Galungan, Satpol PP Amankan 24 Pengasong hingga Gepeng
Ada yang Membawa Bayi Umur 2 Bulan
DENPASAR, NusaBali
Saat Hari Raya Galungan, Rabu (10/11) malam, Satpol PP Kota Denpasar mengamankan sebanyak 24 orang pengasong, gepeng, hingga pengamen.
Mereka diamankan di beberapa lokasi, seperti di kawasan simpang Jalan Sudirman dan di simpang Jalan Bypass Ngurah Rai – Jalan Danau Tamblingan, Sanur (juga dikenal simpang McD, Red).
Dari jumlah, mayoritas pengasong maupun gepeng berasal dari Desa Muntigunung, Kecamatan Kubu, Karangasem. “Dari 24 orang yang kami amankan, sebanyak 19 orang dari Muntigunung, Karangasem, beberapa lagi ada dari Jawa dan ada dari Klungkung,” kata Kepala Satpol PP Kota Denpasar I Dewa Gede Anom Sayoga, Kamis (11/11).
Anom Sayoga mengatakan, sebelum mengamankan 24 orang tersebut, pihaknya juga sudah memulangkan 10 orang gepeng, pengasong, dan pengamen ke daerah asalnya. “Saat ini tim kami masih tetap melakukan pemantauan di lapangan. Kami akan genjot ini, karena sangat mengganggu. Bayangkan di satu titik traffic light, bisa sampai ada belasan orang (gepeng, pengasong, Red),” katanya.
Menurut Anom Sayoga, dalam penertiban yang dilakukan di kawasan Jalan Bypass Ngurah Rai – Jalan Danau Tamblingan, Sanur, pihaknya mengamankan hingga 14 pengasong dan gepeng. Yang paling miris, bayi berumur dua bulan pun diajak mengasong oleh ibunya.
Anom Sayoga mengaku pihaknya masih mengejar cukong dari gepeng, pengamen, dan pengasong ini. Karena belakangan keberadaan mereka semakin marak dan dengan modus yang hampir sama.
“Bahkan yang pengamen memakai udeng itu, sama modusnya. Sampai merek sound-nya sama. Kami sudah amankan puluhan sound mereka di kantor, tapi mereka masih bisa turun ke jalan lagi,” tandas Anom Sayoga.
Anom Sayoga pun curiga kegiatan menggepeng, mengasong, dan mengamen ini digunakan sebagai ladang bisnis oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. “Kami curiga, ini dipakai ladang bisnis dengan alasan pandemi. Ini peluang bisnis menguntungkan, misal pengamen, modal sound Rp 600.000-Rp 700.000, keliling 4 atau 5 jam dapat 500 ribu, itu kan lebih menguntungkan daripada bekerja sebagai buruh bangunan dengan hasil yang tidak seberapa,” ungkapnya.
Bahkan Anom Sayoga juga curiga, ada sistem bagi hasil antara pengepul dengan mereka yang turun ke jalanan untuk mengamen, mengasong, dan menggepeng ini. “Setiap yang kami tertibkan, pasti mengaku kesulitan ekonomi karena pandemi. Kalau benar, mestinya jangan melakukannya di jalan, itu membahayakan,” imbuhnya.
Anom Sayoga juga menceritakan pengalaman petugas Satpol PP yang melakukan penertiban di kawasan simpang Jalan Sudirman. Ketika ada petugas, tiba-tiba terdengar suara siulan dan semua pengamen maupun pengasong lari berhamburan. Dia mengatakan, itulah permasalahan yang dia hadapi saat melakukan penertiban, selain kepadatan lalulintas yang membahayakan semua pihak.
Terkait dengan tudingan pemerintah tidak memperhatikan anak-anak yang mengasong dan mengemis, Anom Sayoga membantah. Dirinya mengaku sudah menyalurkan anak-anak tersebut ke sebuah yayasan. Di yayasan tersebut, anak-anak ini dibiayai sekolah dan diantar jemput saat berangkat maupun pulang sekolah. Namun mereka malah pergi dari yayasan tersebut secara diam-diam dan kembali ke jalanan.
“Padahal sudah dibiayai untuk sekolah, difasilitasi antar jemput, namun mereka malah kabur. Mereka memilih berjualan tisu di jalan, demi mendapat penghasilan yang instan,” tandas Anom Sayoga. *mis
1
Komentar