Termasuk Tenun Cepuk, Kain Sakral dari Desa Tanglad-Nusa Penida
Pemkab Klungkung Usulkan 4 Warisan Budaya untuk Ditetapkan Menjadi WBTB Nasional
Selain Kain Tenun Cepuk, tiga objek yang juga diusulkan Pemkab Klungkung jadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) adadah Dewa Masraman (dari Desa Paksebali), Barong Nong Nong Kling (dari Desa Aan), dan ritual Caru Mejaga-Jaga (dari Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa)
SEMARAPURA, NusaBali
Setelah meloloskan Lukisan Wayang Klasik Kamasan dan Tari Baris Jangkang, Pemkab Klungkung kembali usulkan 4 objek sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Nasional. Keempat objek budaya tersebut adalah Kain Tenun Cepuk (dari Desa Tanglad, Kecamatan Nusa Penida), Dewa Masraman (Banjar Timbrah, Desa Paksebali, Kecamatan Dawan), Barong Nong Nong Kling (Banjar Suwelagiri, Desa Aan, Kecamatan Banjarangkan), dan ritual Caru Mejaga-Jaga (Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa, Kelurahan Semarapura Kaja, Kecamatan Klungkung).
Usulan tersebut disampaikan Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta saat mengikuti Sidang Penetapan WBTB Tahun 2021 melalui zoom meeting dari Ruang Vikon Kantor Bupati Klungkung di Semarapura, Kamis (28/10). Sidang penetapan WBTB Tahun 2021 ini digelar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).
Bupati Suwirta menyampaikan secara singkat salah satu objek tradisi yang diusulkan menjadi WBTB Nasional, yakni Tenun Cepuk dari Desa Tanglad, Kecamatan Nusa Penida. Kain Tenun Cepuk ini memang asli dari Nusa Penida. Dari dulu kain ini sudah ada, namun belakangan cenderung diplagiat, sehingga seolah-olah ada kain cepuk yang asli dan tiruan.
"Hal itulah yang mendorong kami untuk menjadikan kain cepuk khas Nusa Penida ini agar bisa dijadikan WBTB. Dengan begitu, kain cepuk ini selain menjadi warisan kami di Klungkung, juga nantinya mempunyai nilai ekonomis yang tinggi,” harap Bupati Suwirta.
Sedangkan Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga Kabupaten Klungkung, Ida Bagus Jumpung Gede Oka Wedhana, mengatakan jika dilihat dari sejarahnya, kerajinan Kain Tenun Cepuk yang merupakan warisan budaya di Desa Tanglad, telah diterima secara turun temurun. Menurut Gus Jumpung, ini termasuk jenis kain sakral. "Cepuk dalam bahasa Sanskerta berarti kayu canging, yang merupakan bahan dasar pembuatan kain Tenun Cepuk," papar Gus Jumpung.
Kain Cepuk mempunyai banyak corak dan motif, dengan masing-masing makna yang melekat di dalamnya. Kain Tenun Cepuk ini merupakan ciri khas kain tenun Nusa Penida, yang dikerjakan secara tradisional dengan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) dan menggunakan bahan alami. Namun, belakangan digunakan juga bahan sintetis. "Motif kain ini sangat khas dan memancarkan kesan magis yang berbeda dibanding motif kain tenun lainnya," jelas Gus Jumpung.
Proses pembuatan kain Tenun Cepuk cukup rumit, perlu kesabaran dan daya seni yang tinggi melalui beberapa tahapan. Kain Tenun Cepuk juga diyakini memiliki kekuatan magis sebagai pelindung dari rintangan dalam melakukan upacara keagamaan.
Menurut Gus Jumpung, kain Tenun Cepuk terdiri atas beberapa motif, di mana masing-masing motif memiliki fungsi yang berbeda dalam upacara keagamaan. Kain Tenun Cepuk dikelompokkan dalam 6 motif. Pertama, motf Mekawis yang digunakan untuk membungkus tulang dalam upacara kematian atau pengabenan. Kedua, motif Kecubung yang digunakan untuk anak perempuan ketika upacara potong gigi.
Ketiga, motif Lingking Paku yang digunakan untuk anak laki-laki saat upacara potong gigi. Keempat, motif Tangi Gede yang berfungsi sebagai sanan empeg dan digunakan pada upacara anak kedua dari tiga bersaudara jika kakak pertama dan adik ketiganya meninggal dunia. Kelima, motif Sudamala dengan warna hitam putih, yang digunakan ketika malukat. Keenam, motif Kurung Bebas yang digunakan untuk apa saja dan bisa dimodifikasi.
