Film Digarap Siswa SMK, Ikut Ajang Balinale Festival
Terancam Punah, Burung Jalak Bali Diangkat ke Dalam Film Animasi
Film animasi berjudul ‘Sabda Alam’ yang mengangkat karakter burung Jalak Bali digarap oleh 95 orang siswa dari tiga angkatan di SMK Raden Umar Said Kudus, Jawa Tengah
MANGUPURA, NusaBali
Burung Jalak Bali yang terancam punah, diangkat dalam film animasi berjudul ‘Sabda Alam’ garapan siswa SMK Raden Umar Said Kudus, Jawa Tengah. Film yang mengkampanyekan pelestarian burung Jalak Bali dari ulah oknum tak bertanggung jawab ini, ikut tampil dalam ajang ‘Balinale International Film Festival’ di Park 23 Mall, Kelurahan Tuban, Kecamatan Kuta, Badung, 11-14 November 2021.
Film ‘Sabda Alam’ garapan siswa SMK Raden Umar Said Kudus ini diputar di Park 23 Mall, Kelurahan Tuban, Minggu (14/11) malam. Studio produksi yang menaungi pembuatan film animasi SMK Raden Umar Said Kudus ini adalah Rush Animation. CEO Rush Animation, Roy, mengatakan burung endemik Jalak Bali diangkat ke dalam film Sabda Alam, karena keberadaannya terancam punah. Pihaknya berharap Jalak Bali terus dilestarikan oleh masyarakat.
Menurut Roy, film animasi Sabda Alam ini lahir dari keprihatinan para siswa SMK RUS terhadap burung-burung endemik di Indonesia, termasuk Jalak Bali dan Ekek Geling Jawa, yang keberadaannya terancam punah akibat perilaku negatif manusia. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan burung Kakatua Kecil Jambul Kuning dan Rangkong Gading, di mana burung-burung tersebut masuk dalam status kritis (critically endangered).
“Dipilihnya berbagai jenis burung tersebut, termasuk Jalak Bali, dalam karakter animasi ini juga hasil berkonsultasi dengan flight protecting bird dan organisasi Rangkong Indonesia,” terang Roy di sela-sela kegiatan pemutaran film Sabda Alam, malam itu.
Roy menjelaskan, film Sabda Alam memiliki cerita dan makna yang bertujuan mengajak masyarakat dalam melestarikan ekosistem alam. Film ini memiliki pesan moral agar satwa burung tidak lagi diburu dan ditangkap, baik untuk koleksi, hiasan, maupun sebagai bahan obat yang belum jelas risetnya. Sebab, hal itu dapat mengancam kelestarian ekosistem alam, mengingat burung merupakan penebar benih tanaman, keanekaragaman hayati, melestarikan hutan, dan recycling alam.
“Saat ini, orang masih bisa melihat dan mendengarkan burung di alam bebas. Tapi, generasi ke depan mungkin tidak bisa melihat hal itu lagi, melainkan hanya tahu dari YouTube. Kita tidak ingin generasi ke depan tak bisa mendengarkan suara burung dan melihat suara burung langsung di alamnya,” terang Roy.
Menurut Roy, untuk melengkapi keindahan visual yang disuguhkan dalam film animasi Sabda Alam itu, pihaknya juga melibatkan sejumlah artis papan atas. Mereka, antara lain, Eva Celia, Fadly Padi, Mario Ginanjar, Mytha Lestari, dan Leisha Kaligis.
Sementara itu, seorang siswa SMK Raden Umar Said Kudus, Luche Chiaro, mengaku film Sabda Alam digarap ramai-ramai. Film ini digarap 95 orang siswa SMK Raden Umar Said dari 3 angkatan.
Menurut Luche, tantangan dalam membuat film animasi tersebut adalah pada riset objek agar terlihat natural dan selayaknya pola burung di alam bebas. Luche berharap dengan semakin banyaknya SMK berkiprah di dunia animasi, ke depannya dapat menopang industri animasi di Indonesia. “Proses pengerjaan film animasi ini dilakukan sepenuhnya oleh siswa. Penggarapannya butuh waktu cukup lama,” kata Luche.
