2022, UMP Naik Rata-rata 1,09 %
JAKARTA, NusaBali
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyebut upah minimum provinsi (UMP) hanya akan naik sekitar 1,09 persen pada tahun depan.
Daerah dengan UMP tertinggi masih dipegang oleh DKI Jakarta sebesar Rp4,4 juta. Sementara itu, daerah dengan UMP terendah dipegang oleh Jawa Tengah sebesar Rp1,81 juta.
"Rata-rata penyesuaian upah minimum adalah 1,09 persen," kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker Indah Anggoro Putri dalam Seminar Terbuka Kemnaker, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Senin (15/11).
Namun demikian, ia menegaskan penyesuaian tersebut tidak menjadi acuan upah minimum yang naik pada tahun depan. Indah pun menyerahkan kenaikan UMP ditetapkan oleh gubernur masing-masing daerah.
"Yang ada dalam slide ini rata-rata penyesuaian upah minimum provinsi. Bukan berarti semua provinsi naik 1,09 persen. Hati-hati ya memahami ini," tegasnya.
Di lain sisi, Selasa (26/10), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) telah mengerahkan puluhan ribu buruh untuk melakukan aksi serentak di 24 provinsi. Salah satu tuntutannya adalah keinginan untuk menaikkan Upah Minimum Kota/Kabupaten hingga 10 persen.
"Kenaikan UMK 2022 antara 7-10 persen sesuai dengan hasil survei kebutuhan hidup layak yang dilakukan KSPI. Dengan kata lain, kenaikan upah ini menjadi penting untuk menjaga daya beli agar buruh bisa memenuhi kebutuhannya secara layak," ujar Presiden KSPI Said Iqbal, dikutip dari CNNIndonesia.com, Selasa (26/10).
Secara terpisah, Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) RI Adi Mahfudz Wuhadji menilai tuntutan tersebut tidak realistis. Sebab dalam ketentuan yang baru, buruh tidak bisa meminta kenaikan upah dengan melakukan survei pasar sendiri.
Sebagai informasi, kenaikan upah minimum pekerja saat ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Sehingga PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan sudah tidak lagi berlaku.
Menurut Direktur Pengupahan Kemenaker, Dinar Titus Jogaswitani mengatakan bahwa upah minimum yang ditetapkan nantinya tidak berlaku bagi usaha mikro dan kecil (UMK). Jadi, penentuan upah minimum bagi pekerja pada UMK sudah pasti sesuai kesepakatan antara pemberi kerja atau pengusaha dengan para pekerjanya.
"Upah minimum dikecualikan bagi usaha mikro dan kecil. Artinya, bagi usaha mikro dan kecil tidak wajib melaksanakan upah minimum. Kecuali memenuhi ketentuan, yang pertama, bagi usaha mikro kecil ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh," kata Dinar pada kesempatan yang sama, seperti dikutip dari kompas.com, Senin (15/11).
Adapun UMK yang dikecualikan dari upah minimum, kata dia, tidak bergerak di bidang teknologi. "Selanjutnya, usaha mikro dan kecil yang dikecualikan dari upah minimum adalah yang masih mengandalkan sumber daya tradisional dan tidak bergerak di bidang teknologi," imbuh dia.
Selain kesepakatan, ada perhitungan untuk menentukan menentukan upah yang dibayarkan bagi pekerja UMK, yakni berdasarkan rata-rata konsumsi serta angka kemiskinan di tiap provinsi, kabupaten dan kota. *
Komentar