Kecuali fungsi keagamaan, kain Tenun Cepuk juga memiliki fungsi sosial budaya sebagai cendramata untuk menjalin ikatan tali persahabatan. Kain Tenun Cepuk juga sebagai lambang prestise, karena kain ini dianggap sebagai barang langka dan antik. Kain Tenun Cepuk juga memiliki fungsi ekonomi, karena kain yang bahannya dari alam ini diburu oleh para kolektor.
Terkait diusulkannya 4 objek budaya dari Klungkung untuk menjadi WBTB, menurut Gus Jumpung, untuk menggali budaya yang ada di masing-masing kecamatan, bahkan desa dan banjar. "Kalau kita menggali budaya, berbeda dengan menggali galian C," kata Gus Jumpung.
Kalau budaya yang digali, semakin digali akan semakin banyak budaya baru yang muncul, semakin banyak pula ditemukan budaya terpendam bahkan yang hampir punah. Sebaliknya, kalau menggali galian C, semakin digali akan semakin habis. “Dengan alasan itulah Disbudpora Klungkung mengupayakan agar tetap bisa mengusulkan 4 WBTB dalam setahun. Kalau bisa, lebih banyak lagi setiap tahun," tegas Gus Jumpung.
Gus Jumpung memaparkan, proses perjuangan usulan WBTB dimulai dari dicatatkan dulu kalau tidak ada di Pokok-pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD). "Setelah itu, dibuatkan deskripsi oleh tim ahli dari Unud, nanti dilengkapi dengan video dan foto-foto," katanya.
Di samping itu, juga dilengkapi dengan nama tokoh di masing-masing WBTB. Selanjutnya, ada dua tahap penilaian. Tahap pertama, menilai kelengkapan administrasi dari WBTB itu. Tahap kedua, dilengkapi dengan bukti berupa data dukung, seperti video, foto, statemen dari tokoh masyarakat atau maestro.
"Kalau masih meragukan dari penilaian pertama dan perlu data lapangan, maka tim ahli dari Kemendikbud Ristek akan turun ke lapangan memverifikasi usulan WBTB dimaksud," terang Gus Jumpung. Dari hasil verifikasi ini, baru bisa dinyatakan lanjut kepenilaian kedua atau tidak. “Kalau lanjut, berarti harus menunggu jadwal sidang penetapan.”
Klungkung sendiri sebelumnya telah meloloskan dua objek budaya sebagai WBTB Nasional Tahun 2019. Pertama, proses pembuatan Lukisan Wayang Klasik Kamasan dari Desa Kamasan, Kecamatan Klungkung. Kedua, Tari Baris Jangkang dari Desa Adat Pelilit, Desa Pejukutan, Kecamatan Nusa Penida. *wan
Usulan tersebut disampaikan Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta saat mengikuti Sidang Penetapan WBTB Tahun 2021 melalui zoom meeting dari Ruang Vikon Kantor Bupati Klungkung di Semarapura, Kamis (28/10). Sidang penetapan WBTB Tahun 2021 ini digelar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).
Bupati Suwirta menyampaikan secara singkat salah satu objek tradisi yang diusulkan menjadi WBTB Nasional, yakni Tenun Cepuk dari Desa Tanglad, Kecamatan Nusa Penida. Kain Tenun Cepuk ini memang asli dari Nusa Penida. Dari dulu kain ini sudah ada, namun belakangan cenderung diplagiat, sehingga seolah-olah ada kain cepuk yang asli dan tiruan.
"Hal itulah yang mendorong kami untuk menjadikan kain cepuk khas Nusa Penida ini agar bisa dijadikan WBTB. Dengan begitu, kain cepuk ini selain menjadi warisan kami di Klungkung, juga nantinya mempunyai nilai ekonomis yang tinggi,” harap Bupati Suwirta.
Sedangkan Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga Kabupaten Klungkung, Ida Bagus Jumpung Gede Oka Wedhana, mengatakan jika dilihat dari sejarahnya, kerajinan Kain Tenun Cepuk yang merupakan warisan budaya di Desa Tanglad, telah diterima secara turun temurun. Menurut Gus Jumpung, ini termasuk jenis kain sakral. "Cepuk dalam bahasa Sanskerta berarti kayu canging, yang merupakan bahan dasar pembuatan kain Tenun Cepuk," papar Gus Jumpung.
