu Air Danau Buyan Diuji
Pengujian dilakukan selama dua tahun, tim penguji akan mengambil sampel air danau 2 kali setahun. Namun Dinas LH Buleleng minta pengujian dilakukan minimal 3 kali setahun.
SINGARAJA, NusaBali
Baku mutu air Danau Buyan yang berlokasi di Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Buleleng kembali akan diuji untuk mengetahui kualitasnya. Terakhir kalinya status kualitas air danau berada di kelas II, yakni belum layak minum. Perbaikan sejumlah elemen pendukung sekitar danau diharapkan dapat meningkatkan kualitas air danau hingga layak diminum.
Rencana pengujian yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup Buleleng itu dibahas dalam rapat koordinasi (rakor) bersama instansi terkait, Senin (4/10). Rakor dihadiri perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Pemerintah Provinsi Bali, Pemkab Buleleng, pemerintah desa hingga pemerintah adat penyangga danau.
Kepala Dinas LH Buleleng I Gede Melanderat mengatakan, pengujian baku air akan dilakukan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Bali-Nusra, Kementerian LHK.
“Pengujian baku air ini untuk penyesuaian kualitas air di danau. Selain diuji di laboratorium juga disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Seperti keramba jaring apung (KJA) sekarang sudah tidak ada. Harapannya selain satu faktor yang mencemari air tidak ada, dapat meningkatkan kelas baku mutu air,” kata Melanderat.
Pengujian dan penyesuaian baku air Danau Buyan ini akan dilakukan selama dua tahun. Tim penguji dari P3E setidaknya akan mengambil sampel air danau untuk diuji dua (2) kali dalam setahun. Namun Dinas LH Buleleng meminta agar pengujian yang dilakukan minimal tiga (3) kali dalam setahun.
“Karena berbicara air siap minum dampaknya langsung ke masyarakat, sehingga harus dilakukan pengujian yang benar-benar serius,” imbuh mantan Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Buleleng ini.
Sementara itu, kondisi baku air Danau Buyan selama ini dinyatakan tidak layak konsumsi. Hal tersebut karena terjadi sejumlah pencemaran. Melanderat mengatakan pencemaran di antaranya diakibatkan karena pemakaian pestisida di areal pertanian di sekitar danau. Selain itu dulu juga ada pembudidayaan ikan memakai KJA di danau. Pakan ikan yang ditebar di KJA disebut mengambil andil dalam penurunan kualitas air danau. Faktor pencemaran lain yakni instalasi pembuangan air limbah (IPAL) dari pemukiman warga sekitar danau. Meski tak langsung mengarah ke danau, namun resapan air ke tanah dan akhirnya bermuara ke danau, juga menjadi satu faktor penyebab pencemaran.
“Faktor-faktor penyebab pencemaran air danau itu hasil monitoring kami atas aktivitas di sekitar danau. Selain juga tata ruang sempadan danau yang kini dikelola sebagai DTW (Daya Tarik Wisata) harus benar-benar diberikan perhatian,” kata Melanderat.
Solusinya dalam waktu dua tahun ke depan akan dilakukan sejumlah perbaikan struktural, untuk memperbaiki baku mutu air danau. Solusi yang ditawarkan seperti penggunaan pupuk organik pada lahan pertanian warga sekitar danau. Kemudian persoalan IPAL dapat diselesaikan dengan kehadiran pemerintah mendirikan IPAL Komunal. Sedangkan pengelolaan DTW yang saat ini dilakukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) harus diawasi ketat. Terutama aktivitas wisatawan yang melakukan camping, agar tidak sampai menimbulkan limbah yang bermuara ke danau.
“Semua stakeholder nanti dilibatkan dari pemerintah pusat, kabupaten termasuk pemerintah desa dan adat. Semuanya mendukung dan tahun ini mulai dilakukan pemulihan vegetasi di sekitar danau,” ungkap Melanderat. *k23
Rencana pengujian yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup Buleleng itu dibahas dalam rapat koordinasi (rakor) bersama instansi terkait, Senin (4/10). Rakor dihadiri perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Pemerintah Provinsi Bali, Pemkab Buleleng, pemerintah desa hingga pemerintah adat penyangga danau.
Kepala Dinas LH Buleleng I Gede Melanderat mengatakan, pengujian baku air akan dilakukan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Bali-Nusra, Kementerian LHK.
“Pengujian baku air ini untuk penyesuaian kualitas air di danau. Selain diuji di laboratorium juga disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Seperti keramba jaring apung (KJA) sekarang sudah tidak ada. Harapannya selain satu faktor yang mencemari air tidak ada, dapat meningkatkan kelas baku mutu air,” kata Melanderat.
Pengujian dan penyesuaian baku air Danau Buyan ini akan dilakukan selama dua tahun. Tim penguji dari P3E setidaknya akan mengambil sampel air danau untuk diuji dua (2) kali dalam setahun. Namun Dinas LH Buleleng meminta agar pengujian yang dilakukan minimal tiga (3) kali dalam setahun.
“Karena berbicara air siap minum dampaknya langsung ke masyarakat, sehingga harus dilakukan pengujian yang benar-benar serius,” imbuh mantan Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Buleleng ini.
Sementara itu, kondisi baku air Danau Buyan selama ini dinyatakan tidak layak konsumsi. Hal tersebut karena terjadi sejumlah pencemaran. Melanderat mengatakan pencemaran di antaranya diakibatkan karena pemakaian pestisida di areal pertanian di sekitar danau. Selain itu dulu juga ada pembudidayaan ikan memakai KJA di danau. Pakan ikan yang ditebar di KJA disebut mengambil andil dalam penurunan kualitas air danau. Faktor pencemaran lain yakni instalasi pembuangan air limbah (IPAL) dari pemukiman warga sekitar danau. Meski tak langsung mengarah ke danau, namun resapan air ke tanah dan akhirnya bermuara ke danau, juga menjadi satu faktor penyebab pencemaran.
“Faktor-faktor penyebab pencemaran air danau itu hasil monitoring kami atas aktivitas di sekitar danau. Selain juga tata ruang sempadan danau yang kini dikelola sebagai DTW (Daya Tarik Wisata) harus benar-benar diberikan perhatian,” kata Melanderat.
Solusinya dalam waktu dua tahun ke depan akan dilakukan sejumlah perbaikan struktural, untuk memperbaiki baku mutu air danau. Solusi yang ditawarkan seperti penggunaan pupuk organik pada lahan pertanian warga sekitar danau. Kemudian persoalan IPAL dapat diselesaikan dengan kehadiran pemerintah mendirikan IPAL Komunal. Sedangkan pengelolaan DTW yang saat ini dilakukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) harus diawasi ketat. Terutama aktivitas wisatawan yang melakukan camping, agar tidak sampai menimbulkan limbah yang bermuara ke danau.
“Semua stakeholder nanti dilibatkan dari pemerintah pusat, kabupaten termasuk pemerintah desa dan adat. Semuanya mendukung dan tahun ini mulai dilakukan pemulihan vegetasi di sekitar danau,” ungkap Melanderat. *k23
1
Komentar