Raja IX Denpasar Titip Harapan ke Ketua DPD
Raja IX Denpasar Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan berharap RUU Masyarakat Hukum Adat segera disahkan. Selain itu, judulnya diganti menjadi UU Masyarakat Adat Kerajaan Nusantara.
DENPASAR, NusaBali
Raja IX Denpasar Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan menitipkan harapan pada Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dan jajaran senator lainnya agar RUU Masyarakat Hukum Adat dapat segera disahkan menjadi undang-undang.
“Kami juga mengharapkan judulnya diganti menjadi UU Masyarakat Adat Kerajaan Nusantara. Itu pesan kami, di samping Tujuh Titah Raja yang sudah disampaikan di Sumedang,” kata Ida Tjokorda Jambe Pemecutan saat menerima kunjungan Ketua DPD di Jaba Pura Pemerajan Puri Agung Denpasar, Sabtu (6/11/2021).
Dia juga meminta LaNyalla mengunjungi Puri-Puri (kerajaan) lain yang masih banyak di Bali. Sebab, baru tiga Puri yang tergabung dalam Majelis Adat Kerajaan Nusantara (MAKN) yakni Puri Agung Denpasar, Puri Agung Tabanan, dan Puri Agung Karangasem.
“Di MAKN ini kami mengikuti Tri Dharma Majelis Adat Kerajaan Nusantara. Pertama, kami adalah satu komunitas. Kedua, satu identitas dalam kebhinekaan, dan ketiga, kami berada dalam satu visi yang jelas,” kata Ida Tjokorda Jambe Pemecutan.
Dalam kesempatan tersebut, Ida Tjokorda Jambe Pemecutan juga meminta DPD untuk mengoreksi sistem politik dan demokrasi Indonesia, karena menurutnya sistem demokrasi saat ini tak sejalan dengan arah perjuangan bangsa yang berlandaskan Pancasila.
“Demokrasi kita impor dari luar. Kami ingin kita berdemokrasi dengan falsafah Pancasila yang mengedepankan musyawarah, gotong-royong, dan toleransi. Apakah sistem demokrasi bangsa kita bisa dikoreksi, sehingga kami yang menjaga marwah budaya ini bisa menghadang perpecahan,” ujarnya.
Ida Tjokorda Jambe Pemecutan menambahkan, sebagai entitas yang dekat dengan masyarakat adat, kerajaan dan keraton Nusantara menilai sistem demokrasi yang dipraktikkan di Indonesia tak lagi sejalan dengan keinginan para pendiri bangsa.
LaNyalla sependapat dengan pandangan Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan. Dia menyayangkan Kerajaan dan Kesultanan Nusantara, dan juga entitas-entitas ‘civil society’ lain, tidak bisa terlibat dalam menentukan arah perjalanan bangsa karena sejak amandemen Konstitusi 4 tahap tahun 1999 hingga 2002, yang menentukan adalah partai politik.
“Mereka lah yang menjadi satu-satunya instrumen untuk mengusung calon pemimpin bangsa ini. Parpol melalui fraksi di DPR RI bersama pemerintah juga lah yang memutuskan UU yang mengikat seluruh warga bangsa,” ucap LaNyalla, senator asal Jawa Timur.
Karena itulah, tambah LaNyalla, DPD terus menggugah kesadaran publik. Terus menggelorakan, bahwa rencana Amendemen Konstitusi perubahan kelima harus dilakukan untuk memperbaiki sistem tata negara yang ada di Indonesia.
Dalam kesempatan itu, LaNyalla didampingi sejumlah senator di antaranya Bambang Santoso dan Anak Agung Gde Agung (Bali), Bustami Zainuddin dan Ahmad Bastian (Lampung), Fachrul Razi (Aceh), Andi Muh Ihsan (Sulsel), dan Erlinawati (Kalbar).
Kemudian Habib Abdurrahman Bahasyim (Kalsel), Andi Nirwana (Sultra), Ahmad Kanedi (Bengkulu), Muhammad Rakhman (Kalteng), Angelius Wake Kako dan Asyera Wundalero (NTT), Stefi Pasimanjeku (Malut), serta Habib Ali Alwi dan M TB Ali Ridho (Banten).
