Irman Gusman Dituntut 7 Tahun Bui
Mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman dituntut tujuh tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidier lima bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.
JAKARTA, NusaBali
"Menuntut majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sesuai dakwaan alternatif pertama," ujar jaksa Arif Suhermanto saat membacakan tuntutan, Rabu (1/2) seperti dilansir cnnindonesia.
JPU juga meminta agar hak politik Irman dicabut selama tiga tahun setelah menjalani pidana pokok. Sebagai Ketua DPD, perbuatan Irman dianggap mencederai tatanan demokrasi dan kepercayaan publik. "Pencabutan hak (politik) dipilih untuk melindungi publik karena telah mengkhianati rakyat," kata jaksa Arief.
Menanggapi tuntutan JPU, Irman menyatakan akan mengajukan pledoi atau nota pembelaan pada persidangan Rabu (8/2) mendatang.
Pengacara Irman, Maqdir Ismail merasa tuntutan jaksa terhadap kliennya terlalu berlebihan. Menurut Maqdir, tuntutan tersebut tidak sesuai dengan fakta persidangan.
"Saya kira tuntutan ini terlalu tinggi, dan menurut kami ini tuntutan yang berlebihan," ujar Maqdir di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (1/2) seperti dilansir kompas.
Menurut Maqdir, dalam surat tuntutan, jaksa menggunakan keterangan Irman saat diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan di KPK. Dalam pemeriksaan tersebut Irman pernah mengakui adanya perjanjian kerja sama dengan pemilik CV Semesta Berjaya Memi. Padahal, menurut Maqdir, keterangan tersebut telah dicabut oleh Irman.
"Orang tidak bisa dihukum dengan perkara di tempat lain dan keterangan itu sudah dicabut," kata Maqdir.
Irman sebelumnya didakwa menerima suap sebesar Rp100 juta dari Direktur CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto dan istrinya, Memi, terkait alokasi pembelian gula impor dari Perum Bulog. Uang itu diduga menjadi bagian dari kesepakatan sebesar Rp300 per kilogram dengan total 3 ribu ton gula yang diimpor Perum Bulog untuk disalurkan ke Provinsi Sumatera Barat.
Tindakan Irman yang memanfaatkan pengaruh pada Direktur Utama Perum Bulog, Djarot Kusumayakti, dianggap bertentangan dengan kewajiban Irman sebagai Ketua DPD. Irman menghubungi Djarot agar Perum Bulog menyuplai gula impor ke Sumatera Barat melalui Divisi Regional Perum Bulog Sumatera Barat. Irman merekomendasikan perusahaan Memi pada Djarot sebagai pihak penyalur gula impor tersebut. Merasa tak enak diminta tolong oleh seorang Ketua DPD, Djarot pun menyanggupi.
Sebagai imbalan, Memi bersama suaminya menepati janji untuk memberikan fee dengan berkunjung ke Jakarta pada 16 September 2016. Tepat tengah malam, keduanya datang ke rumah dinas Irman di Kuningan, Jakarta Selatan dan menyerahkan bungkusan berisi uang Rp100 juta.
Atas perbuatannya, Irman diancam pidana Pasal 11 dan 12 huruf b Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999. *
JPU juga meminta agar hak politik Irman dicabut selama tiga tahun setelah menjalani pidana pokok. Sebagai Ketua DPD, perbuatan Irman dianggap mencederai tatanan demokrasi dan kepercayaan publik. "Pencabutan hak (politik) dipilih untuk melindungi publik karena telah mengkhianati rakyat," kata jaksa Arief.
Menanggapi tuntutan JPU, Irman menyatakan akan mengajukan pledoi atau nota pembelaan pada persidangan Rabu (8/2) mendatang.
Pengacara Irman, Maqdir Ismail merasa tuntutan jaksa terhadap kliennya terlalu berlebihan. Menurut Maqdir, tuntutan tersebut tidak sesuai dengan fakta persidangan.
"Saya kira tuntutan ini terlalu tinggi, dan menurut kami ini tuntutan yang berlebihan," ujar Maqdir di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (1/2) seperti dilansir kompas.
Menurut Maqdir, dalam surat tuntutan, jaksa menggunakan keterangan Irman saat diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan di KPK. Dalam pemeriksaan tersebut Irman pernah mengakui adanya perjanjian kerja sama dengan pemilik CV Semesta Berjaya Memi. Padahal, menurut Maqdir, keterangan tersebut telah dicabut oleh Irman.
"Orang tidak bisa dihukum dengan perkara di tempat lain dan keterangan itu sudah dicabut," kata Maqdir.
Irman sebelumnya didakwa menerima suap sebesar Rp100 juta dari Direktur CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto dan istrinya, Memi, terkait alokasi pembelian gula impor dari Perum Bulog. Uang itu diduga menjadi bagian dari kesepakatan sebesar Rp300 per kilogram dengan total 3 ribu ton gula yang diimpor Perum Bulog untuk disalurkan ke Provinsi Sumatera Barat.
Tindakan Irman yang memanfaatkan pengaruh pada Direktur Utama Perum Bulog, Djarot Kusumayakti, dianggap bertentangan dengan kewajiban Irman sebagai Ketua DPD. Irman menghubungi Djarot agar Perum Bulog menyuplai gula impor ke Sumatera Barat melalui Divisi Regional Perum Bulog Sumatera Barat. Irman merekomendasikan perusahaan Memi pada Djarot sebagai pihak penyalur gula impor tersebut. Merasa tak enak diminta tolong oleh seorang Ketua DPD, Djarot pun menyanggupi.
Sebagai imbalan, Memi bersama suaminya menepati janji untuk memberikan fee dengan berkunjung ke Jakarta pada 16 September 2016. Tepat tengah malam, keduanya datang ke rumah dinas Irman di Kuningan, Jakarta Selatan dan menyerahkan bungkusan berisi uang Rp100 juta.
Atas perbuatannya, Irman diancam pidana Pasal 11 dan 12 huruf b Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999. *
Komentar