Ekonomi Kerthi Bali Perlukan KOSTER
Versi Prof Dr Drs I Wayan Ramantha MM Ak, strategi KOSTER yang dimaksud adalah knowledge, organizing, strong, trust, equilibrium, responsibility
DENPASAR, NusaBali
Akademisi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unud, Prof Dr Drs I Wayan Ramantha MM Ak, mengatakan untuk mewujudkan Ekonomi Bali Kerthi, diperlukan KOSTER. Yang dimaksud KOSTER di sini adalah knowledge, organizing, strong, trust, equilibrium, dan responsibility.
Prof Ramantha sendiri ikut membedah buku ‘Ekonomi Kerthi Bali’, yang diluncurkan Gubernur Bali Wayan Koster di Gedung Ksiarnawa Taman Budaya Art Centre Denpasar, Rabu (20/10) pagi. Konsep Ekonomi Kerthi Bali yang dituangkan dalam buku tersebut, disiapkan Gubernur Koster menyusul ketidakseimbangan struktur dan fundamental perekonomian Bali, yang disebabkan hanya tergantung dengan satu sektor.
Prof Ramantha mengatakan, agar Ekonomi Kerthi Bali dapat terlaksana dengan baik, diperlukan sad (6) strategi, yang disingkatnya menjadi KOSTER, yakni menyangkut knowledge (pengetahuan), organizing (pengorganisasian), strong (kuat), trust (kepercayaan), equilibrium (keseimbangan), dan responsibilty (tanggung jawab). Implementasi ‘knowledge’, kata Prof Ramantha, adalah peningkatan kualitas pengetahuan, baik yang berasal dari ilmu maupun wahyu dari sumber daya manusia Bali (jana kerthi), yang kreatif, inovatif, dan berteknologi di segala sektor ekonomi.
"Sektor perekonomian seperti pertanian dalam arti luas, perdagangan, perindustrian IKM (industri kerajinan menenangah) dan UMKM, ekonomi kreatif dan digital, pariwisata, dan jasa keuangan," ujar Prof Ramantha saat dihubungi NusaBali, Kamis (21/10) sore.
Kemudian, ‘organizing’ (leadership) dalam mewujudkan Ekonomi Kerthi Bali, menurut Prof Ramantha, adalah peningkatan kualitas kepemimpinan unit-unit ekonomi dan kelembagaannya, untuk siap mandiri dan menjadikan Bali berdikari secara ekonomi, sebagaimana dimaksud dalam konsep Tri Sakti Bung Karno.
“Peningkatan kemandirian ini penting untuk mengurangi ketergantungan ekonomi Bali pada komoditas yang berasal dari luar Bali, komoditas yang tidak memiliki multiplier effect bagi Ekonomi Kerthi Bali," tegas akademisi kelahiran Desa Batubulan, Kecamatan Sukawari, Gianyar ini.
Sedangkan ‘strong’ yang dimaksud Prof Ramantha dalam mewujudkan Ekonomi Kerthi Bali adalah penguatan jatidiri yang kokoh berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal krama Bali. Disebutkan, hal ini ada dalam misi membangun Bali nomor 6, yaitu penguatan moralitas dan integritas manusia Bali yang tekun, ulet, disiplin, produktif, dan memiliki daya saing dengan semangat pantang menyerah atau semangat puputan.
Menurut Prof Ramantha, melalui prinsip ini diharapkan dapat meningkatkan kewirausahaan atau entrepreneurship orang Bali, yang hingga kini masih menjadi tantangan dalam melaksanakan Ekonomi Kerthi Bali. "Jiwa entrepreneurship ini masih jadi tantangan bagi Bali," katanya.
Sementara ‘trust’ yang dimaksud Prof Ramantha adalah penguatan kepercayaan diri manusia Bali yang memiliki spirit jengah, jujur, beretika, dan bangga sebagai krama Bali. Etika dan kejujuran merupakan modal dasar bagi pelaku ekonomi untuk sukses di kancah lokal, nasional, maupun global. Prof Ramantha mengingatkan, manusia Bali seharusnya bangga sebagai krama Bali, karena brand Bali telah ter-kenal di seluruh dunia.
Kemudian, ‘equilibrium’ alias keseimbangan, kata Prof Ramantha, adalah pilar Ekonomi Kerthi Bali yang harus dijaga dari segala dimensi. Artinya, harus dijaga dari antar sektor maupun antar wilayah.
Prof Ramantha mengatakan, bila dilihat dari antar sektor, ada 6 pilar, seperti simbol Kalpataru dalam logo. Sektor pertanian dalam arti luas bisa dijadikan satu dengan perikanan/kelautan, lalu ditambah sektor jasa. Termasuk Lembaga Perkreditan Desa (LPD) yang merupakan lembaga keuangan khas krama Bali, bisa masuk di dalamnya.
"Bila dilihat dari antar wilayah di Bali, keseimbangan ekonomi antara selatan dan utara serta barat dan timur masih memerlukan perjuangan panjang, yang harus diawali dengan pembangunan infrastruktur, sebagaimana yang telah dirintis saat ini," terang Prof Ramantha.
Sebaliknya, ‘responsibility’ yang dimaksud Prof Ramantha dalam mewujudkan Ekonomi Kerthi Bali harus dibangun secara inklusif dan bertanggung jawab, dengan tetap menjaga ekosistem alam dan budaya secara berkelanjutan. Menurut Prof Ramantha, mindset atau pola pikir pelaku Ekonomi Kerthi harus diarahkan agar berlandaskan Tri Hita Karana.
