Ekspor Pakaian Rajut Mulai Menggeliat
Sempat terhenti karena pandemi, kini mulai ada tawaran dari Australia
Sempat terhenti karena pandemi, kini mulai ada tawaran dari Australia
DENPASAR,NusaBali
Pemasaran produk UMKM Bali mengikuti trend pariwisata. Salah satunya produk pakaian rajutan. Pemasarannya ikut lesu seiring pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung dua tahun sejak Maret 2019. Namun, dibukanya Bali untuk 19 negara, produk kerajinan yang satu ini mulai menggeliat.
Ni Ketut Suwarni, salah seorang perajin produk rajutan menuturkan ekspornya mandeg ‘dihajar’ pandemi. Sebelum pandemi, Suwarni biasa mengirim produk ke beberapa negara. Diantaranya Austria, Amerika Serikat dan Jepang dan Singapura.
“Karena pandemi Covid-19, sementara terhenti,” ujar pelaku UMKM asal Kelurahan Sangkaragung, Kecamatan/Kabupaten Jembrana ini, Senin(8/11).
Sebelum pandemi, Suwarni rutin mengirim produk ke luar. Sebagian besar produknya berupa topi, syal dan sarung tangan. Jumlahnya sampai ribuan pieces. Untuk produk topi contohnya, Suwarni mengekspor sampai 10 ribu biji.
“Biasanya setiap 6 bulan sekali,” ungkap Suwarni.
Proses produksi melibatkan sampai 250 orang tenaga kerja yang tersebar di berbagai tempat di Jembrana. Selain sebanyak 15 orang yang bekerja langsung di tempat usaha Suwarni di Sangkaragung.
Suwarni berharap kondisi pariwisata cepat pulih, perekonomian menggeliat sehingga penjualan pakaian rajutan pulih. Saat ini tanda- tanda pergerakan sudah mulai dia rasakan. “Kami sudah ada pesanan dari Australia,” ujar Suwarni.
Sedang di dalam negeri, pemasaran secara online sudah juga mulai berjalan. Satu dua pesanan melalui market place, kata Suwarni sudah juga mulai. Tentu akan lebih bagus, jika pemasaran dalam bentuk pameran -pameran langsung bisa dilaksanakan.
Soal bahan baku, Suwarni mengaku tak ada masalah. Malah perajin seperti dia punya stok mencukupi. “Kami masih punya stok memadai,” ungkapnya.
Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mencatat, ekspor produk rajutan, berupakan pakaian dan asesorinya termasuk 3 jenis komoditas yang ekspor Bali yang mengalami penurunan.
September 2020 nilai ekspor produk rajutan mencapai 1.872.477 dollar. Sedang pada September 2021 turun menjadi 1.650.379 dollar atau secara tahunan minus 11,86 persen.
Demikian juga secara bulanan, Agustus 2021 ke September 2021 minus lebih besar lagi yakni 23,43 persen. Pada Agustus 2021 nilai eskpor produk pakaian rajutan 2.155.250 dollar, sebulan kemudian pada September 2021 nilai ekspornya 1.650.379 dollar.
Selain produk rajutan yang ikut anjlok ekspor secara tahunan adalah barang dari kulit dan jenis barang lainnya. Sedang secara bulanan yang mengalami anjlok sebanyak 6 komoditas. Ekspor pakaian dan asesoriesnya (bukan rajutan). Perabotan lampu dan penerangan. Kemudian kertas, karton dan barangnya darinya. Barang dari kulit samak yang berikutnya dan ekspor barang lainnya yang minus 9,16 persen. *K17.
Ni Ketut Suwarni, salah seorang perajin produk rajutan menuturkan ekspornya mandeg ‘dihajar’ pandemi. Sebelum pandemi, Suwarni biasa mengirim produk ke beberapa negara. Diantaranya Austria, Amerika Serikat dan Jepang dan Singapura.
“Karena pandemi Covid-19, sementara terhenti,” ujar pelaku UMKM asal Kelurahan Sangkaragung, Kecamatan/Kabupaten Jembrana ini, Senin(8/11).
Sebelum pandemi, Suwarni rutin mengirim produk ke luar. Sebagian besar produknya berupa topi, syal dan sarung tangan. Jumlahnya sampai ribuan pieces. Untuk produk topi contohnya, Suwarni mengekspor sampai 10 ribu biji.
“Biasanya setiap 6 bulan sekali,” ungkap Suwarni.
Proses produksi melibatkan sampai 250 orang tenaga kerja yang tersebar di berbagai tempat di Jembrana. Selain sebanyak 15 orang yang bekerja langsung di tempat usaha Suwarni di Sangkaragung.
Suwarni berharap kondisi pariwisata cepat pulih, perekonomian menggeliat sehingga penjualan pakaian rajutan pulih. Saat ini tanda- tanda pergerakan sudah mulai dia rasakan. “Kami sudah ada pesanan dari Australia,” ujar Suwarni.
Sedang di dalam negeri, pemasaran secara online sudah juga mulai berjalan. Satu dua pesanan melalui market place, kata Suwarni sudah juga mulai. Tentu akan lebih bagus, jika pemasaran dalam bentuk pameran -pameran langsung bisa dilaksanakan.
Soal bahan baku, Suwarni mengaku tak ada masalah. Malah perajin seperti dia punya stok mencukupi. “Kami masih punya stok memadai,” ungkapnya.
Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mencatat, ekspor produk rajutan, berupakan pakaian dan asesorinya termasuk 3 jenis komoditas yang ekspor Bali yang mengalami penurunan.
September 2020 nilai ekspor produk rajutan mencapai 1.872.477 dollar. Sedang pada September 2021 turun menjadi 1.650.379 dollar atau secara tahunan minus 11,86 persen.
Demikian juga secara bulanan, Agustus 2021 ke September 2021 minus lebih besar lagi yakni 23,43 persen. Pada Agustus 2021 nilai eskpor produk pakaian rajutan 2.155.250 dollar, sebulan kemudian pada September 2021 nilai ekspornya 1.650.379 dollar.
Selain produk rajutan yang ikut anjlok ekspor secara tahunan adalah barang dari kulit dan jenis barang lainnya. Sedang secara bulanan yang mengalami anjlok sebanyak 6 komoditas. Ekspor pakaian dan asesoriesnya (bukan rajutan). Perabotan lampu dan penerangan. Kemudian kertas, karton dan barangnya darinya. Barang dari kulit samak yang berikutnya dan ekspor barang lainnya yang minus 9,16 persen. *K17.
1
Komentar