Sementara, lahirnya film animasi Sabda Alam garapan siswa SMK Raden Umar Said Kudus, yang dibawakan dalam Balinale International Film Festival, mendapatkan sambutan positif dari sineas senior Garin Nugroho Riyanto. Menurut Garin Nugroho, saat ini diperlukan ruang bagi anak SMK untuk terlibat langsung di festival-festival film. Apalagi, 50 persen penduduk Indonesia kini berada pada usia produktif yang dekat dengan sosial media.
Maka, kata Garin, keterlibatan generasi muda dari SMK menjadi sangat penting di industri perfilman. Ini bagus, agar sosial media tidak hanya menjadi hal konsumtif, namun produktif. Siswa SMK berperan untuk menjadi tonggak kebudayaan baru, yaitu kebudayaan visual (perfilman).
“Saya sudah menonton beberapa karya dari anak SMK. Salah satunya, film animasi Sabda Alam garapan SMK Raden Umar Said Kudus. Ini hal yang luar biasa, anak SMK sudah membuat film animasi yang bagus,” tandas sutradara film ‘Sepeda Presiden’ yang juga diikutkan dalam Balinale Film Festival di Tuban ini.
Garin menyebutkan, situasi pandemi Covid-19 dan digitalisasi melalui online, men-jadikan masyarakat Indonesia terbiasa menonton video stream via online. Komunikasi visual melalui layar dan cerita, kini menjadi budaya masyarakat sehari-hari. Menurut Garin, ini harus dilanjutkan menjadi semakin berkualitas dan perlu diapersiasi melalui festival. Kebisaan menonton film harus dilanjutkan dengan menonton karya baru dari anak muda melalui festival-festival.
“Kita punya kebudayaan menggambar dan melukis. Jika kebudayaan rupa ini digabung dengan kebudayaan visual, maka akan menjadi masa depan kita. Animasi menjadi bagian dari komunikasi bisnis atau komunikasi hiburan di abad ini. Jadi, untuk SMK, teknologi kini sudah di tangan mereka: mau jadi produktif atau konsumtif? Kalau mau produktif, maka berlatih dan belajar untuk mencipta dengan teknologi yang tersedia,” tegas Garin.
Sementara itu, ‘Balinale Internasional Film Festival’ rutin diselenggarakan setahun sekali sejak 2007, tempat pelaksanannya berbeda-beda. Untuk festival tahun 2021 ini, dilaksanakan di Park 23 Mall Tuban, Kecamatan Kuta. Festival ini merupakan bagian upaya menampilkan karya-karya dari sutradara Indonesia ke khalayak global. Film yang disertakan dalam event ini, mulai dari dokumenter, film pendek, film layar lebar, hingga film animasi seperti yang digarap SMK Raden Umar Said Kudus. *dar
Film ‘Sabda Alam’ garapan siswa SMK Raden Umar Said Kudus ini diputar di Park 23 Mall, Kelurahan Tuban, Minggu (14/11) malam. Studio produksi yang menaungi pembuatan film animasi SMK Raden Umar Said Kudus ini adalah Rush Animation. CEO Rush Animation, Roy, mengatakan burung endemik Jalak Bali diangkat ke dalam film Sabda Alam, karena keberadaannya terancam punah. Pihaknya berharap Jalak Bali terus dilestarikan oleh masyarakat.
Menurut Roy, film animasi Sabda Alam ini lahir dari keprihatinan para siswa SMK RUS terhadap burung-burung endemik di Indonesia, termasuk Jalak Bali dan Ekek Geling Jawa, yang keberadaannya terancam punah akibat perilaku negatif manusia. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan burung Kakatua Kecil Jambul Kuning dan Rangkong Gading, di mana burung-burung tersebut masuk dalam status kritis (critically endangered).
“Dipilihnya berbagai jenis burung tersebut, termasuk Jalak Bali, dalam karakter animasi ini juga hasil berkonsultasi dengan flight protecting bird dan organisasi Rangkong Indonesia,” terang Roy di sela-sela kegiatan pemutaran film Sabda Alam, malam itu.
Roy menjelaskan, film Sabda Alam memiliki cerita dan makna yang bertujuan mengajak masyarakat dalam melestarikan ekosistem alam. Film ini memiliki pesan moral agar satwa burung tidak lagi diburu dan ditangkap, baik untuk koleksi, hiasan, maupun sebagai bahan obat yang belum jelas risetnya. Sebab, hal itu dapat mengancam kelestarian ekosistem alam, mengingat burung merupakan penebar benih tanaman, keanekaragaman hayati, melestarikan hutan, dan recycling alam.
