Pertarungan Hobi dan Ajang Adu Gengsi
Mengintip Tradisi Makepung Kerbau di Jembrana
Makepung memerlukan sepasang kerbau jantan dengan usia di atas 2 tahun. Harga kerbau makepung mencapai puluhan juta rupiah per ekor.
NEGARA, NusaBali
Makepung atau balapan kerbau di Kabupaten Jembrana merupakan salah satu tradisi unik di Bali. Tidak sedikit masyarakat Jembrana yang sengaja memelihara kerbau untuk tetap melestarikan tradisi balapan ini. Di kalangan pemilik kerbau, makepung tak hanya sekadar mempertarungkan hobi. Makepung juga menjadi ajang adu gengsi.
Sekaa (kelompok) makepung di Jembrana dibagi menjadi dua blok, yakni Sekaa Ijogading Barat dan Ijogading Timur. Ijogading merupakan nama sebuah sungai terbesar yang membatasi Kecamatan Jembrana dengan Kecamatan Negara di tengah-tengah Kabupaten Jembrana.
Sesuai dengan nama sekaa tersebut, anggota Ijogading Timur berasal dari 3 wilayah kecamatan (Kecamatan Jembrana, Kecamatan Mendoyo, dan Kecamatan Pekutatan) yang terletak di timur Sungai Ijogading. Sebaliknya pemilik kerbau makepung di barat Sungai Ijogading dari 2 wilayah kecamatan (Kecamatan Negara dan Kecamatan Melaya) masuk sebagai Sekaa Ijogading Barat.
Salah satu pemilik kerbau makepung, I Dewa Putu Manu Priodhana, 36, mengatakan, makepung bisa dianggap sebagai hobi. Hobi makepung ini pun tergolong hobi yang cukup mahal. Untuk makepung memerlukan sepasang kerbau jantan dengan usia di atas 2 tahun. Harga kerbau makepung mencapai puluhan juta per ekor. "Kerbau untuk makepung juga kerbau pilihan. Karena ada juga kerbau yang biasanya tidak mau lari" ujarnya.
Menurut Manu, kerbau yang bagus untuk makepung bisa dilihat melalui ciri-ciri fisiknya. Salah satunya dengan melihat tulang ekor kerbau. Ketika kerbau dalam posisi tegap terlihat permukaan tulang ekor lebih rendah dari posisi permukaan tulang punggug. Hal itu menandakan kalau kerbau kuat berlari. Kemudian juga bisa dilihat ciri-ciri pada kaki termasuk bagian dada kerbau. "Kerbau yang bagus biasanya dadanya lebar. Mencirikan punya nafas lebih panjang," jelasnya.
Dalam kompetisi makepung juga ada pembagian grup. Dari kelas yang terendah di Grup D hingga tertinggi di Grup A. Biasanya kerbau yang masuk Grup D hingga Grup C harganya mencapai Rp 30 juta hingga Rp 50 juta per ekor. Sementara kerbau yang masuk Grup B hingga Grup A, harganya bisa di atas Rp 60 juta per ekor. "Kalau terus menang bisa naik grup. Sebaliknya jika terus kalah bisa turun grup. Grup-grup itu juga yang membuat makepung jadi bergengsi," ujar Manu yang juga salah satu juragan sapi dari Lingkungan Menega, Kelurahan Dauhwaru, Kecamatan Jembrana ini.
Manu mengatakan, biasanya ada beberapa perawatan khusus untuk kerbau makepung. Seperti pakan rumput, diutamakan memberikan rumput yang masih segar. Begitu juga menjaga kebersihan kerbau termasuk kandang. Kerbau harus rutin dimandikan, apalagi saat cuaca panas. Biasanya kerbau juga dibasuh dengan usam (parutan kelapa dengan campuran minyak tanah), agar bulu kerbau terlihat lebih berkilau.
Setiap jelang latihan ataupun lomba, kerbau makepung juga biasa diberikan loloh. Loloh atau jamu yang diberikan untuk kerbau makepung berupa telur unggas yang dicampur gula merah, kunyit, dan berbagai rempah lainnya. “Telur yang dipakai loloh biasa pakai telur ayam dan telur bebek. Tetapi yang paling bagus pakai telur angsa," ujarnya.
Di samping berbagai perawatan tersebut, setiap Rahinan Tumpek Kandang, para pemilik kerbau makepung juga mengupacarai kerbau mereka dengan menghanturkan banten pejati di kandang. Sehari sebelum turun lomba, beberapa pemilik kerbau makepung menghaturkan banten pejati di merajan hingga keliling Pura Kahyangan Tiga. Termasuk ada juga yang biasa menghaturkan pejati di lokasi lomba. "Setiap mau lomba, untuk biaya banten saja habis sekitar Rp 300.000. Belum lagi ongkos ngangkut kerbau ke lokasi. Kalau dihitung-hitung secara ekonomi, tidak dapat untung. Tetapi ada kepuasan tersendiri kalau punya kerbau makepung," ucap Manu.7ode
Komentar