Kain Cepuk mempunyai banyak corak dan motif, dengan masing-masing makna yang melekat di dalamnya. Kain Tenun Cepuk ini merupakan ciri khas kain tenun Nusa Penida, yang dikerjakan secara tradisional dengan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) dan menggunakan bahan alami. Namun, belakangan digunakan juga bahan sintetis. "Motif kain ini sangat khas dan memancarkan kesan magis yang berbeda dibanding motif kain tenun lainnya," jelas Gus Jumpung.
Proses pembuatan kain Tenun Cepuk cukup rumit, perlu kesabaran dan daya seni yang tinggi melalui beberapa tahapan. Kain Tenun Cepuk juga diyakini memiliki kekuatan magis sebagai pelindung dari rintangan dalam melakukan upacara keagamaan.
Menurut Gus Jumpung, kain Tenun Cepuk terdiri atas beberapa motif, di mana masing-masing motif memiliki fungsi yang berbeda dalam upacara keagamaan. Kain Tenun Cepuk dikelompokkan dalam 6 motif. Pertama, motf Mekawis yang digunakan untuk membungkus tulang dalam upacara kematian atau pengabenan. Kedua, motif Kecubung yang digunakan untuk anak perempuan ketika upacara potong gigi.
Ketiga, motif Lingking Paku yang digunakan untuk anak laki-laki saat upacara potong gigi. Keempat, motif Tangi Gede yang berfungsi sebagai sanan empeg dan digunakan pada upacara anak kedua dari tiga bersaudara jika kakak pertama dan adik ketiganya meninggal dunia. Kelima, motif Sudamala dengan warna hitam putih, yang digunakan ketika malukat. Keenam, motif Kurung Bebas yang digunakan untuk apa saja dan bisa dimodifikasi.
Kecuali fungsi keagamaan, kain Tenun Cepuk juga memiliki fungsi sosial budaya sebagai cendramata untuk menjalin ikatan tali persahabatan. Kain Tenun Cepuk juga sebagai lambang prestise, karena kain ini dianggap sebagai barang langka dan antik. Kain Tenun Cepuk juga memiliki fungsi ekonomi, karena kain yang bahannya dari alam ini diburu oleh para kolektor.
Terkait diusulkannya 4 objek budaya dari Klungkung untuk menjadi WBTB, menurut Gus Jumpung, untuk menggali budaya yang ada di masing-masing kecamatan, bahkan desa dan banjar. "Kalau kita menggali budaya, berbeda dengan menggali galian C," kata Gus Jumpung.
Kalau budaya yang digali, semakin digali akan semakin banyak budaya baru yang muncul, semakin banyak pula ditemukan budaya terpendam bahkan yang hampir punah. Sebaliknya, kalau menggali galian C, semakin digali akan semakin habis. “Dengan alasan itulah Disbudpora Klungkung mengupayakan agar tetap bisa mengusulkan 4 WBTB dalam setahun. Kalau bisa, lebih banyak lagi setiap tahun," tegas Gus Jumpung.
Gus Jumpung memaparkan, proses perjuangan usulan WBTB dimulai dari dicatatkan dulu kalau tidak ada di Pokok-pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD). "Setelah itu, dibuatkan deskripsi oleh tim ahli dari Unud, nanti dilengkapi dengan video dan foto-foto," katanya.
Di samping itu, juga dilengkapi dengan nama tokoh di masing-masing WBTB. Selanjutnya, ada dua tahap penilaian. Tahap pertama, menilai kelengkapan administrasi dari WBTB itu. Tahap kedua, dilengkapi dengan bukti berupa data dukung, seperti video, foto, statemen dari tokoh masyarakat atau maestro.
"Kalau masih meragukan dari penilaian pertama dan perlu data lapangan, maka tim ahli dari Kemendikbud Ristek akan turun ke lapangan memverifikasi usulan WBTB dimaksud," terang Gus Jumpung. Dari hasil verifikasi ini, baru bisa dinyatakan lanjut kepenilaian kedua atau tidak. “Kalau lanjut, berarti harus menunggu jadwal sidang penetapan.”
Klungkung sendiri sebelumnya telah meloloskan dua objek budaya sebagai WBTB Nasional Tahun 2019. Pertama, proses pembuatan Lukisan Wayang Klasik Kamasan dari Desa Kamasan, Kecamatan Klungkung. Kedua, Tari Baris Jangkang dari Desa Adat Pelilit, Desa Pejukutan, Kecamatan Nusa Penida. *wan
Komentar