Di akhir acara, LaNyalla mendapatkan cenderamata berupa keris dari Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan. *ant, k22
“Kami juga mengharapkan judulnya diganti menjadi UU Masyarakat Adat Kerajaan Nusantara. Itu pesan kami, di samping Tujuh Titah Raja yang sudah disampaikan di Sumedang,” kata Ida Tjokorda Jambe Pemecutan saat menerima kunjungan Ketua DPD di Jaba Pura Pemerajan Puri Agung Denpasar, Sabtu (6/11/2021).
Dia juga meminta LaNyalla mengunjungi Puri-Puri (kerajaan) lain yang masih banyak di Bali. Sebab, baru tiga Puri yang tergabung dalam Majelis Adat Kerajaan Nusantara (MAKN) yakni Puri Agung Denpasar, Puri Agung Tabanan, dan Puri Agung Karangasem.
“Di MAKN ini kami mengikuti Tri Dharma Majelis Adat Kerajaan Nusantara. Pertama, kami adalah satu komunitas. Kedua, satu identitas dalam kebhinekaan, dan ketiga, kami berada dalam satu visi yang jelas,” kata Ida Tjokorda Jambe Pemecutan.
Dalam kesempatan tersebut, Ida Tjokorda Jambe Pemecutan juga meminta DPD untuk mengoreksi sistem politik dan demokrasi Indonesia, karena menurutnya sistem demokrasi saat ini tak sejalan dengan arah perjuangan bangsa yang berlandaskan Pancasila.
“Demokrasi kita impor dari luar. Kami ingin kita berdemokrasi dengan falsafah Pancasila yang mengedepankan musyawarah, gotong-royong, dan toleransi. Apakah sistem demokrasi bangsa kita bisa dikoreksi, sehingga kami yang menjaga marwah budaya ini bisa menghadang perpecahan,” ujarnya.
Ida Tjokorda Jambe Pemecutan menambahkan, sebagai entitas yang dekat dengan masyarakat adat, kerajaan dan keraton Nusantara menilai sistem demokrasi yang dipraktikkan di Indonesia tak lagi sejalan dengan keinginan para pendiri bangsa.
LaNyalla sependapat dengan pandangan Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan. Dia menyayangkan Kerajaan dan Kesultanan Nusantara, dan juga entitas-entitas ‘civil society’ lain, tidak bisa terlibat dalam menentukan arah perjalanan bangsa karena sejak amandemen Konstitusi 4 tahap tahun 1999 hingga 2002, yang menentukan adalah partai politik.
“Mereka lah yang menjadi satu-satunya instrumen untuk mengusung calon pemimpin bangsa ini. Parpol melalui fraksi di DPR RI bersama pemerintah juga lah yang memutuskan UU yang mengikat seluruh warga bangsa,” ucap LaNyalla, senator asal Jawa Timur.
Karena itulah, tambah LaNyalla, DPD terus menggugah kesadaran publik. Terus menggelorakan, bahwa rencana Amendemen Konstitusi perubahan kelima harus dilakukan untuk memperbaiki sistem tata negara yang ada di Indonesia.
Dalam kesempatan itu, LaNyalla didampingi sejumlah senator di antaranya Bambang Santoso dan Anak Agung Gde Agung (Bali), Bustami Zainuddin dan Ahmad Bastian (Lampung), Fachrul Razi (Aceh), Andi Muh Ihsan (Sulsel), dan Erlinawati (Kalbar).
Kemudian Habib Abdurrahman Bahasyim (Kalsel), Andi Nirwana (Sultra), Ahmad Kanedi (Bengkulu), Muhammad Rakhman (Kalteng), Angelius Wake Kako dan Asyera Wundalero (NTT), Stefi Pasimanjeku (Malut), serta Habib Ali Alwi dan M TB Ali Ridho (Banten).
Di akhir acara, LaNyalla mendapatkan cenderamata berupa keris dari Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan. *ant, k22
1
Komentar