Tiada Bukti Kepemilikan, Tergugat Disumpah Cor di Pura Ulun Kulkul
Sumpah cor yang dijalani tergugat I Gusti Ngurah Sulendra di Pura Ulun Kulkul, Desa Pakraman Besakih kemarin diikuti pula adik kandungnya, penggugat I Gusti Ngurah Sudarsana, dengan disaksikan majelis hakim PN Gianyar
Sengketa Tanah Warisan di Subak Bandung Kawan, Desa Blahbatuh yang Libatkan Kakak vs Adik
GIANYAR, NusaBali
Tergugat kasus sengketa tanah warisan di Subak Bandung Kawan, Banjar Tengah, Desa/Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, I Gusti Ngurah Sulendra, menjalani sumpah cor di Pura Ulun Kulkul Desa Pakraman Besakih, Kecamatan Rendang, Karangasem pada Soma Kliwon Landep, Senin (30/1). Sumpah cor sebagai pemutus ini diajukan tergugat I Gusti Ngurah Sudarsana kerena tiadanya alat bukti dalam persidangan kasusnya di PN Gianyar.
Kasus sengketa tanah warisaan dengan nomor 148/Pdt.G/2016/ PN Gin tanggal 18 November 2016 ini terjadi antara tergugat I Gusti Ngurah Sulendra vs penggugat I Gusti Ngurah Sudarsana. Keduanya merupakan kakak adik. Dalam kasus ini, IGN Sudarsana didampingi advokat I Wayan Koplogantara SH MH.
Humas PN Gianyar, Wawan Edi Prastiyo SH MH, mengungkapkan penggugat IGN Sudarsana mendalilkan bahwa objek sengketa berupa tanah seluas 32 are di Subak Bandung Kawan adalah harta peninggalan kakek mereka yang belum dibagi waris. Pada tahun 2001, objek sengketa tersebut disertifikatkan oleh kakak kandungnya, tergugat IGN Sulendra, menjadi atas namanya.
Maka, IGN Sudarsana pun melakukan gugatan ke pengadilan. Dalam gugatannya, IGN Sudarsana meminta agar tergugat IGN Sulendra dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum. Atas semua dalil yang diajukan penggugat tersebut, tergugat menyangkal dengan menyatakan bahwa objek tanah sengketa adalah miliknya. Kasus ini pun bergulir di meja hukum.
Majelis hakim yang menangani kasus ini di PN Gianyar terdiri dari Aryo Widiatmoko SH (ketua), Raditya Yuri Purba SH MH (anggota, dan Danu Arman SH MH (anggota). Menurut Wawan Edi Prastiyo, karena baik penggugat maupun tergugat sama-sama tidak mempunyai bukti dalam persidangan, maka penggugat IGN Sudarsana meminta tergugat IGN Sulendra untuk menjalani sumpah cor (sumpah pemutus) sesuai agama Hindu.
Ritual sumpah cor di Pura Ulun Kulkul Desa Pakraman Besakih, Senin kemarin, dipuput oleh Ida Pedanda Istri Temuku, sulinggih dari Griya Siangan, Desa Bitra, Kecamatan Gianyar. Wawan Edi Prastiyo mengatakan, sumpah cor yang kalau di Jawa dikenal dengan sumpah pocong ini diajukan dalam persidangan, karena tidak ada alat bukti apa pun, baik surat maupun saksi dari pihak-pihak yang berperkara. Sumpah cor ini dilakukan untuk mengakhiri semuanya persoalan sengketa.
Dikatakan Wawan Edi, sumpah cor di Pura Ulun Kuluk kemarin diikuti keduabelah pihak yang bersengketa (tergugat IGN Sulendra dan penggugat IGN Sudarsana), dengan disaksikan langsung majelis hakim. Sumpah pemutus ini tertuang dalam Pasal 193 ayat 2 BW dan Pasal 156 HIR/Pasal 183 RBG ayat 3 serta putusan MA 575K/SIP/1973, yang menegaskan permohonan sumpah pemutus hanya dapat dikabulkan kalau dalam suatu perkara sama sekali tidak terdapat bukti-bukti.
Menurut Wawan Edi, dalam pasal tersebut ditgaskan permohonan sumpah pemutus hanya dapat dikabulkan kalau dalam suatu perkara sama sekali tidak terdapat bukti. Sumpah pemutus ini, jika salah satu pihak memerintahkan pihak lain mengangkat sumpah, maka pihak yang memerintahkan sumpah cor dianggap sebagai orang yang melepaskan hak. Seolah-olah dia mengatakan kepada pihak lawannya, ‘Baiklah kalau kamu berani bersumpah, saya rela dikalahkan’.
“Peristiwa ini sangat langka, sumpah cor dilakukan hari ini (kemarin). Di Gianyar sempat terjadi hal serupa sebanyak tiga kali, termasuk kasus saat ini," ungkap Wawan Edi kepada NusaBali, Senin kemarin.
Wawan Edi menjelaskan, sumpah cor seperti yang tercantum dalam Lontar Ari Candani memiliki dampak yang sangat dashyat dari segi kepercayaan umat Hindu di Bali. Keyakinan filosofi bagi umat Hindu di Bali terhadap sumpah cor yang dipimpin oleh sulinggih dengan disaksikan secara niskala Ida Sang Hyang Widhi adalah amat sangat ditakuti.
Bagi keluarga yang mengucapkan sumpah cor dalam kondisi kebingungan atau sumpah palsu, kata Wawan Edi, dari pandangan keyakinan akan menderita sampai ke anak cucu tujuh turunan. Hidupnya akan menderita sakit gede, yaitu sakit tahunan yang tidak kunjung sembuh dan tidak dapat disembuhkan, hingga akhirnya akan dibawa mati. “Begitu juga sebaliknya, jika penggugat mendapat kemenangan palsu, dia akan menderita akibat sumpah palsu,” jelas Wawan Edi. * e
Komentar