Ekspor Handicraft Bali Tertekan Lagi
DENPASAR,NusaBali
Open border bagi Bali untuk 19 negara belum berdampak pada bisnis handicraft Bali.
Pemasaran baik ritel maupun ekspor masih stagnan. Malah ada kekhawatiran tertekan. Hal tersebut dipicu kembali ‘meledaknya’ kasus Covid-19 di kawasan Eropa yang nota bene merupakan salah satu pasar handicraft Bali.
“Tidak ada perkembangan signifikan,” ujar Ketua Asosiasi Eksporter dan Produsen Handicraft Indonesia (ASEPHI) Bali I Ketut Darma Siadja, Senin (15/11).
Diapun menunjuk informasi perkembangan Covid-19 terutama di Eropa, yang menyebabkan beberapa negara tersebut kewalahan sambil menyebut sejumlah negara di kawasan Eropa diantaranya Belanda, Prancis, Jerman dan Italia.
“Malah ada yang lockdown,” ujar Darma Siadja. Kondisi itu kata Darma Siadja berpengaruh juga pada bisnis handicraft. “Jelas itu berdampak,” kata Darma Siaja.
Selain itu, tidak lagi berlakunya visa on arrival (VOA) bagi orang asing atau wisman ke Indonesia ikut memberi dampak.
“Ketentuan tersebut kan belum dicabut,” ujar Darma Siadja. Karenanya WNA atau wisman yang ingin ke Indonesia, termasuk Bali harus lebih dulu mengurus visa di kantor perwakilan (Kedubes RI) di negara-negara bersangkutan. Diantaranya WNA maupun wisman, ada yang juga berkepentingan bisnis handicraft.
Kedua faktor tersebut berpengaruh terhadap stagnan-nya ekspor handicraft Bali, menyusul kendala lain tidak adanya ada penerbangan asing ke Bali, yang menyebabkan kesulitan transportasi ekspor. “Sampai sekarang kan belum ada maskapai asing yang datang ke Bali,” kata Darma Siadja.
Sebelumnya di tempat terpisah I Ketut Sutrisna, salah satu pengelola usaha jasa pengurusan dokumen ekspor menuturkan transportasi menjadi kendala ekspor Bali saat ini.
“Dulu kan ada bisa dari Bali (Pelabuhan Benoa) sekarang tidak lagi,” ujar Sutrisna, Jumat (12/11). Pengiriman kata Sutrisna, dilakukan lewat Surabaya. Sehingga biaya ikut bertambah.
“Itulah kendala kita antara lain,” di sela-sela focus group discussion (FGD) Implementasi dan Pemanfaatan Perjanjian Perdagangan Internasional ASEAN Plus One FTAs di Prime Plaza Hotel Sanur, Denpasar.
Pengangkutan dengan pesawat udara juga belum bisa, karena sementara tidak ada penerbangan internasional langsung ke Bali, sehingga harus lewat Jakarta.
“Itulah kendalanya. Kalau lewat udara, biayanya tinggi, lewat laut barangnya telat sampai di negara tujuan,” ujar dia.
Apalagi kalau dengan kapal laut, harus menunggu penumpulan dulu. “Seperti kemarin, numpuk dulu di Singapura baru berangkat,” ungkap Sutrisna. Akibatnya pengiriman barang terlambat. Buyer memang memaklumi. “Tetapi kita malu jadinya,” ujar Sutrisna. *K17
Komentar