Tektekan Calonarang Tegaltemu Kaja Sempat 40 Tahun Mati Suri
Balai Bahasa Provinsi Bali Revitalisasi Kesenian Sakral di Desa Tibubiu, Kerambitan
Kegiatan revitalisasi kesenian sakral bertajuk ‘Merangkul Generasi Muda dalam Pelestarian Sastra Lisan’ diakhiri dengan pementasan Tektekan Calonarang di Wantilan Desa Adat Tibibiu pada Purnamaning Kalima, Rabu malam
TABANAN, NusaBali
Sempat ‘mati suri’ selama 40 tahun, kesenian sakral Tektekan Calonarang di Banjar Tegaltemu Kaja, Desa Tibubiu, Kecamatan Kerambitan, Tabanan akhirnya direvitalisasi oleh Balai Bahasa Provinsi Bali. Kegiatan revitalisasi bertajuk ‘Merangkul Generasi Muda dalam Pelestarian Sastra Lisan’ ini diakhiri dengan pementasan Tektekan Calonarang di Wantilan Desa Adat Tibibiu tepat Purnamaning Kalima pada Buda Wage Warigadean, Rabu (20/10) malam.
Pembina Tektekan Calonarang Banjar Tegaltemu Kaja, Desa Tibubiu, Wayan Jarwa, mengatakan kesenian sakral di banjarnya ini diwarisi secara turun temurun. Hanya saja, sejak 40 tahun silam, kesenian sakral ini ‘mati suri’. Kegiatannya vakum, karena tidak ada regenerasi. “Kendala bahasa lisan yang membuat kesenian sakral ini berpuluh tahun vakum,” ungkap Wayan Jarwa di sela acara pentas Tektekan Calonarang pasca revitalisasi, Rabu malam.
Tokoh adat Desa Tibubiu ini awalnya mengaku pesimistis bisa membangkitkan kembali kesenian Tektekan Calonarang di Banjar Tegaltemu Kaja. Masalahnya, kalangan generasi muda susah beradaptasi dengan bahasa lokal.
Namun, adanya program revitalisasi dari Balai Bahasa Provinsi Bali, telah mengubah semuanya. “Semangat kami kembali menggebu-gebu setelah ada pembinaan dan penelitian dari Balai Bahasa Provinsi Bali,” kenang Wayan Jarwa.
Menurut Wayan Jarwa, semangatnya untuk membangkitkan kesenian sakral Tektekan Calonarang semakin berlipat, karena generasi muda di Banjar Tegaltemu Kaja juga menyambut sumringah penelitian yang dilakukan Balai Bahasa Provinsi Bali. Bahkan, para penabuh dan penari Tektekan Calonarang saat ini semuanya adalah generasi muda.
“Kami akhirnya berhasil membangkitkan generasi muda untuk melestarikan Tektekan Calonarang. Para sepuh memberikan support, generasi muda kami semangat berlatih. Malam ini (Rabu) kami pentaskan Tektekan Calonarang,” tandas mantan Bendesa Adat Tibubiu ini.
Di sisi lain, Koordinator Tim Revitalisasi Kesenian Tektekan Calonarang dari Balai Bahasa Provinsi Bali, I Made Budiasa, mengungkapkan kegiatan revitalisasi bertajuk ‘Merangkul Generasi Muda dalam Pelestarian Sastra Lisan’ merupakan kegiatan pendampingan terhadap pewaris cerita lisan. Balai Bahasa Provinsi Bali yang bergerak di kebahasaan dan kesastraan, melakukan revitalisasi dengan tujuan memberi spirit dan menggugah hati generasi agar menumbuhkembangkan rasa memiliki terhadap cerita lisan calonarang.
Made Budiasa mengatakan, kegiatan revitalisasi Tektekan Calonarang Banjar Tegaltemu Kaja ini melibatkan 20 orang. Mereka masing-masing 5 siswa SD, 6 siswa SMP, 6 siswa SMA, dan 3 mahasiswa. “Antusiasme adik-adik di Banjar Tegaltemu Kaja luar biasa,” ungkap Made Budiasa yang notabene putra asli Desa Tibubiu.
Menurut Budiasa, tujuan revitalisasi ini agar generasi muda di Banjar Tegaltemu Kaja tetap eksis melestarikan kesenian sakral Tektekan Calonarang. Pendampingan dilakukan selama 4 bulan, sejak 24 Juni 2021 lalu. Pandemi Covid-19 membuat jadwal aktivitas terganggu. Seharusnya, kegiatan revitalisasi sudah berakhir 12 Agustus 2021, namun kemudian molor jadi 20 Okober 2021.
Sementara, Kepala Balai Bahasa Provinsi Bali, Toha Machsum SAg MAg, mengajak generasi muda di Desa Tibubiu untuk mencintai dan melestarikan budaya warisan leluhur. Toha mencontohkan sepakbola di belahan Eropa, yang begitu digandrungi karena ada kecintaan terhadap cabang olahraga poluler tersebut.
Jika Tektekan Calonarang dicintai layaknya sepakbola di Eropa, Toha yakin kesenian sakral di Banjar Tegaltemu Kaja ini akan lestari. “Cintailah kesenian kita. Lestarikan, jangan sampai diklaim negara lain,” pinta Toha.
Sementara itu, pementasan kesenian sakral Tektekan Calonarang pasca revitalisasi yang digelar di Wantilan Desa Adat Tibubiu, Rabu malam, disaksikan banyak penonton. Mereka datang dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, termasuk memakai masker.
