Tumpek Wariga, Pemujaan Umat Hindu Kepada Sang Hyang Sangkara
SEMARAPURA, NusaBali.com - Saniscara Kliwon Wuku Wariga, umat Hindu di Bali merayakan rahinan Tumpek Wariga. Pada momen inilah umat Hindu melaksanakan puja bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Wihi Wasa dalam manisfetasinya sebagai Dewa Kesuburan Pepohonan dan Tumbuh-tumbuhan yakni Sang Hyang Sangkara.
Umat Hindu di Bali juga mengenal Tumpek Wariga sebagai pertanda bahwa hari raya Galungan sudah menjelang. Pada rahinan Tumpek Wariga umat Hindu berharap segala yang dihasilkan oleh tanaman yang diupacarai tumbuh dengan baik, sehingga hasilnya bisa digunakan sebagai persembahan di hari raya Galungan nanti.
“Tumpek Wariga atau Tumpek Pengatag jatuh setiap enam bulan sekali (kalender Bali, Red), yakni pada hari Saniscara Kliwon Wuku Wariga, atau 25 hari sebelum hari raya Galungan tiba. Yang mana pada hari ini umat Hindu melakukan pemujaan kepada Sang Hyang Sangkara sebagai dewa kesuburan pepohonan dan tumbuh-tumbuhan,” ujar Jero Mangku I Gede Adhinata, pamangku Pura Pajenengan Kawan-Pulasari, Desa Tegak, Klungkung, Sabtu (16/10/2021).
Jero Mangku Adhinata yang juga seorang guru Agama Hindu menjelaskan, berbicara tentang upacara yadnya yang dilakukan umat Hindu di Bali, tentu saja tidak akan pernah lepas dari konsep ajaran agama Hindu, yakni Tattwa (filsafat), Susila (etika) dan Upakara (banten).
Upacara Hindu di Bali, ujar Jero Mangku, secara garis besar dibagi menjadi dua, yakni Nitya Karma Yadnya (upacara yadnya yang dilakukan sehari-hari) dan Naimitika Karma Yadnya (upacara yadnya yang dilakukan sewaktu-waktu berdasarkan pawukon ataupun sasih).
Dalam hal ini Tumpek Wariga dikategorikan sebagai upacara yadnya yang dilakukan sewaktu-waktu berdasarkan pawukon ataupun sasih atau disebut Naimitika Karma Yadnya.
Adapun, kata Jero Mangku Adhinata, dalam lontar Sundarigama sudah sangat jelas disebutkan, Wariga Saniscara Kliwon, ngaran panguduh pujawali Sanghyang Sangkara, apan sira amrtaken sarwaning tawuwuh, kayu-kayu kunang, widhi-widhanana, pras tulung, sesayut, tumpeng, bubur mwang tumpeng agung iwak nia guling bawi, itik wenang, saha raka, penyeneng, tetabuh, kalinggania anguduh ikang awoh mwang godong, dadya pamrtaning hurip ring manusa. Sesayut cakragni kalinggania anuduh kna adnyana sandhi.
Yang jika diterjemahkan menyebutkan Wuku Wariga yakni pada hari Saniscara Kliwon, disebutlah hari panguduh. Suatu hari untuk memuja Sanghyang Sangkara, sebab Beliaulah yang menciptakan segala tumbuh-tumbuhan termasuk kayu-kayuan. Adapun upakaranya ialah peras tulung sesayut, tumpeng bubur dan tumpeng agung dengan daging babi, atau itik diguling. Baik pula disertai dengan raka-raka (jajan dan buah-buahan), penyeneng, tetebus dan sesayut cakragni. Upakara bebanten di atas ialah sebagai niyasa kita, semoga atas anugerah Sang Pencipta, maka segala tumbuh-tumbuhan dapat tumbuh subur, lebat buahnya bersusun-susun dan dapat dimanfaatkan untuk kehidupan manusia serta kesejahteraan lahir dan bathin.
Di sisi lain Jero Mangku Adhinata menuturkan, Tumpek Wariga juga mengajarkan umat Hindu untuk lebih mengenal dan mendalami konsep Tri Hita Karana, sebagai dasar konsep yang mengajarkan tentang menjaga suatu hubungan keharmonisan. Hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta (Parahyangan), hubungan manusia dengan alam sekitar (Palemahan), dan hubungan manusia dengan sesama (Pawongan).
“Tentu saja dalam hal ini keseimbangan bertujuan menjaga keseimbangan alam beserta isinya, sehingga tercapainya tujuan dari agama Hindu yakni Moksartham Jagadhitaya Ca Iti Dharma,” tutur Jero Mangku Adhinata.
Lebih jauh Jero Mangku berharap umat Hindu agar senantiasa menggelar upacara Tumpek Wariga atau Tumpek Pengatag, karena diyakini dengan melaksanakan upacara ini bisa mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang bernanifestasi sebagai dewa kesuburan pepohonan ataupun tumbuh-tumbuhan.
“Dan melalui upacara ini masyarakat bisa menyampaikan rasa terima kasihnya terhadap tumbuh-tumbuhan yang telah memberikan kehidupan bagi seluruh keberlangsungan ekosistem yang ada di dunia ini,” tutup Jero Mangku Adhinata. *adi
1
Komentar