“Saat ini, orang masih bisa melihat dan mendengarkan burung di alam bebas. Tapi, generasi ke depan mungkin tidak bisa melihat hal itu lagi, melainkan hanya tahu dari YouTube. Kita tidak ingin generasi ke depan tak bisa mendengarkan suara burung dan melihat suara burung langsung di alamnya,” terang Roy.
Menurut Roy, untuk melengkapi keindahan visual yang disuguhkan dalam film animasi Sabda Alam itu, pihaknya juga melibatkan sejumlah artis papan atas. Mereka, antara lain, Eva Celia, Fadly Padi, Mario Ginanjar, Mytha Lestari, dan Leisha Kaligis.
Sementara itu, seorang siswa SMK Raden Umar Said Kudus, Luche Chiaro, mengaku film Sabda Alam digarap ramai-ramai. Film ini digarap 95 orang siswa SMK Raden Umar Said dari 3 angkatan.
Menurut Luche, tantangan dalam membuat film animasi tersebut adalah pada riset objek agar terlihat natural dan selayaknya pola burung di alam bebas. Luche berharap dengan semakin banyaknya SMK berkiprah di dunia animasi, ke depannya dapat menopang industri animasi di Indonesia. “Proses pengerjaan film animasi ini dilakukan sepenuhnya oleh siswa. Penggarapannya butuh waktu cukup lama,” kata Luche.
Sementara, lahirnya film animasi Sabda Alam garapan siswa SMK Raden Umar Said Kudus, yang dibawakan dalam Balinale International Film Festival, mendapatkan sambutan positif dari sineas senior Garin Nugroho Riyanto. Menurut Garin Nugroho, saat ini diperlukan ruang bagi anak SMK untuk terlibat langsung di festival-festival film. Apalagi, 50 persen penduduk Indonesia kini berada pada usia produktif yang dekat dengan sosial media.
Maka, kata Garin, keterlibatan generasi muda dari SMK menjadi sangat penting di industri perfilman. Ini bagus, agar sosial media tidak hanya menjadi hal konsumtif, namun produktif. Siswa SMK berperan untuk menjadi tonggak kebudayaan baru, yaitu kebudayaan visual (perfilman).
“Saya sudah menonton beberapa karya dari anak SMK. Salah satunya, film animasi Sabda Alam garapan SMK Raden Umar Said Kudus. Ini hal yang luar biasa, anak SMK sudah membuat film animasi yang bagus,” tandas sutradara film ‘Sepeda Presiden’ yang juga diikutkan dalam Balinale Film Festival di Tuban ini.
Garin menyebutkan, situasi pandemi Covid-19 dan digitalisasi melalui online, men-jadikan masyarakat Indonesia terbiasa menonton video stream via online. Komunikasi visual melalui layar dan cerita, kini menjadi budaya masyarakat sehari-hari. Menurut Garin, ini harus dilanjutkan menjadi semakin berkualitas dan perlu diapersiasi melalui festival. Kebisaan menonton film harus dilanjutkan dengan menonton karya baru dari anak muda melalui festival-festival.
“Kita punya kebudayaan menggambar dan melukis. Jika kebudayaan rupa ini digabung dengan kebudayaan visual, maka akan menjadi masa depan kita. Animasi menjadi bagian dari komunikasi bisnis atau komunikasi hiburan di abad ini. Jadi, untuk SMK, teknologi kini sudah di tangan mereka: mau jadi produktif atau konsumtif? Kalau mau produktif, maka berlatih dan belajar untuk mencipta dengan teknologi yang tersedia,” tegas Garin.
Sementara itu, ‘Balinale Internasional Film Festival’ rutin diselenggarakan setahun sekali sejak 2007, tempat pelaksanannya berbeda-beda. Untuk festival tahun 2021 ini, dilaksanakan di Park 23 Mall Tuban, Kecamatan Kuta. Festival ini merupakan bagian upaya menampilkan karya-karya dari sutradara Indonesia ke khalayak global. Film yang disertakan dalam event ini, mulai dari dokumenter, film pendek, film layar lebar, hingga film animasi seperti yang digarap SMK Raden Umar Said Kudus. *dar
1
Komentar