Penjualan Motor-Mobil yang Pakai Bensin Bakal Dihentikan
JAKARTA, NusaBali
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkap akan melakukan sejumlah upaya untuk mencapai target nol emisi karbon atau net zero emission (NZE) 2060.
Salah satu upaya pemerintah yakni akan menyetop penjualan motor dan mobil berbahan bakar bensin.
Rencananya, motor akan disetop penjualannya mulai 2040. Hal itu juga dibarengi sejumlah target lain guna mencapai nol emisi karbon.
“Di tahun 2040, bauran EBT sudah mencapai 71 persen dan tidak ada PLT diesel yang beroperasi, lampu LED 70 persen, tidak ada penjualan motor konvensional, dan konsumsi listrik mencapai 2.847 kWh/kapita,” sebagaimana dikutip dari siaran pers Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, dikutip Kamis (14/10/2021).
Lima tahun berikutnya, pemerintah mewacanakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama mulai COD. “Kita juga mempertimbangkan penggunaan energi nuklir yang direncanakan dimulai tahun 2045 dengan kapasitas 35 GW sampai dengan 2060,” tambah Arifin seperti dilansir detikfinance, Jumat (15/10).
Untuk mobil, akan berhenti penjualannya mulai 2050. Dibarengi dengan bauran EBT yang diharapkan sudah mencapai 87 persen dan konsumsi listrik 4.299 kWh/kapita.
Selain penyetopan penjualan mobil dan motor untuk menggenjot kendaraan listrik di sektor transportasi, sebenarnya upaya untuk mencapai nol emisi karbon telah dilakukan sejak tahun ini.
Upaya yang dilakukan mulai dari peningkatan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), pengurangan energi fosil, kendaraan listrik di sektor transportasi, peningkatan pemanfaatan listrik pada rumah tangga dan industri, dan pemanfaatan Carbon Capture and Storage (CCS).
Arifin pun merinci, pada 2021 pemerintah akan mengeluarkan regulasi dalam bentuk Peraturan Presiden terkait EBT dan retirement coal.
“Tidak ada tambahan PLTU baru kecuali yang sudah berkontrak maupun sudah dalam tahap konstruksi,” urai Arifin.
Di tahun 2022 akan adanya Undang-Undang EBT dan penggunaan kompor listrik untuk 2 juta rumah tangga per tahun. Selanjutnya, pembangunan interkoneksi, jaringan listrik pintar (smart grid) dan smart meter akan hadir di tahun 2024 dan bauran EBT mencapai 23 persen yang didominasi PLTS di 2025.
Pada 2027, pemerintah akan memberhentikan stop impor LNG dan 42 persen EBT didominasi dari PLTS di 2030. Di mana jaringan gas menyentuh 10 juta rumah tangga, kendaraan listrik sebanyak 2 juta (mobil) dan 13 juta (motor), penyaluran BBG 300 ribu, pemanfaatan Dymethil Ether dengan penggunaan listrik sebesar 1.548 kWh/kapita.
Semua PLTU tahap pertama subcritical akan mengalami pensiun dini di tahun 2031 dan sudah adanya interkoneksi antarpulau mulai COD di 2035 dengan konsumsi listrik sebesar 2.085 kWh/kapita dan bauran EBT mencapai 57 persen dengan didominasi PLTS, Hydro dan Panas Bumi. *
Rencananya, motor akan disetop penjualannya mulai 2040. Hal itu juga dibarengi sejumlah target lain guna mencapai nol emisi karbon.
“Di tahun 2040, bauran EBT sudah mencapai 71 persen dan tidak ada PLT diesel yang beroperasi, lampu LED 70 persen, tidak ada penjualan motor konvensional, dan konsumsi listrik mencapai 2.847 kWh/kapita,” sebagaimana dikutip dari siaran pers Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, dikutip Kamis (14/10/2021).
Lima tahun berikutnya, pemerintah mewacanakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama mulai COD. “Kita juga mempertimbangkan penggunaan energi nuklir yang direncanakan dimulai tahun 2045 dengan kapasitas 35 GW sampai dengan 2060,” tambah Arifin seperti dilansir detikfinance, Jumat (15/10).
Untuk mobil, akan berhenti penjualannya mulai 2050. Dibarengi dengan bauran EBT yang diharapkan sudah mencapai 87 persen dan konsumsi listrik 4.299 kWh/kapita.
Selain penyetopan penjualan mobil dan motor untuk menggenjot kendaraan listrik di sektor transportasi, sebenarnya upaya untuk mencapai nol emisi karbon telah dilakukan sejak tahun ini.
Upaya yang dilakukan mulai dari peningkatan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), pengurangan energi fosil, kendaraan listrik di sektor transportasi, peningkatan pemanfaatan listrik pada rumah tangga dan industri, dan pemanfaatan Carbon Capture and Storage (CCS).
Arifin pun merinci, pada 2021 pemerintah akan mengeluarkan regulasi dalam bentuk Peraturan Presiden terkait EBT dan retirement coal.
“Tidak ada tambahan PLTU baru kecuali yang sudah berkontrak maupun sudah dalam tahap konstruksi,” urai Arifin.
Di tahun 2022 akan adanya Undang-Undang EBT dan penggunaan kompor listrik untuk 2 juta rumah tangga per tahun. Selanjutnya, pembangunan interkoneksi, jaringan listrik pintar (smart grid) dan smart meter akan hadir di tahun 2024 dan bauran EBT mencapai 23 persen yang didominasi PLTS di 2025.
Pada 2027, pemerintah akan memberhentikan stop impor LNG dan 42 persen EBT didominasi dari PLTS di 2030. Di mana jaringan gas menyentuh 10 juta rumah tangga, kendaraan listrik sebanyak 2 juta (mobil) dan 13 juta (motor), penyaluran BBG 300 ribu, pemanfaatan Dymethil Ether dengan penggunaan listrik sebesar 1.548 kWh/kapita.
Semua PLTU tahap pertama subcritical akan mengalami pensiun dini di tahun 2031 dan sudah adanya interkoneksi antarpulau mulai COD di 2035 dengan konsumsi listrik sebesar 2.085 kWh/kapita dan bauran EBT mencapai 57 persen dengan didominasi PLTS, Hydro dan Panas Bumi. *
1
Komentar