Saksi Ahli Sebut Ranah Perdata
Sidang Zainal Tayeb yang Jadi Terdakwa Kasus Keterangan Palsu
DENPASAR, NusaBali
Pengusaha dan promotor tinju, Zainal Tayeb, 65, menjalani sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi meringankan.
Dua saksi ahli dai Universitas Udayana (Unud) yang dihadirkan menegaskan jika kasus ini masuk ranah perdata. Dua saksi ahli yang dihadirkan secara online pada sidang Kamis (21/10) yaitu Gde Made Swardhana (ahli pidana)dan Made Gde Subha Karma Resen (ahli kenoktariatan). Dalam kasus ini, korban Hedar Giacomo Boy Syam yang merupakan keponakan Zainal Tayeb menyatakan dalam akta 33 disebutkan ada perbedaan luas tanah. Di akta kerjasama disebutkan luas tanahnya 13.700 meter persegi, namun setelah ditotal dari 8 SHM yang dikerjasamakan tidak lebih dari 8 ribu meter persegi.
Nah, terkait hal itu, ahli menegaskan perkara ini menyangkut pernjanjian kedua belah pihak, antara Hedar dengan Zainal yang dituangkan dalam akta oleh notaris bukan jual beli. “Jadi kasus ini murni perdata,” tegas Swardhana.
Swardhana yang dikenal sebagai kriminolog Unud tersebut membeberkan dalam perkara ini ada kedua belah pihak yang mengikatkan, ada kesepakatan, keduanya tanda tangan dalam akta autentik. Apabila dalam kesepakatan itu ada kesalahan atau kekurangan ya harusnya diperbaiki. “Ini kerjasama sudah bertahun-tahun kenapa baru sekarang diributkan,” lanjut Swardhana.
“Jadi karena kasusnya masuk ranah perdata selesaikan dulu secara perdata, jangan buru-buru masuk ke pidana karena dalam asas hukum dikenal dengan ultimum remedium,” sambung pria kelahiran Singaraja ini.
Oleh karenanya, kasus ini tidak masuk dalam unsur pasal 266 KUHP tentang menyuruh memasukkan keterangan palsu sebagaimana didakwakan JPU Imam Ramadhoni dkk. Apalagi sambung alumni S3 Undip Semarang itu, dalam dakwaan, Zainal Tayeb juga didakwa melanggar pasal 378 tentang penipuan. “Pasal itu ada unsur kata-kata bohong, menipu, bujuk rayu dan sebagainya. Siapa yang menipu, apanya yang ditipu, nama, alamat obyek sudah jelas, tanahnya juga milik Zainal. Masak menipu miliknya sendiri,” lanjut Swardhana.
Seharusnya masalah ini diselesaikan melalui musyawarah mufakat jangan langsung dibawa ke pidana. “Tadi sudah saya jelaskan kalau pidana duluan, nanti ada orang masuk penjara sementara di perdatanya yang sekarang sudah masuk pembuktian menang, kan terjadi miss disini. Selesaikan dulu satu-satu,” imbuhnya.
Keterangan Swardhana ini dipertegas pula oleh Subha Karma Resen. Menurut dia, kasus semacam ini cukup banyak di Denpasar. Pihak pengembang seharusnya sudah paham apabila membangun perumahan pasti ada fasum, fasos, jalan, saluran air. “Jadi luas tanah antara SHM induk dan setelah jadi kaplingan pasti berbeda, nah terkait perkara ini jelas adanya perjanjian kerjasama, ranahnya perdata bukan pidana,” tegasnya.
Sementara, Mila Tayeb selaku kordinator penasihat hukum Zainal Tayeb menyampaikan kesaksian ahli itu dapat disimpulkan pasal 266 dan 378 tidak masuk karena ini dilakukan oleh dua belah pihak. “Di sini kalau menyuruh memasukkan keterangan palsu berarti berdua karena mereka dua belah pihak,” ungkap Mila Tayeb. *rez
Komentar