Pementasan malam itu disaksikan langsung Kepala Balai Bahasa Provinsi Bali Toha Machsum, Perbekel Tibubiu I Made Ardena, dan kalangan tokoh adat Desa Tibubiu. Bahkan, tim peneliti dari Jakarta juga ikut menyaksikan pentas. Pentas Tektekan Calonarang diakhiri dengan atraksi ngunying, yakni menikamkan keris ke tubuh. Pantauan NusaBali, banyak penonton kerauhan (kesurupan) malam itu. *k21
Pembina Tektekan Calonarang Banjar Tegaltemu Kaja, Desa Tibubiu, Wayan Jarwa, mengatakan kesenian sakral di banjarnya ini diwarisi secara turun temurun. Hanya saja, sejak 40 tahun silam, kesenian sakral ini ‘mati suri’. Kegiatannya vakum, karena tidak ada regenerasi. “Kendala bahasa lisan yang membuat kesenian sakral ini berpuluh tahun vakum,” ungkap Wayan Jarwa di sela acara pentas Tektekan Calonarang pasca revitalisasi, Rabu malam.
Tokoh adat Desa Tibubiu ini awalnya mengaku pesimistis bisa membangkitkan kembali kesenian Tektekan Calonarang di Banjar Tegaltemu Kaja. Masalahnya, kalangan generasi muda susah beradaptasi dengan bahasa lokal.
Namun, adanya program revitalisasi dari Balai Bahasa Provinsi Bali, telah mengubah semuanya. “Semangat kami kembali menggebu-gebu setelah ada pembinaan dan penelitian dari Balai Bahasa Provinsi Bali,” kenang Wayan Jarwa.
Menurut Wayan Jarwa, semangatnya untuk membangkitkan kesenian sakral Tektekan Calonarang semakin berlipat, karena generasi muda di Banjar Tegaltemu Kaja juga menyambut sumringah penelitian yang dilakukan Balai Bahasa Provinsi Bali. Bahkan, para penabuh dan penari Tektekan Calonarang saat ini semuanya adalah generasi muda.
“Kami akhirnya berhasil membangkitkan generasi muda untuk melestarikan Tektekan Calonarang. Para sepuh memberikan support, generasi muda kami semangat berlatih. Malam ini (Rabu) kami pentaskan Tektekan Calonarang,” tandas mantan Bendesa Adat Tibubiu ini.
Di sisi lain, Koordinator Tim Revitalisasi Kesenian Tektekan Calonarang dari Balai Bahasa Provinsi Bali, I Made Budiasa, mengungkapkan kegiatan revitalisasi bertajuk ‘Merangkul Generasi Muda dalam Pelestarian Sastra Lisan’ merupakan kegiatan pendampingan terhadap pewaris cerita lisan. Balai Bahasa Provinsi Bali yang bergerak di kebahasaan dan kesastraan, melakukan revitalisasi dengan tujuan memberi spirit dan menggugah hati generasi agar menumbuhkembangkan rasa memiliki terhadap cerita lisan calonarang.
Made Budiasa mengatakan, kegiatan revitalisasi Tektekan Calonarang Banjar Tegaltemu Kaja ini melibatkan 20 orang. Mereka masing-masing 5 siswa SD, 6 siswa SMP, 6 siswa SMA, dan 3 mahasiswa. “Antusiasme adik-adik di Banjar Tegaltemu Kaja luar biasa,” ungkap Made Budiasa yang notabene putra asli Desa Tibubiu.
Menurut Budiasa, tujuan revitalisasi ini agar generasi muda di Banjar Tegaltemu Kaja tetap eksis melestarikan kesenian sakral Tektekan Calonarang. Pendampingan dilakukan selama 4 bulan, sejak 24 Juni 2021 lalu. Pandemi Covid-19 membuat jadwal aktivitas terganggu. Seharusnya, kegiatan revitalisasi sudah berakhir 12 Agustus 2021, namun kemudian molor jadi 20 Okober 2021.
Sementara, Kepala Balai Bahasa Provinsi Bali, Toha Machsum SAg MAg, mengajak generasi muda di Desa Tibubiu untuk mencintai dan melestarikan budaya warisan leluhur. Toha mencontohkan sepakbola di belahan Eropa, yang begitu digandrungi karena ada kecintaan terhadap cabang olahraga poluler tersebut.
Jika Tektekan Calonarang dicintai layaknya sepakbola di Eropa, Toha yakin kesenian sakral di Banjar Tegaltemu Kaja ini akan lestari. “Cintailah kesenian kita. Lestarikan, jangan sampai diklaim negara lain,” pinta Toha.
Sementara itu, pementasan kesenian sakral Tektekan Calonarang pasca revitalisasi yang digelar di Wantilan Desa Adat Tibubiu, Rabu malam, disaksikan banyak penonton. Mereka datang dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, termasuk memakai masker.
Pementasan malam itu disaksikan langsung Kepala Balai Bahasa Provinsi Bali Toha Machsum, Perbekel Tibubiu I Made Ardena, dan kalangan tokoh adat Desa Tibubiu. Bahkan, tim peneliti dari Jakarta juga ikut menyaksikan pentas. Pentas Tektekan Calonarang diakhiri dengan atraksi ngunying, yakni menikamkan keris ke tubuh. Pantauan NusaBali, banyak penonton kerauhan (kesurupan) malam itu. *k21
Komentar