Desa Devisa Garam Kusamba Diresmikan
Dilakukan Gubernur Koster Bersama LPEI dan DJKN Bali-Nusra
Produk garam tradisional lokal Bali saat ini sedang diperjuangkan untuk mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual berupa Indikasi Geografis (IG).
SEMARAPURA,NusaBali
Gubernur Bali, Wayan Koster bekerjasama dengan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) serta Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan RI meresmikan Desa Devisa Garam Kusamba (DDGK) Kusamba, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung. LPEI dan DJKN secara resmi akan memfasilitasi ekspor produk garam tradisional lokal Bali di Kusamba, yang diresmikan di Banjar Anyar, Desa Kusamba, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, Sabtu (6/11) pagi.
Peresmian dihadiri langsung Direktur Eksekutif LPEI James Rompas, Kakanwil DJKN Bali-Nusra Anugrah Komara, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari, Kepala Kantor Wilayah Ditjen Bea Cukai Bali, NTB, NTT Susila Brata, Sekda Klungkung Gede Putu Winastra, dan Ketua Koperasi LEPP Mina Segara Dana Putu Suarta.
Gubernur Koster menyampaikan harapan kepada LPEI dan DJKN agar tidak berhenti memfasilitasi ekspor produk garam tradisional lokal Bali, namun secara berkelanjutan melakukan program ini untuk produk garam tradisional lokal Bali yang berada di seluruh Bali. "Sehingga bisa diekspor dengan memiliki kualitas rasa dan kemasan yang bagus," ujar Gubernur Koster. Ditegaskan Gubernur Koster, Bali yang memiliki wilayah kecil, namun Hyang Pencipta maha adil telah memberikan anugerah yang luar biasa untuk alam Bali, baik itu di bidang pangan, sandang, hingga industri kerajinan rakyat berbasis branding Bali.
“Kalau pangan ada beras Bali, salak Bali, jeruk, hingga Manggis Bali. Kemudian pangan di bidang kelautan, Bali memiliki potensi dari ikan tuna, rumput laut, hingga garam. Sandangnya ada Kain Tenun Endek Bali hingga kerajinan rakyat yang berupa aksesoris yang sangat terkenal," ujar Ketua DPD PDIP Bali ini.
Mengenai produk garam tradisional lokal Bali, Gubernur Koster mengatakan masyarakat tradisional di Bali sudah diberikan warisan tradisi yang luhur, untuk melakukan suatu produksi dan hasilnya sangat diminati, terkenal, karena berkualitas serta memiliki cita rasa yang khas seperti garam Bali, salak Bali, kopi Bali, hingga jeruk Bali. "Soal produk garam tradisional Bali yang harus dipikirkan pertama ialah hulunya. Siapa hulu ini? Yaitu wilayah pesisirnya, ada petani yang mengolah garam di pesisir," ujar Gubernur Koster.
Kata dia, Pulau Bali memiliki banyak pesisir pantai yang menjadi tempat produksi garam, seperti di Kabupaten Karangasem yaitu dari wilayah Amed sampai di Tianyar. Kemudian di Buleleng juga ada yang tersebar di Desa Les, Desa Tejakula, hingga di Desa Pemuteran. Kemudian di Jembrana tempatnya berlokasi di Desa Gumbrih. Di Kabupaten Tabanan tempatnya di Desa Kelating, dan di Kota Denpasar wilayah produksi garamnya di Desa Pemogan dan Desa Pedungan.
Di wilayah ini produksi garam digeluti masyarakat lokal dan diolah secara tradisional. “Saya sudah turun ke Desa Tejakula, Buleleng hingga ke Amed, Karangasem dan memperhatikan proses pembuatan garamnya mulai dari angkut air di laut sampai dicampur dengan tanah, kemudian diolah sampai keluar air, lalu di jemur menjadi garam. Saya juga ke Kusamba, jadi agak mirip-mirip semua produksi garamnya dengan cara tradisional, dan uniknya proses pengeringan garamnya menggunakan palung yang berbahan pohon kelapa," ujar politisi asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng ini.
