JPU Tahan Enam Tersangka
Penyerobotan Tanah Milik Kejari Tabanan di Dauhpala
Enam tersangka yang masih memiliki hubungan keluarga tersebut diduga menempati dan membangun warung dan kos-kosan di atas lahan Kejari Tabanan sehingga mengakibatkan kerugian negara Rp 14 miliar lebih.
DENPASAR, NusaBali
Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Bali melakukan penahanan 6 tersangka kasus penyerobotan aset negara berupa tanah milik Kejari Tabanan di yang berlokasi di Jalan Gelgel, Dauhpala, Tabanan pada Senin (14/11) pukul 17.00 Wita. Enam tersangka yang masih memiliki hubungan keluarga tersebut diduga menempati dan membangun warung dan kos-kosan di atas lahan Kejari Tabanan sehingga mengakibatkan kerugian negara Rp 14 miliar lebih.
Enam tersangka yang ditahan masing-masing IWA, IYM, INS (berkas terpisah) dan IKG, PM, KD (berkas terpisah). “Enam tersangka kasus penyerobotan aset negara tersebut sudah resmi dilimpahkan dari tim penyidik ke Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU). Keenam tersangka ditahan hingga 20 hari kedepan dan dititipkan di Lapas Kerobokan sambil menunggu proses persidangan,” ujar Kasi Penkum Kejati Bali, Luga Harlianto melalui rilisnya Senin malam.
Luga menyebutkan sebelum ditahan, enam tersangka menjalani pemeriksaan kesehatan di klinik Pratama Kejati Bali sekitar pukul 10.00 Wita. Selanjutnya pukul 14.00 Wita dilakukan penyerahan ke Tim JPU yang langsung mengirim keenam tersangka ke Lapas Kerobokan.
Ditambahkan, selain menyerahkan 6 tersangka, penyidik juga menyerahkan barang bukti 90 dokumen terkait perkara yang diselidiki sejak 3 tahun lalu. Sementara dari hasil perhitungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) ditemukan kerugian negara Rp 14.394.600.000. “Enam tersangka dijerat Pasal 2 dan 3 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP,” tegas mantan Kacabjari Nusa Penida ini.
Disebutkan, Tanah tersebut diketahui merupakan tanah pemberian dari Gubernur Bali untuk Kejaksaan Agung Cq Kejaksaan Tinggi Bali, untuk digunakan sebagai kantor dan rumah dinas Kejari Tabanan sejak tahun 1974. “Status tanah tersebut merupakan tanah negara sejak Desember 1968,” beber Luga.
Saat kantor Kejari Tabanan pindah, ada keluarga yang mengklaim sebagai pemilik lahan tersebut. Bahkan keluarga ini langsung membangun kos-kosan. Setelah mediasi yang dilakukan gagal, penyidik Kejati Bali lalu menetapkan IKG, PM dan MK sebagai tersangka karena menyerobot tanah negara.
Selanjutnya pada tahun 1999, tiga anggota keluarga lainnya yaitu WS, NM dan NS kembali membangun rumah tinggal sementara dan toko di atas lahan tersebut tanpa alas hak yang sah. Ketiganya lalu menerima uang sewa dari pemanfaatan aset milik negara tersebut.
Penyerobotan tanah tersebut juga mengakibatkan Kejari Tabanan tidak bisa memanfaatkan tanah asetnya, sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 14,3 miliar, sebagaimana nilai aset dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. *rez
Enam tersangka yang ditahan masing-masing IWA, IYM, INS (berkas terpisah) dan IKG, PM, KD (berkas terpisah). “Enam tersangka kasus penyerobotan aset negara tersebut sudah resmi dilimpahkan dari tim penyidik ke Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU). Keenam tersangka ditahan hingga 20 hari kedepan dan dititipkan di Lapas Kerobokan sambil menunggu proses persidangan,” ujar Kasi Penkum Kejati Bali, Luga Harlianto melalui rilisnya Senin malam.
Luga menyebutkan sebelum ditahan, enam tersangka menjalani pemeriksaan kesehatan di klinik Pratama Kejati Bali sekitar pukul 10.00 Wita. Selanjutnya pukul 14.00 Wita dilakukan penyerahan ke Tim JPU yang langsung mengirim keenam tersangka ke Lapas Kerobokan.
Ditambahkan, selain menyerahkan 6 tersangka, penyidik juga menyerahkan barang bukti 90 dokumen terkait perkara yang diselidiki sejak 3 tahun lalu. Sementara dari hasil perhitungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) ditemukan kerugian negara Rp 14.394.600.000. “Enam tersangka dijerat Pasal 2 dan 3 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP,” tegas mantan Kacabjari Nusa Penida ini.
Disebutkan, Tanah tersebut diketahui merupakan tanah pemberian dari Gubernur Bali untuk Kejaksaan Agung Cq Kejaksaan Tinggi Bali, untuk digunakan sebagai kantor dan rumah dinas Kejari Tabanan sejak tahun 1974. “Status tanah tersebut merupakan tanah negara sejak Desember 1968,” beber Luga.
Saat kantor Kejari Tabanan pindah, ada keluarga yang mengklaim sebagai pemilik lahan tersebut. Bahkan keluarga ini langsung membangun kos-kosan. Setelah mediasi yang dilakukan gagal, penyidik Kejati Bali lalu menetapkan IKG, PM dan MK sebagai tersangka karena menyerobot tanah negara.
Selanjutnya pada tahun 1999, tiga anggota keluarga lainnya yaitu WS, NM dan NS kembali membangun rumah tinggal sementara dan toko di atas lahan tersebut tanpa alas hak yang sah. Ketiganya lalu menerima uang sewa dari pemanfaatan aset milik negara tersebut.
Penyerobotan tanah tersebut juga mengakibatkan Kejari Tabanan tidak bisa memanfaatkan tanah asetnya, sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 14,3 miliar, sebagaimana nilai aset dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. *rez
Komentar