Eksportir 'Kewalahan' Layani Pasar
Permintaan Kakao Tinggi
DENPASAR,NusaBali
Petani kakao di Jembrana 'kewalahan' memenuhi permintaan pasar. Penyebabnya permintaan pasar meningkat, namun produksi kakao malah merosot.
Cuaca ekstrem, perbedaan suhu yang tinggi pada saat hujan dan kemarau jadi pemicu. Kakao mengalami busuk buah, sehingga panen pun menyusut.
I Ketut Widnyana, petani sekaligus eksportir kakao Jembrana mengatakan penurunan produksi lumayan banyak. Diperkirakan antara 30-40 persen. Sedang rata-rata produksi kakao Jembrana sekitar 50 ton pertahun dalam kondisi normal.
Untuk diketahui, produksi tersebut adalah produksi dari petani kakao yang menjadi binaan Koperasi Kerta Semaya Samaniya, koperasi petani kakao.
"Jumlah petani yang dibina sebanyak 609 orang," ujar Widnyana. Dikatakan pandemi Covid-19 tidak menyebabkan permintaan kakao menurun. Sebaliknya malah mengalami peningkatan permintaan ekspor. Namun karena produksi kakao berkurang, tidak sedikit permintaan kakao terpaksa 'ditolak'.
"Karena tidak bisa terpenuhi,"ujarnya. Untuk tahun ini 2021 ini permintaan ekspor 67 ton atau 5 kontainer.
Lanjut Widnyana, kakao Jembrana memang diminati pasar luar negeri dan dalam negeri. Hal itu itu disebabkan kualitas biji kako Jembrana yang sudah mengantongi sertifikat ekspor.
Diantaranya sertifikat UTZ/RA Organic dari Uni Eropa, USDA /Amerika Serikat dan Fair Trade Buyer. Adapun pasar ekspor kakao Jembrana diantaranya Jepang, Brasil, Belgia, Swiss dan China, Prancis dan negara lainnya. Itu belum termasuk pasar di dalam negeri, yakni industri pabrik coklat olahan termasuk di Bali.
Harga bjji kakao juga lumayan menggiurkan Rp 55 ribu sampai Rp 65 ribu per kilo. Malah untuk ke Jepang harganya bisa tembus Rp 70 ribu perkilo. *k17
1
Komentar