Produk garam tradisional lokal Bali saat ini sedang diperjuangkan oleh Gubernur Koster untuk mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual berupa Indikasi Geografis (IG), dengan syarat harus menjaga proses dengan tradisinya yang tradisional. "Saya juga ingatkan di Klungkung atau yang hadir saat ini, bahwa tidak boleh garam yang sudah bagus dengan cita rasanya yang khas dan terkenal di luar sampai diminati oleh pasar ekspor, lantas dikasih yodium. Jadi, jangan lagi pakai yodium, karena Indikasi Geografis garam Kusamba saat ini sedang diproses, sebentar lagi selesai se-Bali," ujarnya.
"Kalau garam yang memiliki IG ini digunakan di tempat lain, maka yang memproduksi garam ini akan mendapatkan kompensasinya (royalti)," jelas mantan Anggota Komisi X DPR RI dapil Bali 3 periode ini mewanti para stakeholder jangan mau dibohongi oleh aturan yang mengatakan garam itu harus beryodium, karena itu hanya mainan importir garam.
"Jaga garam warisan leluhur Bali yang sudah memiliki cita rasa yang berkualitas dan sudah diminati oleh pasar di Surabaya, selain oleh pasar ekspor. Impor itu merusak tradisi yang ada," sodok Gubernur Koster. Untuk mendukung peningkatan produksi produk garam tradisonal lokal Bali, Gubernur Koster secara berulang menyatakan jangan rusak garam Bali dengan yodium.
“Saya akan bantu mulai dari kelembagaannya berupa koperasi, permodalannya, kemudian membantu bahan proses pembuatannya yang berupa palung ini, hingga pemasarannya," ungkap suami dramawati Ni Putu Putri Suastini ini. Sementara untuk kemasan garamnya Gubernur Koster menegaskan harus diinovasikan dengan bentuk yang beragam, sehingga produk garam tradisional Bali bisa masuk di segala jenis pasar, seperti pasar tradisional dan pasar modern, yang sejalan dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali dan Surat Edaran (SE) Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pemanfaatan Produk Garam Tradisional Lokal Bali. "Setelah kemasannya dipercantik untuk pasar modern, maka saya akan panggil seluruh pengusaha pasar modern atau swalayan di Bali untuk mengajak mereka menjual garam tradisional lokal Bali dan tidak boleh menjual garam impor,” jelas Gubernur Koster.
Gubernur Koster menegaskan bahwa sebagai negara maritim, malu impor garam, sebagai negara agraris malu impor beras, impor gula, hingga garam putih. “Bapak Presiden RI, Joko Widodo sudah bagus arahannya dan berpihak kepada masyarakat, dan hal ini harus kita dorong bersama agar tidak impor garam. Jangan buat petani kita susah. Kita sudah 300 tahun dijajah oleh Belanda, masak dijajah lagi ekonominya, masak nggak kapok-kapok kita dijajah," tegas Gubernur Koster.
Alasan Gubernur Koster memperjuangkan produk garam tradisional lokal Bali masuk ke pasar modern hingga dimanfaatkan oleh hotel/restaurant di Pulau Dewata, karena Bali memiliki garam yang bisa dimanfaatkan oleh hotel berbintang lima sampai ke beberapa negara. "Masak kita di sini tidak memanfaatkannya, malah mengkonsumsi garam impor. Saya tekankan sekali lagi, garam kita di Bali ini sangat memiliki cita rasa yang bagus, lalu pasar modern di Bali tidak mau memasarkannya, jadi ini tidak benar kebijakannya. Maka hal ini akan saya perangi," janji Gubernur Koster.
Kemarin Gubernur Koster menarget di Provinsi Bali, produk garam tradisional lokal Bali harus beredar di seluruh pasar lokal dan modern yang ada di Bali. "Jadi pasar lokal dan modern di Bali yang menjadi nomor satu terlebih dahulu, setelah itu baru pasar nasional dan ekspor. Hal ini Saya informasikan, untuk mencegah adanya permainan pasar, kalau nanti garam ini berhenti ekspor, maka akan berantakan lagi. Sehingga Saya akan optimalkan pemasaran garam ini ke pasar lokal dan modern yang ada di Bali terlebih dahulu, kalau itu sudah berjalan secara berkelanjutan," pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif LPEI James Rompas menyebutkan sejak tahun 1.500 masehi di jaman Kerajaan Klungkung, tercatat di Desa Kusamba ini sudah dikenal dengan produksi garamnya yang berkualitas baik.