"Dalam mencari profit, harus memperhatikan pray, people, planet. Prinsip 4P tersebut kini telah mendunia. Mencari artha untuk dharma, artha, kama, sesuai Sarasamuscaya 262 dan implementasi Catur Purusartha. Kesimpulannya, Ekonomi Kerthi Bali memerlukan KOSTER," pungkas Prof Ramantha. *nat
Prof Ramantha sendiri ikut membedah buku ‘Ekonomi Kerthi Bali’, yang diluncurkan Gubernur Bali Wayan Koster di Gedung Ksiarnawa Taman Budaya Art Centre Denpasar, Rabu (20/10) pagi. Konsep Ekonomi Kerthi Bali yang dituangkan dalam buku tersebut, disiapkan Gubernur Koster menyusul ketidakseimbangan struktur dan fundamental perekonomian Bali, yang disebabkan hanya tergantung dengan satu sektor.
Prof Ramantha mengatakan, agar Ekonomi Kerthi Bali dapat terlaksana dengan baik, diperlukan sad (6) strategi, yang disingkatnya menjadi KOSTER, yakni menyangkut knowledge (pengetahuan), organizing (pengorganisasian), strong (kuat), trust (kepercayaan), equilibrium (keseimbangan), dan responsibilty (tanggung jawab). Implementasi ‘knowledge’, kata Prof Ramantha, adalah peningkatan kualitas pengetahuan, baik yang berasal dari ilmu maupun wahyu dari sumber daya manusia Bali (jana kerthi), yang kreatif, inovatif, dan berteknologi di segala sektor ekonomi.
"Sektor perekonomian seperti pertanian dalam arti luas, perdagangan, perindustrian IKM (industri kerajinan menenangah) dan UMKM, ekonomi kreatif dan digital, pariwisata, dan jasa keuangan," ujar Prof Ramantha saat dihubungi NusaBali, Kamis (21/10) sore.
Kemudian, ‘organizing’ (leadership) dalam mewujudkan Ekonomi Kerthi Bali, menurut Prof Ramantha, adalah peningkatan kualitas kepemimpinan unit-unit ekonomi dan kelembagaannya, untuk siap mandiri dan menjadikan Bali berdikari secara ekonomi, sebagaimana dimaksud dalam konsep Tri Sakti Bung Karno.
“Peningkatan kemandirian ini penting untuk mengurangi ketergantungan ekonomi Bali pada komoditas yang berasal dari luar Bali, komoditas yang tidak memiliki multiplier effect bagi Ekonomi Kerthi Bali," tegas akademisi kelahiran Desa Batubulan, Kecamatan Sukawari, Gianyar ini.
Sedangkan ‘strong’ yang dimaksud Prof Ramantha dalam mewujudkan Ekonomi Kerthi Bali adalah penguatan jatidiri yang kokoh berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal krama Bali. Disebutkan, hal ini ada dalam misi membangun Bali nomor 6, yaitu penguatan moralitas dan integritas manusia Bali yang tekun, ulet, disiplin, produktif, dan memiliki daya saing dengan semangat pantang menyerah atau semangat puputan.
Menurut Prof Ramantha, melalui prinsip ini diharapkan dapat meningkatkan kewirausahaan atau entrepreneurship orang Bali, yang hingga kini masih menjadi tantangan dalam melaksanakan Ekonomi Kerthi Bali. "Jiwa entrepreneurship ini masih jadi tantangan bagi Bali," katanya.
Sementara ‘trust’ yang dimaksud Prof Ramantha adalah penguatan kepercayaan diri manusia Bali yang memiliki spirit jengah, jujur, beretika, dan bangga sebagai krama Bali. Etika dan kejujuran merupakan modal dasar bagi pelaku ekonomi untuk sukses di kancah lokal, nasional, maupun global. Prof Ramantha mengingatkan, manusia Bali seharusnya bangga sebagai krama Bali, karena brand Bali telah ter-kenal di seluruh dunia.
Kemudian, ‘equilibrium’ alias keseimbangan, kata Prof Ramantha, adalah pilar Ekonomi Kerthi Bali yang harus dijaga dari segala dimensi. Artinya, harus dijaga dari antar sektor maupun antar wilayah.
Prof Ramantha mengatakan, bila dilihat dari antar sektor, ada 6 pilar, seperti simbol Kalpataru dalam logo. Sektor pertanian dalam arti luas bisa dijadikan satu dengan perikanan/kelautan, lalu ditambah sektor jasa. Termasuk Lembaga Perkreditan Desa (LPD) yang merupakan lembaga keuangan khas krama Bali, bisa masuk di dalamnya.
"Bila dilihat dari antar wilayah di Bali, keseimbangan ekonomi antara selatan dan utara serta barat dan timur masih memerlukan perjuangan panjang, yang harus diawali dengan pembangunan infrastruktur, sebagaimana yang telah dirintis saat ini," terang Prof Ramantha.
Sebaliknya, ‘responsibility’ yang dimaksud Prof Ramantha dalam mewujudkan Ekonomi Kerthi Bali harus dibangun secara inklusif dan bertanggung jawab, dengan tetap menjaga ekosistem alam dan budaya secara berkelanjutan. Menurut Prof Ramantha, mindset atau pola pikir pelaku Ekonomi Kerthi harus diarahkan agar berlandaskan Tri Hita Karana.
"Dalam mencari profit, harus memperhatikan pray, people, planet. Prinsip 4P tersebut kini telah mendunia. Mencari artha untuk dharma, artha, kama, sesuai Sarasamuscaya 262 dan implementasi Catur Purusartha. Kesimpulannya, Ekonomi Kerthi Bali memerlukan KOSTER," pungkas Prof Ramantha. *nat
1
Komentar