Yayasan Cahaya Mutiara Ubud Bertahan dengan Restoran Vegetarian hingga Promosikan Kopi
GIANYAR, NusaBali.com - Yayasan para penyandang disabilitas, Cahaya Mutiara Ubud, menunjukkan eksistensinya di tengah pandemi yang belum berakhir hingga saat ini.
Yayasan yang terletak di Banjar Kawan, Desa Tampaksiring, Ubud, Gianyar, mengubah konsep restoran yang mereka kelola selama ini untuk bisa bertahan di tengah pandemi Covid-19. Diketahui selama ini Yayasan Cahaya Mutiara Ubud, mengelola sebuah restoran vegetarian yang pelanggannya selama ini kebanyakan tamu asing. Namun, dengan ditutupnya pariwisata Bali selama pandemi restoran milik yayasan yang berdiri sejak 2014 juga sepi kunjungan.
“Kita nggak mau berdiam diri, kami mengubah konsep, kami tetap menjalankan restoran cuma mengubah konsep ke acara ulang tahun atau anniversary,” ungkap Ketua Yayasan Cahaya Mutiara Ubud, Ni Made Ratni, ketika berbagi pengalamannya dalam acara Bincang Inklusi bertajuk ‘Mengelola Yayasan dan Menjalani Kehidupan Multi Karir’ yang diadakan secara daring melalui live Instagram, Jumat (8/10/2021).
Dikatakan Ratni, meski jumlah pengunjung tidak seramai sebelum pandemi, namun usaha tersebut mampu membuat 41 anggota yayasan untuk bertahan di tengah pandemi yang belum jelas kapan berakhir.
Selain mengelola restoran, yayasan juga masih aktif melaksanakan program-program pembinaan kepada para anggotanya yang kesemuanya merupakan penyandang difabel, terutama difabel fisik. Banyak relawan, ujar Ratni, yang mau berbagi ilmunya dengan menyelenggarakan pelatihan seperti baca tulis hingga menjahit.
Lebih jauh Ratni mengatakan, selain melatih anggota yayasan itu sendiri, Yayasan Cahaya Mutiara Ubud juga memberi perhatian kepada lingkungannya. Mereka bekerjasama dengan relawan yang memiliki kemampuan bahasa Inggris, dan mengadakan pendidikan gratis kepada anak SD yang tinggal di lokasi sekitar yayasan berdiri, yakni Desa Tampaksiring.
“Kebetulan kami ada relawan Bahasa Inggris, kita juga berkolaborasi dengan anak-anak SD. Sekarang ini kita juga ngajarin anak-anak di lingkungan Tampaksiring yang berminat untuk belajar bersama,” terang Ratni yang juga atlet difabel rugby dan kerap mewakili Indonesia di kancah internasional ini.
Kiprah menarik lainnya dari yayasan yang dipimpin Ratni adalah kolaborasinya dengan petani kopi di wilayah Tampaksiring. Melihat para petani kopi juga terdampak akibat menurunnya pembelian di masa pandemi, Ratni mengajak para petani tersebut untuk bekerjasama.
Anggota yayasan membantu melakukan pengemasan bubuk kopi yang dihasilkan petani sekaligus ikut mempromosikan kopi yang akhirnya diberi label ‘Cahaya Mutiara Kopi’ tersebut.
“Mungkin sudah dibukakan jalan sama Tuhan, pas kami bikin brand kopi, kami kedatangan artis Indonesia yang berkunjung ke tempat kami. Bahkan ada yang mengontak kami untuk mengendorse kopi kami,” ungkap Ratni.
Sementara itu, selain menuturkan soal brand kopi yayasannya, Ratni juga dengan bangga mengungkapkan jika saat ini yayasannya sedang sibuk membuat film yang rencananya akan ditayangkan secara online. Dari penjualan tiket film tersebut, ia mengharapkan bisa digunakan untuk melakukan renovasi gedung yayasan.
Dengan banyak berkarya, seperti yang dilakukan di yayasannya, Ratni mengajak para penyandang disabilitas agar tidak pernah menyerah untuk menggali skil mereka masing-masing. Ia yakin jika para difabel percaya dengan diri sendiri dan kemampuan yang ada pada diri mereka, niscaya keinginan mereka pasti akan terwujud. *adi
Komentar