"Maka dari itu, kami dari LPEI bekerjasama dengan DJKN akan membantu melakukan pendampingan kepada para petani di Desa Kusamba ini, untuk meningkatkan kualitas dan daya saing serta ekspor ke mancanegara," ujar James Rompas. *nat
Peresmian dihadiri langsung Direktur Eksekutif LPEI James Rompas, Kakanwil DJKN Bali-Nusra Anugrah Komara, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari, Kepala Kantor Wilayah Ditjen Bea Cukai Bali, NTB, NTT Susila Brata, Sekda Klungkung Gede Putu Winastra, dan Ketua Koperasi LEPP Mina Segara Dana Putu Suarta.
Gubernur Koster menyampaikan harapan kepada LPEI dan DJKN agar tidak berhenti memfasilitasi ekspor produk garam tradisional lokal Bali, namun secara berkelanjutan melakukan program ini untuk produk garam tradisional lokal Bali yang berada di seluruh Bali. "Sehingga bisa diekspor dengan memiliki kualitas rasa dan kemasan yang bagus," ujar Gubernur Koster. Ditegaskan Gubernur Koster, Bali yang memiliki wilayah kecil, namun Hyang Pencipta maha adil telah memberikan anugerah yang luar biasa untuk alam Bali, baik itu di bidang pangan, sandang, hingga industri kerajinan rakyat berbasis branding Bali.
“Kalau pangan ada beras Bali, salak Bali, jeruk, hingga Manggis Bali. Kemudian pangan di bidang kelautan, Bali memiliki potensi dari ikan tuna, rumput laut, hingga garam. Sandangnya ada Kain Tenun Endek Bali hingga kerajinan rakyat yang berupa aksesoris yang sangat terkenal," ujar Ketua DPD PDIP Bali ini.
Mengenai produk garam tradisional lokal Bali, Gubernur Koster mengatakan masyarakat tradisional di Bali sudah diberikan warisan tradisi yang luhur, untuk melakukan suatu produksi dan hasilnya sangat diminati, terkenal, karena berkualitas serta memiliki cita rasa yang khas seperti garam Bali, salak Bali, kopi Bali, hingga jeruk Bali. "Soal produk garam tradisional Bali yang harus dipikirkan pertama ialah hulunya. Siapa hulu ini? Yaitu wilayah pesisirnya, ada petani yang mengolah garam di pesisir," ujar Gubernur Koster.
Kata dia, Pulau Bali memiliki banyak pesisir pantai yang menjadi tempat produksi garam, seperti di Kabupaten Karangasem yaitu dari wilayah Amed sampai di Tianyar. Kemudian di Buleleng juga ada yang tersebar di Desa Les, Desa Tejakula, hingga di Desa Pemuteran. Kemudian di Jembrana tempatnya berlokasi di Desa Gumbrih. Di Kabupaten Tabanan tempatnya di Desa Kelating, dan di Kota Denpasar wilayah produksi garamnya di Desa Pemogan dan Desa Pedungan.
Di wilayah ini produksi garam digeluti masyarakat lokal dan diolah secara tradisional. “Saya sudah turun ke Desa Tejakula, Buleleng hingga ke Amed, Karangasem dan memperhatikan proses pembuatan garamnya mulai dari angkut air di laut sampai dicampur dengan tanah, kemudian diolah sampai keluar air, lalu di jemur menjadi garam. Saya juga ke Kusamba, jadi agak mirip-mirip semua produksi garamnya dengan cara tradisional, dan uniknya proses pengeringan garamnya menggunakan palung yang berbahan pohon kelapa," ujar politisi asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng ini.
Produk garam tradisional lokal Bali saat ini sedang diperjuangkan oleh Gubernur Koster untuk mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual berupa Indikasi Geografis (IG), dengan syarat harus menjaga proses dengan tradisinya yang tradisional. "Saya juga ingatkan di Klungkung atau yang hadir saat ini, bahwa tidak boleh garam yang sudah bagus dengan cita rasanya yang khas dan terkenal di luar sampai diminati oleh pasar ekspor, lantas dikasih yodium. Jadi, jangan lagi pakai yodium, karena Indikasi Geografis garam Kusamba saat ini sedang diproses, sebentar lagi selesai se-Bali," ujarnya.
"Kalau garam yang memiliki IG ini digunakan di tempat lain, maka yang memproduksi garam ini akan mendapatkan kompensasinya (royalti)," jelas mantan Anggota Komisi X DPR RI dapil Bali 3 periode ini mewanti para stakeholder jangan mau dibohongi oleh aturan yang mengatakan garam itu harus beryodium, karena itu hanya mainan importir garam.
"Jaga garam warisan leluhur Bali yang sudah memiliki cita rasa yang berkualitas dan sudah diminati oleh pasar di Surabaya, selain oleh pasar ekspor. Impor itu merusak tradisi yang ada," sodok Gubernur Koster. Untuk mendukung peningkatan produksi produk garam tradisonal lokal Bali, Gubernur Koster secara berulang menyatakan jangan rusak garam Bali dengan yodium.
“Saya akan bantu mulai dari kelembagaannya berupa koperasi, permodalannya, kemudian membantu bahan proses pembuatannya yang berupa palung ini, hingga pemasarannya," ungkap suami dramawati Ni Putu Putri Suastini ini. Sementara untuk kemasan garamnya Gubernur Koster menegaskan harus diinovasikan dengan bentuk yang beragam, sehingga produk garam tradisional Bali bisa masuk di segala jenis pasar, seperti pasar tradisional dan pasar modern, yang sejalan dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali dan Surat Edaran (SE) Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pemanfaatan Produk Garam Tradisional Lokal Bali. "Setelah kemasannya dipercantik untuk pasar modern, maka saya akan panggil seluruh pengusaha pasar modern atau swalayan di Bali untuk mengajak mereka menjual garam tradisional lokal Bali dan tidak boleh menjual garam impor,” jelas Gubernur Koster.
Gubernur Koster menegaskan bahwa sebagai negara maritim, malu impor garam, sebagai negara agraris malu impor beras, impor gula, hingga garam putih. “Bapak Presiden RI, Joko Widodo sudah bagus arahannya dan berpihak kepada masyarakat, dan hal ini harus kita dorong bersama agar tidak impor garam. Jangan buat petani kita susah. Kita sudah 300 tahun dijajah oleh Belanda, masak dijajah lagi ekonominya, masak nggak kapok-kapok kita dijajah," tegas Gubernur Koster.
Alasan Gubernur Koster memperjuangkan produk garam tradisional lokal Bali masuk ke pasar modern hingga dimanfaatkan oleh hotel/restaurant di Pulau Dewata, karena Bali memiliki garam yang bisa dimanfaatkan oleh hotel berbintang lima sampai ke beberapa negara. "Masak kita di sini tidak memanfaatkannya, malah mengkonsumsi garam impor. Saya tekankan sekali lagi, garam kita di Bali ini sangat memiliki cita rasa yang bagus, lalu pasar modern di Bali tidak mau memasarkannya, jadi ini tidak benar kebijakannya. Maka hal ini akan saya perangi," janji Gubernur Koster.
Kemarin Gubernur Koster menarget di Provinsi Bali, produk garam tradisional lokal Bali harus beredar di seluruh pasar lokal dan modern yang ada di Bali. "Jadi pasar lokal dan modern di Bali yang menjadi nomor satu terlebih dahulu, setelah itu baru pasar nasional dan ekspor. Hal ini Saya informasikan, untuk mencegah adanya permainan pasar, kalau nanti garam ini berhenti ekspor, maka akan berantakan lagi. Sehingga Saya akan optimalkan pemasaran garam ini ke pasar lokal dan modern yang ada di Bali terlebih dahulu, kalau itu sudah berjalan secara berkelanjutan," pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif LPEI James Rompas menyebutkan sejak tahun 1.500 masehi di jaman Kerajaan Klungkung, tercatat di Desa Kusamba ini sudah dikenal dengan produksi garamnya yang berkualitas baik.
"Maka dari itu, kami dari LPEI bekerjasama dengan DJKN akan membantu melakukan pendampingan kepada para petani di Desa Kusamba ini, untuk meningkatkan kualitas dan daya saing serta ekspor ke mancanegara," ujar James Rompas. *nat
Komentar